Mohon tunggu...
Adi Darmawan
Adi Darmawan Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah bahasa Inggris, peminat bahasa-bahasa, hidrologi, dan geografi

Dengan belajar bahasa asing, sudut pandang bangsa lain dapat dipahami. Dengan belajar hidrologi, keseimbangan dan ketidakpastian alam dihayati. Dengan belajar geografi, perbedaan di muka bumi disyukuri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buya Syakur dalam Silang Kepentingan: Melepas Kepergian Sang Mursyid Sufi Rasional

25 Januari 2024   23:16 Diperbarui: 26 Januari 2024   08:33 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di jenjang ini, Abdul Syakur Yasin menulis disertasi berjudul Al-Mafahim al-Balaghiyah 'anda 'Abd al-Qadir al-Jurjani (Terminologi Retorika menurut Abdul Qodir Al-Jurjani) di bawah bimbingan Prof. Abdus Salam al-Musaddi. Pendidikannya yang lebih ke Sastra Arab dibandingkan ke Agama Islam ini berperan penting dalam caranya mempelajari dan mengajarkan kitab-kitab agama Islam di masa depan, yaitu dengan pendidikan linguistik: bahwa kata-kata berbeda di dalam Al-Qurn yang sering dianggap sinonim, ternyata punya arti dan maksud yang berbeda.

Di sela-sela masa studinya di Tunisia, Abdul Syakur mengikuti minatnya belajar seni penulisan dialog teater di Inggris hingga lulus. (Ada yang bilang ia kuliah di Oxford, tapi dalam salah satu video ceramahnya, Buya Syakur mengatakan bahwa ia lama di London, jadi bukan Oxford.) Kembali ke Tunisia, Syakur tidak bisa melanjutkan disertasinya, antara lain karena Profesor al-Musaddi, dosen pembimbingnya, diangkat menjadi Duta Besar Tunisia untuk Liga Arab, kemudian untuk Arab Saudi, setelah sebelumnya bertugas sebagai Menteri Pendidikan Tinggi dan Riset Ilmiah. Maka di tahun 1991, 13 tahun setelah mulai kuliah di Tunisia, Syakur bertolak ke Indonesia untuk pulang selamanya, setelah 20 tahun berkelana di Timur Tengah dan Eropa, dengan gelar akademis tertinggi Master of Arts.

"Saya tidak rela kemesraan saya dengan Allah dirusak..."

Sekembalinya ke Indonesia, Abdul Syakur bermukim di Jakarta. Dia menjadi kawan dari Munawir Sjadzali, MA, Menteri Agama saat itu. Pak Munawir yang pernah menjabat sebagai duta besar di beberapa negara Arab ini biasa mengajak Abdul Syakur ke rumahnya bila ada tamu dari negara-negara Arab bertandang, agar percakapan berlangsung dengan lebih menarik. Mereka saling cocok. Betapa tidak, di masa mudanya, Munawir telah menyesalkan kenyataan bahwa, "Masih banyak orang Islam yang ingin memindahkan begitu saja Mekkah ke Indonesia", suatu pernyataan menarik karena keluar dari pikiran seorang komandan Markas Perang Hizbullah-Sabilillah Jawa Tengah pada masa Perang Kemerdekaan itu. Sang menteri senior dan sang calon kiai ini banyak membahas masalah aktualisasi ajaran Islam, termasuk perlunya revisi terjemahan Al-Qurn, penafsiran kembali hukum Islam, dan perkara-perkara serius lainnya.

Dua tahun di Jakarta, Abdul Syakur memutuskan untuk menetap di desanya dengan didorong keinginannya untuk memajukan pola pikir masyarakat. Dia menyadari besarnya ketimpangan kemajuan antara Ibukota dengan Kecamatan Kertasemaya tempat kelahirannya, bukan hanya ditinjau dari pembangunan fisiknya, melainkan terutama sumberdaya manusianya. Meskipun desa kelahirannya ini adalah ibukota kecamatan dan dilalui jalan raya Pantura dan rel kereta api antara Jakarta dan Cirebon dan jaraknya hanya 10 kilometer dari kota terdekat, Jatibarang, 25 km dari kota Indramayu, bahkan hanya 3 jam perjalanan kereta api dari Jakarta, tetapi pola pikir masyarakatnya masih belum banyak tersentuh kemajuan. Ia tergerak untuk membangun daerahnya sesuai kemampuannya sebagai muballigh, penceramah agama. Tantangan yang diterimanya berat. Ketika ia berceramah dalam bahasa Indonesia, hadirin minta dalam bahasa Jawa Indramayu saja. Dia berceramah dengan tema-tema moderen, jama'ahnya tidak suka, inginnya menerangkan halal-haram, surga-neraka, pahala dan dosa, dan sebagainya. Akhirnya, KH Syakur membuka penampungan yang merawat orang-orang gila agar tidak berkeliaran di jalanan. (Di Jalan Raya Pantai Utara Jawa Barat ini kita bisa melihat orang-orang gila ini menyusuri jalan. Konon, mereka ini berasal dari kota lain (Jakarta?) dan dibuang oleh pihak tertentu ke persawahan tepi jalan di Indramayu.) Di antara orang-orang gila ini, ada yang menjadi sembuh setelah dirawat oleh Buya Syakur. Ia kemudian membawa anggota keluarganya (tidak gila) ke tempat Buya Syakur untuk menjadi santri. Itulah santri pertama Kiai Haji Abdul Syakur Yasin.

Pesantren Cadangpinggan didirikan yayasannya pada tahun 2000. Nama Cadangpinggan diambil dari nama desa di mana tapak pesantren itu berada, walaupun kemudian di tahun 2002 Desa Cadangpinggan dimekarkan sehingga mulai saat itu pesantren ini termasuk Desa Gedangan. (Lokasinya sangat dekat dengan desa kelahiran Buya Syakur itu sendiri, namun sejak pemekaran kecamatan, desa ini masuk Kecamatan Sukagumiwang, bukan lagi Kertasemaya.)

Seiring zaman, Pesantren Cadangpinggan makin terkenal, pimpinannya diundang berceramah dan memberikan tausiah di seantero daerah bekas Keresidenan Cirebon, juga ke daerah-daerah lain di Jawa Barat dan Jakarta. Ceramah Buya Syakur rutin disiarkan oleh stasiun radio setempat dengan jangkauan sepanjang Jalur Pantura Jawa Barat. Ia menjadi sahabat Bupati Indramayu kala itu, Irianto "Yance" Syafi'uddin.

Input sumber gambar
Input sumber gambar

Dengan memantapkan diri untuk berkhidmat bagi daerah Indramayu, Buya Syakur sangat menyadari masalah-masalah kronis di kabupatennya. Pernikahan anak, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), tingginya angka perceraian, dan pelacuran, masih menjadi kenyataan di Kabupaten Indramayu. Sebagai seorang kiai, Buya Syakur menemukan adanya ajaran-ajaran dalam khazanah fiqih Islam yang justru turut menjadi faktor terjadinya sebagian masalah sosial tersebut. Contoh: kitab-kitab kuning, yaitu kitab-kitab penafsiran ajaran Islam karya ulama klasik dari ratusan bahkan seribu tahun yang lalu, tidak menetapkan batas usia minimal seorang anak -- khususnya anak perempuan -- boleh dinikahi. Masih bayi pun boleh dinikahkan, dan boleh "dipakai" kalau anak perempuan itu gemuk. Bagaimana mungkin Tuhan Yang Maha Penyayang mengizinkan pedofilia dan merampas hak perempuan untuk menentukan masa depannya sendiri? "Saya tidak rela kemesraan saya dengan Allah dirusak oleh ajaran yang memperlakukan perempuan seperti bukan manusia." KDRT pun berdasarkan salah satu penafsiran dibolehkan. Penafsirnya lupa bahwa kata dharaba-yadhribu dalam bahasa Arab itu tidak selalu berarti memukul. Angka perceraian pun jadi tinggi gara-gara masih banyak kiai atau ustadz yang mendukung sahnya perceraian cukup dengan lisan suami saja, padahal Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 mengharuskan pengadilan agama untuk memutuskan bercerai atau tidaknya suatu pasutri, setelah upaya rujuk gagal. Pendeknya, pemikiran Buya Syakur dalam masalah-masalah yang menyangkut perempuan itu selalu membela kaum perempuan, termasuk masalah pembagian warisan, di mana ia menganggap jatah waris anak laki-laki itu dua kali lipat jatah waris anak perempuan sudah tidak relevan lagi dengan kenyataan sosiologis Indonesia zaman sekarang. Menurut Buya, di Arab pada zaman Nabi, perempuan tinggal di rumah dan tidak bekerja di maupun belanja ke pasar. Tugas mereka adalah mengasuh anak. Pekerjaan dilakukan oleh laki-laki, atau budak. Karena itu wajarlah perempuan perbandingan jatah waris perempuan hanya setengah dari laki-laki (pada masa sebelumnya, perempuan tidak mendapat hak waris). Tapi kenyataan di Indonesia adalah perempuan belanja ke pasar, bekerja di mana saja, bahkan sampai ke luar negeri, sehingga jatah waris yang sama banyaknya akan lebih adil, apalagi biasanya anak perempuan kebagian tugas mengasuh adik-adiknya, sementara anak laki-laki dibebaskan bermain di luar.

Buya Syakur mengajarkan bahwa fiqih hanyalah dugaan, sehingga bisa salah, apalagi bila diterapkan di zaman dan tempat yang konteksnya berbeda.

"Terlalu sulit bagiku untuk menyalahkan siapapun"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun