Sebagai kabupaten yang masih sangat muda, belum terdapat angkutan umum dari pelabuhan menuju pusat kota. Angkutan paling gampang di jumpai adalah ojek atau sewa mobil. Jika kedua kaki kita sanggup berjalan, maka menyusuri jalanan yang sepi adalah pilihan yang tepat karena jarak pelabuhan ke kota hanya sekitar 2 km saja. Menuju pusat kota mata akan langsung dimanjakan oleh pepohonan bakau yang menjulang tinggi belasan hingga 20 meter lebih.
Akhrinya sampai juga di pusat kota waisai. Jangan membayangkan waisi dengan kota kabupaten kebanyakan di Indonesia yang infrastruktur, sarana prasaran yang memadai. Waisai masih sangat terbatas dan hingga saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan. Sebuah kubah masjid menjulang tinggi dengan 2 menara di sampingnya, inilah masjid agung Waisai yang barusaja menggelar hajatan MTQ.
[caption id="attachment_344538" align="alignnone" width="640" caption="Anak-anak sedang bermain di tepi panti (dok.pri)."]
![1403591180273544180](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1403591180273544180.jpg?t=o&v=555)
Raja ampat membuat saya tercengan saat teringat lagu Aku Papua yang dinyanyikan Edo Kondologit. "hitam kulit, keriting rambut, aku papua.." begitu syairnya namun sedikit terbantahkan dengan warga raja ampat. Penduduk asli yang berasal dari suku maya berada di teluk mayalibit sedangkan sisanya yang tersebar adalah para pendatang. Ada orang bugis, buton, jawa, batak, flores, sunda dan masih banyak lagi suku-suku dari pelosok nusantara. Namun yang pasti, kerukunan dan toleransi di tanah para raja ini begitu dijunjung tinggi.
[caption id="attachment_344539" align="alignnone" width="640" caption="Sebuah tulisan yang menunjukan sebuah identitas para pendatang (dok.pri)."]
![14035912221230835709](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14035912221230835709.jpg?t=o&v=555)
Petang menjelang dan saatnya menikmati kuliner khas bangsa maritim. Ditengah-tengah kota terdapat beragam warum makan yang menjajakan makanan dari bergai daerah. Pilihan kami pada rumah makan yang menjual ikan segar untuk dipanggang atau di goreng. Ikan-ikan yang baru saja ditangkap dengan kondisi masih segar segera kami pilih untuk selanjutnya di olah oleh juru masak. Ikan Gutila, baubara, cakalang, kakap merah dan kerapu kami pilih sebagai menu selamat datang di raja ampat. Soal harga, tidak berbeda jauh dengan daerah lain, tetapi yang membedakan adalah kualitas ikannya yang masih segar dan baru mati 1 kali. Berbebeda dengan daerah lain yang jauh dari laut, maka ikan bisa mati 7-9 kali. Maksudnya ikan sudah mengalami pengawetan dengan cara pendinginan beberapa kali dan kualitasnya sudah menurun.
Nasi hangat, ikan panggang dengan sambal tomatnya. Rasa yang tidak bisa diungkapkan dan cukup berkata "ini raja ampat". Malam berlalu dan kami menginap di hotel marasrissen yang dimiliki keluarga Candrawinata. Suasana malam di waisai cukup menegangkan bagi mereka yang biasa tinggal dikeramaian. Malam begitu sepi dan tidak ada aktifitas. Kendaraan yang lewat nyaris tidak ada. Suara binatang nokturnal terdengar dengan jelas. Seberang hotel masih berupa hutan lebat dan menambah suasana malam yang kadang cukup mencekam, terlebih saat listrik satu kota padam.
[caption id="attachment_344540" align="alignnone" width="640" caption="Saya menemukan warung yang pemiliknya orang jawa, namun keluarganya tidak ada yang bisa berbahasa jawa (dok.pri)."]
![1403591277772889949](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1403591277772889949.jpg?t=o&v=555)
Pukul 05.00 Waisai masih gelap gulita, bahkan adzan subuh belum berkumandang. Pantas saja secara astronomis kota ini berada di bagian barat waktu indonesia timur. Adza subuh baru terdengar pukul setengah enam dan suasana masih gelap. Waktu yang tidak boleh di sia-siakan, yakni mengunjungi obyek wisata yang terdekat. Apalagi kalau bukan WTC.
WTC bukanlah gedung kembar di amerika yang runtuh oleh ulah teroris, namun akronim dari Waisai Torang Cinta adan juga yang menyebut Wisai tercinta. Inilah pantai yang berada pusat kota waisai. Saat ini beberapa sudut pantai masih ditutup untuk umum kerena sedang ada pembangunan untuk persiapan sail raja ampat di pertengahan bulan agustus.
[caption id="attachment_344541" align="alignnone" width="640" caption="Banyak pendatang dari penjuru nusantara di raja ampat. Kerukunan dan toleransi begitu dijunjung tinggi apapun perbedaannya (dok.pri)."]
![1403591341457594962](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1403591341457594962.jpg?t=o&v=555)