Mohon tunggu...
Dharma
Dharma Mohon Tunggu... Dosen - dosen

saya dosen, keseharian menulis dan mengajar di Bali

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

CERITA DOKTOR DHARMA DI ATAP BALI part 1

5 Januari 2025   06:24 Diperbarui: 5 Januari 2025   06:24 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Terus, apa yang membedakannya? Pola Produksi. Hal ini dengan mudah menerangkan, mengapa ada orang menganggap rimba sebagai ekspedisi kepemimpinan yang bagus. Hubungan yang sama sederhananya dengan mengetahui, apa kegiatan dasar manusia? Kerja, terus apa yang mendamaikannya? Pembagian kerja.      

“Ada sesuatu yang memuaskan emosional tentang pola produksi. Bila cara produksi ngomong tentang perjanjian kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka hubungan produksi berbicara tentang distribusi pendapatan berkeadilan. Interaksi di antara keduanya menciptakan aliran modal.”

Bali menarik bagi naluri investasi, yang menjanjikan surga sambil membuat harga barang dan jasa makin mahal. Hasrat di balik ini, nilai tukar petani lebih direndahkan dari nilai tukar pariwisata. Dengan begitu, tanah di jual.

“Dulu orang Bali menyembah patung agar panen berhasil. Kini menjual patung untuk membeli hasil panen.”  

Mengapa sebagian besar kecurigaan dituduhkan kepada tanah. Bisa saja salah. Untuk waktu yang lama, saya pikir tanah bukanlah biak kerok. Dugaan saya akurat, dalilnya sama dengan, Mengapa macet padahal jalan terus dibuat dan diperlebar? Karena kepemilikan atas kendaraan tidak di atur.  Begitu juga dengan tanah, nomor sertifikatnya mesti sama dengan nomor rekening bank, pajak, dan nomor kendaraan. Bila tidak, niscaya kelabu, tidak hangat. Untuk tidak berkata dekil.   

“Ini adalah konsep dasar di balik maraknya tanah di jual dan macetnya jalan. Mana mungkin, bahagia tatkala keakraban dengan manusia, lingkungan, dan alam gaib goyah oleh ketamakan. Sebidang tanah mengajarkan tentang kehidupan dan ketahanan.”    

Saya tidak yakin, ikatan emosional kita dengan tanah terjaga. Sebuah permohonan, mengingat perasaan tanah terluka, agar kepemilikan dibatasi. Ini realitas, yang menjadikan Bali tercebur ke dalam kotak Pandora. Tanah menangis, tidak yakin apa arti dirinya, dia yakin seberapa buruk ketidakpastian akan menghantui ke depannya.

“Betapa mengerikan, tatkala kemalangan menimpa dan semua orang berteriak. Betapa gembiranya, tatkala sebidang tanah tersedia buat cetak momen-momen indah dengan anak cucu.”  

Ada beberapa kesalahan di level pengambilan keputusan, tepatnya ada pilihan yang disengaja. Skenario terburuk, badai datanglah, niscaya penyakit berhamburan, yang tersisa hanya ‘Hope.’ Sekutu terbaik, mengubah konsep pemenuhan pribadi menjadi aksi saling balas membantu. Ini sel primitif yang berasal dari mistik kuno. Kontribusinya tulus, terpatri di setiap kerutan kening.

“Bukan rahasia lagi, harmoni merukunkan kompetisi, dan kompetisi menyehatkan harmoni. Saya rasa ini tidak cacat, karena Bali telah berlari dari ordo keperkasaan raja ke ordo kebenaran natural hingga ordo keadilan republik dan kejujuran digital.”

Ambil kendali atas hidup anda, temukan momentum penting yang menandai anda, apa yang anda inginkan, raihlah. Jadikan monumen, karena aroma tanahnya masih segar. Mentari dua belas jam mewarnai lentik jari-jemari penari dan pelukisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun