Ketidakadilan sosial, represi, dan kekerasan yang terjadi dalam suasana kediktatoran dapat menyebabkan gangguan emosional, stres, kecemasan, dan bahkan trauma, secara individual maupun kemasyarakatan.
Selain itu, perilaku diktator dapat menghancurkan demokrasi, progresivitas sosial, dan stabilitas politik suatu masyarakat dan/atau negara.
Dengan menindas kebebasan berpendapat, mengontrol media, dan meredam oposisi, diktator menciptakan lingkungan yang tidak memungkinkan pertukaran ide yang bebas, kolaborasi, dan partisipasi publik yang sehat. Hal ini menghambat perbaikan kesejahteraan sosial, inovasi, dan perkembangan pemikiran, bahkan spiritualitas.
Munculnya perilaku diktator, disebabkan oleh banyak faktor, baik dari individu diktator itu sendiri, maupun faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya. Berikut ini ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap munculnya perilaku diktator:
Keinginan kuat untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Sekarang ini, makin banyak individu-individu yang memiliki ambisi besar, untuk mengendalikan orang lain dan mengejar kekuasaan yang absolut, melalui banyak cara, seperti: membuat peraturan yang mengebiri kebebasan, mendirikan organisasi formal, di dalam organisasi yang juga formal, membuat pengurus tandingan, dan lain sebagainya.Â
Mereka-mereka ini mungkin merasa superior atau memiliki hak istimewa yang membenarkan dominasi mereka, atas orang lain. Dorongan ini dapat memicu perilaku diktator untuk mencapai tujuan mereka.
Kehilangan legitimasi secara politik. Terkadang, diktator muncul ketika terjadi kekacauan politik, ketidakstabilan, atau ketidakpuasan yang meluas dalam masyarakat. Mereka berusaha memanfaatkan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan dan menawarkan stabilitas atau solusi.
Lingkungan politik yang otoriter. Perilaku diktator juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan politik yang otoriter atau otoritarianisme, yang melekat dalam sistem politik dan budaya.Â
Jika terdapat tradisi otoriter dan sejarah kelompok yang menggunakan kekerasan, dan manipulasi untuk mengendalikan kekuasaan, maka individu-individu tertentu dapat tertular, tertarik dan terinspirasi untuk mengikuti jejak tersebut.
Ketidakmampuan menerima kritik dari kelompok formal maupun non formal. Beberapa individu yang cenderung diktator memiliki kesulitan dalam menerima kritik. Mereka memiliki kecenderungan untuk merasa lebih pintar, lebih berhak, dan tidak membutuhkan input atau perspektif dari orang lain. Hal ini dapat memicu perilaku otoriter yang menindas kebebasan berpendapat dan mengontrol informasi.
Pergaulan dengan lingkungan yang mendukung perilaku diktator. Individu yang memiliki kecenderungan diktator seringkali dikelilingi oleh orang-orang yang mendukung, yang akan memperkuat sikap dan pandangan mereka. Mereka mungkin mendapatkan dukungan dari kelompok lain, seperti: militer, polisi, atau elite politik, yang mendapatkan manfaat dan keuntungan dari perilaku diktator tersebut.