THE HAZARD OF DECOMPRESSATION TO DIVERS
Â
Abstrak,
Kejadian akibat dekompresi di dunia kerap menyebabkan kefatalan atas diri penyelam. Berbagai faktor menyebabkan hal ini. Demi mencegah kondisi ini, setiap penyelam harus memiliki persiapan baik. Menganggap mudah dan merasa berpengalaman adalah hal yang harus dihindari pada setiap aktifitas penyelaman. Air bukanlah habitasi normal manusia adalah faktor utama yang menjadi pegangan. Ketika menghadapi situasi darurat di bawah permukaan air, seorang penyelam harus tenang dan tidak panik. Berenang ke atas permukaan adalah satu-satunya solusi dengan memperhatikan waktu dan kedalaman penyelaman.
Kata kunci : Dekompresi, kedalaman penyelaman
Â
Abstract,
Events due to decompression in the world often cause fatalities for divers. Various factors cause this. In order to prevent this condition, every diver must have good preparation. Taking it easy and feeling experienced are things that should be avoided in any diving activity. Water is not normal human habitation is the main factor that holds. When facing an emergency situation underwater, a diver must remain calm and not panic. Swimming to the surface is the only solution with respect to time and depth of dive.
Â
Keywords : Decompression, diving depth
PEDAHULUAN
      Senin, 29 Oktober 2018 merupakan hari kelam bagi penerbangan komersial tanah air. Pagi itu, salah satu armada terbaru milik maskapai penerbangan swasta nasional bernomor kode penerbangan JT-610 hilang kontak dengan Air Traffic Contor-ATC bandara Internasional Soekarno-Hatta sesaat setelah menyatakan keadaan darurat dan minta ijin melakukan prosedur RTB (Return to Base) setelah mengudara sekitar 13 menit (Pukul 06.33 wib). Pesawat itu berisikan 181 orang, terdiri dari 124 laki-laki, 54 perempuan, 1 anak-anak, dan 2 bayi (Kompas, 2018). Pukul 06.50 wib Badan Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas menerima berita hilang kontak dan segera melakukan aksi pencarian.
      Berbagai komponen negara yang memiliki kemampuan penyelaman dikerahkan termasuk diantaranya Dinas Penyelamatan Bawah Air Komando Armada I (Dislambair Koarmada I) yang menerjunkan tim yang kala itu dipimpin langsung oleh Kadislambair Kolonel Laut (E) Monang Sitompul. pencarian simultan dilakukan hingga pada hari rabu, 31 Oktober berkat kemampuan sonaring KRI Rigel-933 letak ordinat pesawat di lokasi kejadian berhasil dideteksi (Detik News, 2018), pukul 10.30 wib kontak visual secara langsung terhadap sisa keping pesawat berhasil dilakukan oleh personel penyelam dislambair yang melakukan kegiatan pengecekan atas titik yang diberikan KRI Rigel-933.
      Proses evakuasi korban kemudian secara simultan dilakukan hingga pada hari jum'at sekitar pulul 16.30 wib terjadi sebuah musibah. Syachrul Anto (48 tahun) seorang penyelam profesional yang turut bergabung dengan tim evakuasi mengalami kecelakaan penyelaman. Syachrul Anto sendiri merupakan anggota Indonesian Diver Rescue Team, sebuah organisasi penyelaman profesional swasta yang bergerak dibidang rescue atau penyelamatan (Syafrudin dalam BBC News Indonesia, 2018). Setelah sempat dievakuasi ke RSUD Kodja, malam itu Syachrul Anto dinyatakan meninggal oleh ketua satuan tugas SAR, Kolonel Laut Isswarto dengan penyebab dekompresi.
      Dekompresi sendiri adalah sebuah keadaan yang menyebabkan kelainan dalah sistem pernafasan manusia akibat pelepasan & pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut dalam darah/jaringan akibat penurunan tekanan udara sekitar secara tidak normal. Faktor penyebabnya (pada dunia selam) tekanan udara tidak atau terlambat diturunkan ke tekanan udara normal paru-paru pada sebuah aktifitas penyelaman lebih dari 10 meter (Kwandou, 2016)
      Mengingat bahayanya kondisi dekompresi bagi seorang penyelam, naskah ini disusun
Masalah dan Pembahasan
Masalah
      Permasalahan terkait dekompresi pertama diketahui oleh seorang ahli sisiologi berkebangsaan Perancis bernama dr. Paul Bert tahun 1876. Kala itu, beliau melihat penyakit yang terjadi pada para pekerja di terowongan bawah tanah dengan keluhan nyeri hebat dikepala dan sesak di dada. Dalam pemeriksaan lanjut, ditemukan kadar (gelembung) nitrogen dalam tubuh (Jalul, 2007). Saat, dr. Paul Bert menarik sebuah kesimpulan bahwa hal ini terjadi akibat cara dekompresi yang salah ketika para pekerja kembali ke atas permukaan tanah.
      Di bidang penyelaman, secara umum terdapat 3 metode penyelaman yaitu: breath-hold diving, ''bounce'' diving with breathing apparatus, dan saturation diving.Breath-hold diving (Lezett, 2008). Metode pertama, adalah metode penyelaman terbanyak menyebabkan kelainan akibat dekompresi. Berdasarkan sumber DAN-Divers Alert Network, antara tahun 1994 hingga 2003 tercatat kasus penyelaman terkait masalah dekompresi berat sebanyak 131. Dari angka ini hampir keseluruhan menyebabkan kefatalan (98 %) dengan korban terbanyak pria dewasa-88 % dari korban fatal (Pollok, 2006).
      98 % kefatalan merupakan angka yang sangat mengerikan dan menjadi bahaya yang mengancam jiwa setiap penyelam. Kasus kejadian yang mengakibatkan wafatnya Syahrul Anto saat evakuasi korban pesawat dengan nomor penerbangan JT610 adalah salah satunya. Dekompresi, ketika terjadi dan tidak dilakukan upaya cepat, maka kematian menjadi pintu akhir di hampir keseluruhan kasus.
Pembahasan
      Menyelam merupakan sebuah aktifitas yang dilakukan seseorang di bawah permukaan air. Aktifitas ini dapat dilaksanakan tanpa alat bantu pernafasan dan/atau dengan menggunakan alat bantu. Berdasarkan kedalaman aktifitas, menyelam dibagi menjadi 3 kelompok; penyelaman dangkal, yaitu aktifitas penyelam yang dilakukan pada kedalaman kurang dari 10 meter; penyelaman sedang, dilaksanakan pada kedalaman penyelaman antara 10 sampai dengan 30 meter; penyelaman dalam, aktifitas penyelaman lebih dari 30 meter. Pada penyelaman kurang dari 10 meter, resiko dekompresi relatif tidak ada, hal ini terkait dengan kesamaan tekanan udara di penyelaman pada batas itu dengan kondisi normal permukaan tanah.
      Kegiatan atau aktifitas penyelaman sendiri disinyalir sudah berlangsung sejak ribuan tahun silam. Catatan arkeologis tertua mencatat, pada tahun 415 sebelum masehi tercatat tentang keberadaan penyelam pada Kerajaan Yunani kuno. Mereka adalah para prajurit yang melakukan kegiatan peyelaman dalam rangka menghancurkan dermaga di Kerajaan Sirakusa.
      Mengingat banyak faktor yang mempengaruhinya, maka kegiatan penyelaman harus diawasi dan dilakukan oleh mereka yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman tertentu saat pelaksanaannya. Pada masa kini, kegiatan penyelaman lazimnya menggunakan alat bantu yang dikenal dengan nama Scuba. Dan para penyelam kerap disebut dengan istilah Scuba Divers (Penyelam menggunakan Scuba) dan kegiatan penyelaman diseut dengan istilah Scuba Diving.
      Terkait pengetahuan, pemahaman dan pengalaman, Scuba Divers dibagi dalam 6 kelompok yang masing-masing adalah:
- Skin Diver, adalah level terendah pada kelompok penyelam. Kelompok ini memiliki kemampuan selam bebas dengan penggunaan alat selam dasar.
- One Star (A1), merupakan tahapan kedua dalam kelompok penyelam. Mereka yang masuk kategori ini adalah para penyelam yang mampu melakukan penyelaman di lingkungan terbatas dengan batas kedalaman < dari 30 kaki. Dalam melakukan aktifitas, kelompok ini wajib ditemani pasangan yang sudah berpengalaman di bidang penyelaman. Untuk mendapat medali atau sertifikat tanda kemampuan, seseorang harus melakukan minimal 3 kali penyelaman.
- Two Star (A2), kelompok ini merupakan kelompok yang dapat disebut berpengalaman. Mereka, pemegang medali Scuba Diver 3 telah mampu melaksanakan kegiatan penyelaman hingga kedalaman 60 kaki (sekitar 20 meter). Dan mampu secara mandiri melakukan kegiatan penyelaman tanpa pasangan berpengalaman.
- Three Star (A3), mereka adalah para penyelam yang sudah dapat menjadi pemandu bagi penyelam A1 dan kerap dikenal sebagai safety diver atau dive master. Para penyelam kategori ini mampu menyelam hingga kedalaman 130 kaki.
- Master Scuba (A4), mereka yang masuk kelompok ini sudah berhak mengikuti pelatihan instruktur selam dengan kemampuan minimal mengusai beberapa aspek terkait dunia penyelam (sekurangnya 3) seperti; Decompression Dive (tiruan); Wreck Dive; Night Dive; Deep Dive (lebih dari 130 feet); Recovery Dive; Drift Dive; Survey and Search Dive; Zero Visibility Dive; dan terakhir Working Dive.
- Instruktur, adalah mereka yang telah lulus pendidikan instruktur selam (Possi, 1979).
Terkait permasalahan dekompresi, penyelam penanggungjawab menghindari kondisi ini, minimal memiliki jenjang level kemampuan di tingkat ke 4.
      Penyakit Caisson, adalah istilah umum bagi penyakit akibat kondisi dekompresi. Merupakan suatu kondisi tubuh mengalami darurat saraf akibat sumbatan pada pembuluh-pembuluh darah di otak dan sumsum tulang belakang oleh gelembung gas Nitrogen. Pada kondisi lingkungan bertekanan rendah, nitrogen yang ada di dalam cairan tubuh dan jaringan dapat terlepas dan membentuk gelembung udara hal ini sesuai dengan hukum Henry tentang tekanan gas. Saat penyelam memasuki kedalaman yang menyebabkan turunnya tekanan normal, maka nitrogen yang terlarut dalam cairan dan sel tubuh meningkat. Ketika kemudian penyelam naik ke atas permukaan tanpa proses netralisir maka nitrogen terlarut tadi akan berubah menjadi gelembung. Gelembung ini dapat menekan pembuluh arteri dan vena sehingga menyebabkan penyumbatan yang dapat menyebabkan kefatalan.
      Semakin dalam aktifitas penyelaman dilakukan, semakin tinggi resiko terjadinya dekompresi yang menyebabkan penyakit Caisson. Menghindarinya, penyelam dalam setiap menit, ketika naik kepermukaan, harus berada dalam rentang kedalaman 19 meter.
Terkait kondisi serangan ringan, pemberian oksigen 100% bertekanan atau dalam chamber. Oksigen dapat mendorong gelembung Nitrogen berpindah kedalanm darah sehingga sirkulasi darah dapat kembali menjangkau bagian tubuh yang mengalami serangan. Akan tetapi, ketika tidak dilakukan pengontrolan, pemberian oksigen bertekanan dapat memberi efek pada otak.
Penanganan Keadaan darurat dalam penyelaman dan menghindari terjadinya dekompersi. Kondisi darurat dapat sewaktu-waktu terjadi di dunia penyelaman karena lingkungan tempat neraktifitas azasinya bukan lingkungan alami bagi manusia. Berbagai kemungkinan dapat terjadi meskipun persiapan sudah dilakukan decara benar dan dalam pengawasan seorang dive master. Faktor penyebab antara lain kondisi di dalam air, cuaca, kepanikan, rusak alat bantu penyelaman dan banyak lagi. Hal-hal ini harus diatasi di dalam air ketika terjadi. Sangat penting bagi para penyelam, dalam beraktivitas melakukannya minimal berpasangan, dan dalam pengawasan dive master.
Pada banyak kasus, faktor kelalaian disinyalir menjadi penyebab utama insiden di dunia selam. Akibat kematangan kerap menimbulkan kelengahan yang berakibat kefatalan.
      Kondisi umum yang menyebabkan dekompresi berawal dari Oksigen Habis atau masalah lain terkait aliran oksigen dari alat bantu penyelaman. Hal terbaik untuk antisipasi adalah dengan membawa tabung cadangan pada setiap aktivitas penyelaman. Akan tetapi, jarang dan langka penyelam membawanya, terutama pada penyelaman rekreasi. Menghadapi situasi ini, langkah awal adalah tidak panik. Jika penyelaman dilakukan secara bersama, segera memberitahu situasi ini kepada rekan sesama penyelam dan kemudian bergantian memanfaatkan sisa ketersediayaan oksigen dari rekan sesama penyelam. Dalam kondisi ini, aktifitas penyelaman harus dihentikan dan kedua penyelam yang berbagi okesigen harus naik perlahan ke permukaan. Kegiatan berbagi oksigen ini dikenal dengan istilah BB-Buddy Bhreathing.
      Apabla kondisi habis oksigen dialami dan tidak ada penyelam yang berdekatan, langkah awal tetap tidak panik. Segera lihat penunjuk kedalaman dan ingatlah satu hal, 1 menit maksimal 19 meter. Mencegah terjadinya kefatalan adalah naik ke permukaan dengan setiap satu menit tidak lebih kenaikan kepermukaan lebih dari 19 meter. Prosedur dilakukan dikenal dengan istilah Emergency Swimming Ascent (ESA). Tekniknya naik kepermukaan perlahan dengan terus menghembuskan nafas agar paru-paru tidak mengalami kondisi mengembang tidak terkontrol.
      Teknik lain namun sangat beresiko adalah Buoyancy Ascent (BA). Sangat tidak dianjurkan pada penyelaman lebih dari 30 kaki dilakukan. Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan teori bouyancy dimana azasinya Berat Jenis tubuh manusia lebih rendah dari Berat Jenis air laut. Bounyancy atau daya apung dapat membuat tubuh dengan sendirinya naik kepermukaan namin sangat berbahaya ketika prosedur ini menyebabkan tidak terkontrolnya laju kenaikan ke permukaan air.
      Mengatisipasi situasi habis oksigen, perlu kiranya dilakukan latihan-latihan dalam pengawasan seorang instruktur untuk setiap orang yang memiliki kegemaran melakukan kegiatan penyelaman.
      Metode pencegahan dekompresi dalam penyelaman normal. Hal ini dikenal dengan istilah "Decompression Stop". Penyelam saat naik ke atas permukaan pada penyelaman kedalaman tertentu, diharuskan melakukan pemberhentian di titik tertentu pada kegiatan naik kepermukaan air. Secara umum patokannya adalah dekompresi yang dilakukan pada 10 kaki diawal penyelaman. Pada kedalaman 30 kaki waktu penghentian untuk dekompresi 1/3 waktu dekompresi di kedalaman 10 kaki. Kemudian penyelam naik kepada level 20 kaki kedalaman. Waktu dekompresi sama dengan waktu dekompresi di kedalaman 10 kaki. Hal yang sama kembali dilakukan di kedalaman 10 kaki, penyelam melakukan dekompresi dengan waktu yang sama dengan saat awal kegiatan. terkait kegiatan penyelaman, diatas permukaan harus selalu disediakan tabung untuk reverse.
Prosedur giat standar pada sebuah aktifitas penyelaman adalah suatu standar prosedur yang sebaiknya dilakukan. Prosedur ini bertujuan mencegah faktor resiko penyelaman. Adapaun secara sederhan prosedur penyelaman antara lain :
- Briefing. Briefing atau pengarah seyoyanya menjadi bagian pokok pada sebuah aktivitas penyelaman. Pada saat itu dilakukan penjelasan atau pengarahan terkait setiap aspek giat yang akan dilakukan. Kegiatan ini diakhiri pengecekan seluruh alat bantu selam dan doa.
- Entry dan Exit. Tehnik entry tidaklah dapat dipakemkan pada satu metode. Poin utama yang yang harus dipegang adalah menghindari kejadian trauma saat masuk air dengan mengurangi friksi antara tubuh dengan permukaan air. Ketika tiba di permukaan air beristirahatlah sejenak dengan mengapung seraya melakukan cek kesiapan alat kembali.
- Exit, pada saat akan keluar dari air, upayakan berhenti dahulu di atas permukaan air sebelum naik ke atas kapal. Lepaskan alat bantu penyelaman yang kemungkinan mengganggu gerakan tubuh saat naik ke atas kapal dari permukaan air. Angsurkan alat yang tadi dilepas kepada rekan atau petugas yang ada diatas kapal. Setelah itu, baru naik dengan perlahan dan hati-hati menghindari kemungkinan cidera.
- Adaptasi, sesaat setelah masuk kebawah air, lakukan kegiatan adaptasi. Sekali lagi pastikan keamanan alat bantu yang digunakan dan perhatikan dengan sangat ketersediaan oksigen dalam tabung.
- De-briefing, merupakan kegiatan pasca penyelaman. Disini penting dilakukan pertukaran informasi antar penyelam terkait hal apa saja yang ditemui dan terjadi pada penyelaman. Sangat baik jika setiap penyelam memiliki "Diver Log Book" (Possi, 1980), tujuannya agar mereka memiliki catatan atas setiap aktivitas yang telah dilakukan dan sebagai pengingat segala kejadian agar terhindar dari sifat menganggap mudah. Harus selalu ditanamkan dalam benak masing-masing penyelam bahwa air bukanlah habitasi alami manusia.
KESIMPULAN
      Dekompresi dapat menyebabkan kefatalan terhadap penyelam, untuk itu diperlukan latihan kontinyu kepada siapa saja pelaku kegiatan selam demi mencegah terjadinya hal ini. Sikap arogan dan menganggap remeh adalah sifat yang tidak boleh dimiliki seorang penyelam.
REFERENSI:
BBC News, (2018). Lion Air JT610: Seorang Penyelam Meninggal Dalam Proses Evakuasi. BBC News.com, diakses 4 Maret 2023
Detik News, (2018). 25 Personel TNI Lanjutkan Pencarian Korban Lion Air JT 610. Detik news.id, diakses 4 Maret 2023-03-04
Jallul, S. Osman, A. And El-Masry, W (2007). Case Report, Cerebro-spinal decompression sickness: report of two cases. UK. Spinal Cord
Kompas News, (2018). Kronologi Lion Air JT 610 Hilang Kontak dengan ATC. Kompas News.com, diakses 4 Maret 2023
Kwandous, L. (2016). Penyakit Dekompresi. Bahan Ajar Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Linggayani, N. M. (2017). Penyakit Caisson pada Penyelam. Journal Agromed Unila 2017
Levett, D (2008). Bubble trouble: a review of diving physiology and disease. London: group.bmj.com, diakses 4 Maret 2023-03-05
Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia, (1980). Persyaratan & Persatuan Dasar Selam Olahraga Indonesia. Buku panduan
----------- (1979). Standart Instruksi Selam Olahraga Indonesia. Buku panduan
Pollock , N. W. (2006). Development of The Dan Breath-Hold Incident Database. USA: Breath-Hold Diving Workshop Proceedings.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H