[caption id="attachment_355788" align="alignnone" width="640" caption="Di bawah waru laut, pasangan ini menikmati semilir angin dan sirih pinang, hebatnya lagi ini kampung halaman mereka, Raja ampat (dok.pri)."][/caption]
Di bawah rerimbunnya kanopi Waru Laut seorang pasangan yang sudah lanjut usia sedang duduk berdua menimati angin pantai. Mulut mereka terus saja mengunyah campuran buah pinang, bunga sirih jantan dan bubuk cangkang kerang. Dalam benak saya, inikah yang namanya bahagia kerena mereka sedang menikmati pesona indahnya alam dari Raja Ampat. Pulau Saonek adalah tujuan untuk mengulik ada apa saja di ibu kota Raja Ampat sebelum pindah ke Waisai saat pemekarang dan pisah dengan Sorong.
[caption id="attachment_355790" align="alignnone" width="640" caption="Long boat yang membawa saya menuju Saonek (dok.pri)."]
Long boat 15Pk meraung-raung membilah ombak yang bergulung dari arah selatan. Berangkat dari pelabuhan nelayan di Waisai yang berdekatan dengan pantai WTC. Perahu mulai menyisir menuju perairan tenggara sebelum lalu menuju selatan. Loang boat menjadi moda transportasi yang murah dibandingkan dengan naik speed boat. Saya duduk di ijung perahu yang terbuat dari gelondongan kayu utuh sambil terus memandang sisi kanan berupa hutan bakai pulau Waigeo.
GPS yang selalu terpasang di selendang tas ransel saya menunjukan kecepatan perahu ini sekitar 15km/jam dan berjalan lurus menuju arah selatan. Pulau Saonek mondie, atau Saonek kecil sudah kami lewati. Di depan sudah terlihat pulau dengan pemancar BTS dan kubah masjid yang menjulang tinggi. Benar saja, itulah pulau Saonek yang akan saya tuju. Butuh waktu sekitar 40 menit untuk sampai mencapai pulau ini, dan harga yang terbayar lunas untuk menyaksikan pesona alamnya.
[caption id="attachment_355792" align="alignnone" width="640" caption="Peta Pulau Saonek (osm.org)."]
Kami tidak turun di dermaga, karena juru mudi menurukan kami langsung di pantai dengan pasir putuhnya. "Sraaaak..." suara ujung dasar perahu menggesek pasir dan kamipun berloncatan menuju daratan. Udara pantai yang menyejukan. Lambaian daun-daun Ketapang, Cemara Laut menyambut kami dan menjadi peneduh yang melindungi dari sengatan mentari.
Kaki mulai melangkah menuju pesisir sisi barat untuk melihat ada apa saja di sana. Beberapa penduduk nampak bermalas-malasan di atas balai-balai sambil menikmati semilir angin laut. Beberapa nampak sedang memperbaiki perahu dan jaring. Ada juga yang sibuk mengasuh anak-anak yang tak mau lepas dari gendongan ibunya. Senyum sapa ramah mereka membuat kami diterima di pulau indah ini.
[caption id="attachment_355794" align="alignnone" width="640" caption="Seorang anak sambil meminum susu, melepas ayahnya yang pergi melaut (dok.pri)."]
Saya berjalan menuju tengah perkampungan. Rumah-rumah berjajar rapi dengan beraneka macam bentuk rumah. Jalan dibaut berpetak-petak layaknya perumahan modern. Benar saja, inilah ibu kota 12 tahun yang lalu. Uniknya di sini tidak ada kendaraan roda empat, dan hanya ada sepeda motor saja. Kampung yang sepi menjelang tengah hari. Anak-anak masih di sekolah, orang tua masih di laut atau sedang beristirahat sebelum berangkat melaut,
[caption id="attachment_355795" align="alignnone" width="640" caption="Masjid megah yang menjadi ijon pulau Saonek (dok.pri)."]