Di jalan raya, semua serba di atur bahkan lebih ketat. Jika melewati pertigaan atau perempatan, semua kendaraan wajib berhenti "tengok kiri hitung 7 detik, tengok kanan hitung 7 detik, tengok kiri 3 detik, clear baru jalan" saya memperhatikan kepala pak Molet yang memperagakan bagaimana SOP di persimpangan jalan. Ada tidaknya kendaraan di jalan, semua harus berhenti jika tidak tunggu saja panggilan dari pengawas jalan raya yang selalu memantau 24 jam lewat CCTV.
Petugas pengawas jalan raya selalau memantau mobiltas kendaraan, baik melalui CCTV, patroli di jalan hingga bersembunyi di semak belukar. Ada kisah menarik dari pak Gede Artyasa yang bertugas bagian dokumentasi. Dia melajukan kendaraan di kecepatan 40 km/jam, begitu masuk di area 30 km/jam laju kendaraan masih di atas 40 km/jam, walaupun akhirnya turun di 30 km/jam. Datanglah petugas PJR menilangnya yakni dengan denda dan pencabutan ijin mengemudi selama 3 bulan, maka sejak itulah dia memiliki sopir pribadi kemanapun pergi dan temannya hanya bisa menggerutu.
[caption id="attachment_394737" align="alignnone" width="640" caption="Kawasab wajib helm, kacamata pelindung dan sepatu safety, tanpa itu jangan harap bisa masuk (dok.pri)"]
"jangan lupa ID card" kata pak Fajri selalu mengingatkan kami agar tidak lupa dengan kartu pengenal kami. Kartu ini ibarat kunci hidup dan nyawa kami selama di pertambangan. Dari mulai makan, ruangan kerja, massuk area tertentu hingga keluar dari area tambang harus menggunakan kartu ini untuk membuka pintu. Jika sampai kartu ini hilang atau tidak terbawa maka bisa menjadi gelandangan di pertambangan, alias tidak bisa makan dan pulang. Suatu saat kartu teman saya hilang, sehingga dia terancam tidak bisa sarapan. Untung saja dia memiliki foto sehingga bisa diberikan petugasnya untuk memasukan secara manual. Kisah ini berakhir manakala kembali ke camp site, ternyata ID cardnya masih menpel di tirai jendela. Saya baru ingat pagi itu saya menarik tirai dan ID card tergulung di dalamnya, sehingga teman tidak tahu. Pak Molet sebagai pendamping kami mengelus dada lega "sampai hilang saya bisa nebus 500 ribu".
Untuk soal keselamatan yang menjadi prioritas adalah harga mati. Kami bak seperti teman-temannya Ultraman dalam serial superhero, kemana-mana harus memakai kacamata dan helm. Tanpa ID card, kacamata, helm dan sepatu tambang kami tidak diperbolehkan kemana-mana. Bisa dibayangkan ada orang kecing sambil memakai helm, bahkan sedang mencendok nasi tetap helm dikenakan, kembali pada soal keselamatan.
Akhirnya keseharian kami dipertambangan berakhir sudah. Bus yang menjemput kami untuk mengantarkan ke pelabuhan sudah datang. Sesaat sebelum bus berangkat sopir mengintakkan kami untuk mengenakan sabuk keselamatan. Sebagian dari kami mengikuti instruksinya sebagain sudah mengabaikannya "kan sudah mau pulang" kata teman saya, sementara tubuh saya sudah terikat. Sesaat sebelum bus berjalan sopir menekan klakson 2 kali lalu berjalan pelan. Tetiba bus berhenti di jalan karena ada teman kami yang berdiri dan berjalan di lorong bus. Wajah sopir agak sedikit menahan marah sambil berkata "tolong kembali ke tempat duduk, nanti saya yang kena pelanggaran".
Kembali bus berjalan, sembari saya berbincang dengan teman yang di selah saya. Kami membincangkan tentang kedisiplinan di jalan terutama dengan PJR yang sembunyi-sembunyi untuk memantau kendaraan yang lewat. Tangan saya menunjuk "itu petugasnya ya yang membawa pistol laser itu" tanya saya dan teman saya menjawab "iya itu iya petugasnya". Lalu petugas PJR mengentikan bus kami dan tak dinyana petugasnya masuk dalam bus. "Maaf kami periksa sabuk pengamannya...!" kata petugas PJR. "klik.. klak..klak..klak.. klak..." terdengar berisik para penumpang bus mengenakan sabuk pengaman.
[caption id="attachment_394739" align="alignnone" width="640" caption="Apapun yang terjadi, tetap harus sesuai dengan SOP (dok.pri)."]
Ada yang mengatakan, aturan dibuat untuk dilanggar. Coba sekali saja melanggar di sini, bisa fatal akibatnya. "Mana sabuk pengamannya dan tolong buka tas penutupnya" kata petugas menunjuk sabuk keselamatan teman yang duduk di samping saya. "hayoo tidak di kunci ya... cuma di silangkan saja" kata petugas menunjuk sabuk pengaman teman saya yang tidak terpasang. Langsung tanpa ragu petugas PJR mencatat ID Cardnya dan penumpang lain yang tak mengenakan sabuk pengaman. Kesalahan utama langsung dilimpahkan ke sopir yang seharusnya mengingatkan penumpangnya, namun kami mengakui "pak... pak sopir sudah memberi tahu, cuma kami yang bandel pak... lagian kami juga mau pulang" kata teman saya, "ya sudah... lain kali harus dikenakan untuk keselamatan kalian" kta petugas PJR.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H