"Baiklah!" Siswanto pun turut menceburkan diri.
Â
Rekan lain pun akhirnya turut larut dalam kegembiraan, kembali menginjak tanah Indonesia. kedelapan disertir Angkatan Laut Kerajaan Belanda itu sesaat meluapkan penat dan letih nya dengan berenang di sekitar perahu nelayan yang mereka tumpangi.
Â
Kala itu Awal Oktober 1945. Pasukan Sekutu sudah melakukan pendaratan di berbagai pulau di Indonesia. di Sumatera, Pasukan Sekutu sempat singgah di Pulau Wee untuk kemudian menguasai Kota Medan dan Palembang. Hal ini menyulitkan Prapto dan rekan-rekannya untuk menuju langsung ke Jakarta yang menjadi tujuan utama mereka. Karena, tidak ada kapal yang menuju ke arah selatan. Para nelayan tidak mau mengambil resiko membawa kapal ke arah Medan atau kota lain, karena keberadaan Pasukan Sekutu di sana.
Â
Setelah 3 malam berupaya, mereka memutuskan ikut perahu saudagar dari Kedah di semenanjung Malaka. Cukup semalam perjalanan laut, mereka tiba di Kedah. Di sana mereka menggunakan jalan darat menumpang truk penduduk menuju Johor.
Â
Menggunakan perahu nelayan, Prapto dan rekan menyeberang ke Pulau Bintan. Setelah 3 hari di Pulau Bintan, mereka menemukan perahu saudagar yang akan menuju Pulau Belitung. Mengetahui mereka adalah personil Angkatan Laut Belanda yang menyeberang ke pihak Republik. Seorang saudagar sangat senang dan mengajak mereka ikut kapalnya. Turutlah mereka ke Pulau Belitung. di Pulau Belitung, saudagar tadi mengajak Prapto untuk menemui nelayan yang berasal dari Pulau Jawa. Merekapun akhirnya diantarkan ke Jakarta.
Â
Nelayan dan saudagar Nusantara, pada masa Perang Kemerdekaan kerap menjadi mata-mata dan jembatan logistik di laut bagi Indonesia.