Mohon tunggu...
dharma simatupang
dharma simatupang Mohon Tunggu... Guru - Guru Fisika SMK N 2 Pematangsiantar

^^Anugrah Ilahi membuat ku membumi^^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengatasi Prokrastinasi Siswa di Sekolah, Masih Ada Waktu?

27 Oktober 2021   16:26 Diperbarui: 27 Oktober 2021   20:00 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prokrastinasi | Sumber: Visualphotos 

Prokrastinasi Siswa

Prokrastinator adalah sebutan bagi orang (dalam tulisan ini: siswa ) yang sering melakukan prokrastinasi. 

Prokrastinasi secara sederhana dapat diartikan sebagai perilaku menunda pekerjaaan, menunda menyelesaikan tugas atau memang dengan sengaja baru memulai mengerjakan di detik-detik terakhir saat timeline atau batas waktunya akan tiba. Terkadang, kita bisa mengategorikan kebiasaan menunda ini sebagai tindakan irasional. 

Prokrastinasi biasanya berawal dari kebiasaan "nanti saja", "besok saja", atau "masih ada waktu" saat diberikan sebuah tugas atau aktivitas.  

Hari ini saya banyak mengulas di kelas topik prokrastinasi, karena saya tidak menginginkan siswa-siswa lebih memilih menunda pekerjaannya dulu buat nonton anime, bermain game atau aktivitas tidak berkualitas lainnya. 

Transisi dari pembelajaran tatap layar (daring) ke pembelajaran tatap muka terbatas (luring) menuntut siswa memiliki motivasi studi yang lebih tinggi lagi. 

Memang yang namanya belajar itu, dari mana saja pun harusnya bukan menjadi kendala, mau dari rumah atau tatap muka di sekolah, pilihannya adalah tetap menyelesaikan tanggung jawab belajar.  

Di sekolah masih saja ditemukan banyak keluhan dari guru terkait kondisi siswa yang banyak alasan saat ditagih penugasan. 

Bila guru menggali informasi lebih dalam, ternyata masih banyak siswa yang masih suka menunda-nunda mengerjakan tugas sekolah yang diberikan gurunya. 

Banyak waktu yang terbuang sia-sia, mengakibatkan tugas pekerjaan semakin menumpuk dan endingnya semua tugas yang terselesaikan itu tidak pernah maksimal. 

Jadi siswa prokrastinator adalah siswa yang bermasalah, awalnya merasa resah dan gelisah lalu cenderung akan mengalami stres dan tertekan.

Nah di sinilah peran serta guru atau pun orang tua untuk membantu siswa tersebut. Mau mengajari cara membangun kebiasaan positif, seperti bagaimana cara untuk memanajemen waktu dan bagaimana cara menentukan skala prioritas. 

Guru bisa memberikan tips biar tidak lagi menunda-nunda pekerjaan tugas sekolah, seperti dengan memotivasi siswa supaya memiliki percaya diri atau yakin terhadap diri sendiri, mengedukasi siswa supaya mau praktek dan jangan takut salah dan juga memberikan pemahaman kepada siswa untuk selalu semangat mengingat tujuan atau cita-cita awalnya. 

Prokrastinasi | Sumber: Visualphotos 
Prokrastinasi | Sumber: Visualphotos 

Memang tak dapat dipungkiri, semua tips yang diberikan itu tingkat keberhasilannya tentunya hanya tergantung kepada pribadi siswa itu sendiri. 

Bila siswa itu memiliki hati yang mau belajar, mau mengubah sikap, pasti dia dapat keluar dari masalah kebiasaan buruk, yaitu menunda-nunda waktu. 

Ciri-ciri Siswa Prokrastinasi

Siswa prokrastinator harus diberi pemahaman bahwa setiap orang pasti pernah melakukan prokrastinasi. Tetapi harus dilihat kenyataannya, bahwa penundaan tidak pernah membuat tugas yang ditunda-tunda itu menjadi hilang. 

Tugas itu tetap menunggu untuk ditindaklanjuti dan pada akhirnya membuat tingkat stres semakin besar karena masalah yang ditunda semakin lama akan semakin semakin menumpuk.

Nah, yang menjadi berbahaya adalah ketika prokrastinasi itu kemudian tumbuh dan menjadi kebiasaan siswa, di mana proses tumbuh dan melekatnya sering tidak disadari oleh siswa. Tahu-tahu sudah menjadi bagian dari dirinya. 

Berita baiknya adalah karena kebiasaan ini adalah hasil dari sebuah proses pembentukan, artinya hal ini pun dapat dihilangkan. 

Semua ini tentunya membutuhkan disiplin dan juga komitmen yang harus dilakukan secara konsisten untuk merekonstruksi ulang kebiasaan yang sudah menetap ini. 

Pertama, merasa butuh menunggu dan mood bagus

Hal ini bisa terjadi saat siswa merasa tidak memiliki kepentingan dengan hasil akhir tugasnya, sehingga kurang termotivasi untuk segera menyelesaikannya. 

Sejatinya siswa harus ditekankan bahwa orientasi tugas yang harus diselesaikan adalah prosesnya atau metode penyelesaiannya bukan semata-mata orientasinya pada produknya atau hasilnya. 

Proses yang menempa atau membentuk karakter siswa. Artinya jika prosesnya sudah baik dan benar, maka tentunya akan memperoleh hasil yang maksimal. 

Tidak ada salahnya orang tua, gurunya atau bahkan siswa itu sendiri memberikan reward atau hadiah ketika sudah bisa menyelesaikan sebuah tugas. 

Kedua, menganggap tugasnya kurang penting

Banyak siswa mengalami kondisi tidak tertarik dengan tugas yang diberikan gurunya. Maka di sinilah dibutuhkan kreativitas seorang guru saat memberikan penugasan. 

Sebaiknya tugas itu memperkaya khazanah berpikir siswa dan menantang. Jangan sampai, tugas yang seharusnya membuat siswa on the track belajar, malah membuat siswa menjadi malas dan merasa bosan karena tugasnya terlalu mudah.

Bahkan siswa banyak yang mengatakan alasan "lupa" saat ditagih tugasnya. Wajarlah lupa, karena siswanya merasa bahwa tugas itu tidak penting. Karena sesungguhnya alasan utama yang membuat orang bisa sampai lupa sesuatu hal adalah saat orang itu menganggap sesuatu hal itu tidaklah pentung. Jika sesuatu hal itu dianggapnya penting, tentu pastinya orang itu tidak pernah lupa. 

Ketiga, mencari alasan untuk tidak mengerjakan tugas

Untuk menemukan siswa yang berkata jujur saat ditanyakan alasan mengapa tidak mengerjakan tugas semakin sedikit. 

Banyak siswa cenderung akan memberikan "alasan bumbu" seperti tidak sempat, atau alasan lupa. Padahal alasan utamanya adalah menunda-nunda yang disengaja.

Jika ada niat untuk mengerjakannya pasti ada usaha atau jalan penyelesaian, namun jika niat tak pernah muncul, maka siswa pasti mencari-cari alasan pembenaran. 

Keempat, sibuk melakukan kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan tugas

Siswa asyik bermain game, menghabiskan waktu menonton anime, sibuk dengan hanya bermain gitar dan sebagainya membuat tugas tidak tersentuh. 

Siswa melakukan kesibukan tidak berkualitas, biasanya karena hatinya tidak tertawan kepada sesuatu hal (boleh tugas atau cita-citanya) yang membuatnya selalu termotivasi kuat untuk mendapatkannya. 

Siswa harus sadar bahwa yang namanya belajar atau mengerjakan tugas adalah suatu keharusan bukan pilihan yang bisa direspon atau tidak. Sehingga yang dinamakan belajar mandiri (berinisiatif untuk memperkaya pemahaman) dan juga belajar terstruktur (mengerjakan sendiri tugas yang diberikan guru) harus sudah menjadi gaya hidup seorang siswa. 

Menunda mengerjakan tugas yang seharusnya bisa diselesaikan saat ini bisa mengakibatkan hasil dari pekerjaannya menjadi kurang maksimal. 

Namun siswa bisa menghindari sikap menunda-nunda dengan menyelidiki terlebih dahulu sebenarnya hal apa yang menjadi akar masalahnya dan menemukan solusi memadai. 

Berikut ini adalah beberapa alasan umum yang mendasari siswa menunda mengerjakan tugasnya. 

1. Drama
Siswa merasa senang ketika menunda sesuatu dan menyelesaikannya pada menit-menit terakhir karena siswa akan merasa seperti berjudi melawan peluang.

2. Takut gagal
Siswa berpikir bahwa tugas tersebut dapat diselesaikan dengan lebih baik apabila memiliki lebih banyak waktu, sehingga siswa menunda untuk mengerjakannya agar punya alasan apabila tugas tersebut tidak berhasil dikerjakan.

3. Perfeksionis
Siswa selalu memaksakan diri untuk menyelesaikan tugas dengan sempurna sehingga ketika siswa tidak bisa memenuhi ekspektasinya, maka motivasi untuk memulai mengerjakannya juga hilang. 

4. Tugas tampak membingungkan
Karena tugas terlalu besar dan juga susah, sehingga siswa tidak tahu harus memulai dari mana.

Pernahkah siswa menyesal atas perilaku menunda mengerjakan tugas tadi? Pasti sering. 

Penundaan mengakibatkan penyesalan. Mengapa kita tidak boleh menunda ? Karena kita tidak berkausa atas hari esok. Kita tidak tahu apa yang bakal terjadi di hari esok. Karena itu selagi ada kesempatan, lakukanlah.

Ternyata bukan cuma kegelisahan dan juga penyesalan, menunda juga membuat pekerjaan kurang optimal, cenderung ala kadarnya alias yang penting ada. 

Hasil yang tidak optimal berakibat pada kurangnya kepuasan, dan perlahan-lahan memunculkan keraguan atas kemampuan diri sendiri. 

Jika sudah seperti ini, jelas sekali bahwa menunda pekerjaan tidak baik bagi kesejahteraan jiwa siswa.

Sebaiknya siswa segera menunda untuk menunda-nunda ! 

Di akhir ulasan itu, siswa bertanya, "Bagaimana caranya pak, biar tidak menunda-nunda lagi?"

Sederhana saja...

Berhentilah merasa bahwa kamu masih punya waktu! 

Kerjakan! Sekarang!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun