Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kisah Penyintas di Pantai Siung

17 Februari 2015   18:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:02 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kembali saya menyusuri tebing-tebing Pantai Siung yang dibagi menjadi beberapa blog. Blog-blog sesuai abjad huruf ini menunjukkan lokasi pemanjatan, dan yang terkenal adalah sebuah blog yang memiliki ikon kuda laut. Konon tebing inilah yang memiliki tingkat kesulitan tinggi di mata pemanjat, selain ornamen kuda laut yang terukir  di atas sana. Tangan ini ternyata gatal juga. Sebuah tas berisi peralatan panjat, terpaksa harus keluar untuk sedikit mencoba jalur yang mudah, ternyata tak semudah yang kami perkirakan. Beberapa kali jatuh, naik lagi, dan jatuh lagi. Rasa frustasi dan tenaga yang menipis, kembali membuat kami segera menggulung tali.

Ikan goreng dengan lalapan daun pepaya dan segelas teh hangat menemani kami untuk berbincang dengan mBah Wasto. Sesosok lelaki dengan kerut wajah, menapak usia yang sudah senja, namun tetap bersemangat untuk bercerita. Tahun 70-an saat tempat ini belum berpenghuni dia sudah mulai 'babat alas'. Dia menceritakan sebagai salah satu abdi dalem keraton, harus siap ditempatkan di mana saja. Sisi timur Pantai Selatan menjadi tempat dia mengabdi dengan beragam suka-dukanya menjadi seorang abdi dalem.

Kisah-kisah hidupnya yang sederhana, penuh dengan halang rintangan dengan segala keterbatasan membuat dia 'sumeleh, berserah pada Gusti Allah dan alam". Konon sebagai orang yang dipasrahi menjaga pantai dia harus berjalan jauh dari satu pantai ke pantai yang lain. "Tak ada jalan bukan halangan, selama ada kantong macan" sebuah pegangan mirip pintu saja milik Doraemon. Percaya tidak percaya, tetapi itulah uniknya sebuah budaya yang kadang hanya bisa dinikmati dan dikagumi hanya lewat cerita.

[caption id="attachment_397516" align="aligncenter" width="358" caption="Sejenak berbincang dengan sesepuh di pantai Siung, yakni mBah Wasto (dok.pri)."]

14241463781220605829
14241463781220605829
[/caption]

Pantai Siung memang salah satu pantai yang aksesnya cukup sulit. Tidak ada listrik, sinyal acap kali menjadi kendala bagi mereka yang benar-benar tergantung, tetapi tak masalah bagi mBah Wasto dan keluarga karena sudah terbiasa. Tak terasa, obrolan siang ini harus berhenti karena harus melanjutkan perjalanan, "mbah ada kantong macan," sergah saya dan beliau pun terkekeh.

Video ada di SINI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun