Pada tanggal 17 Agustus tahun ini kita memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75. Ibarat manusia umur negara kita sudah tak muda lagi. Raganya terlihat renta tubuhnya berkerut karena usia makin lanjut. Tentu saja energi dan sumber daya yang dimiliki semakin menyusut.
Negeri yang dijuluki zamrud katulistiwa, kini berpenduduk sekitar 267 juta jiwa. Wilayahnya terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Dahulu kala negeri ini terkenal subur makmur, potensi alam yang melimpah terukir dalam ungkapan gemah ripah loh jinawi.
Setelah melewati masa perjuangan yang panjang mengusir penjajah, pada 17 Agustus 1945 Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jejak para pendiri bangsa (founding father) untuk menentukan nasib bangsa dan tanah air kita dalam genggaman tangan sendiri. Hanya bangsa yang berani menentukan nasib di tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kokoh. Soekarno mengatakan setelah mengadakan musyawarat dengan para pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia akhirnya seia sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita. (https://id.wikipedia.org)
Bangsa Indonesia merdeka dengan cita-cita yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Cita-cita tersebut menjadi kata kunci bagi Pemerintah agar berupaya sekuat tenaga untuk mewujudkannya. Tanggungjawab pemimpin negara yang telah menerima mandat dari rakyat untuk mengelola negeri ini demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Kemerdekaan bangsa yang diwariskan oleh para pendahalu harus dimaknai sebagai amanah untuk menghadirkan kebahagiaan lahir batin bagi setiap warga negara Indonesia dimanapun berada.
Realitasnya setelah 75 tahun merdeka, kita masih mendapati beragam ketimpangan sosial yang terjadi ditengah masyarakat. Kecemasan orang tua yang tergambar setiap menjelang tahun ajaran baru karena susah memperoleh sekolah untuk kelanjutan pendidikan putra putrinya. Kesulitan memperoleh penghasilan karena terbatasnya peluang kerja dibanding warga yang memerlukan. Kebutuhan pokok yang tak terpenuhi semestinya menjadi kendala untuk menghadirkan kebahagiaan warga.
Laporan World Happiness Report 2019 menyebutkan peringkat kebahagiaan warga negara Indonesia berada di posisi ke-92 dari 156 negara di dunia. Jika dibanding dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia masih tertinggal dari Singapura (34), Thailand (52), Filipina (69) dan Malaysia (80). Kewajiban dan tantangan bagi kita, khususnya para pemimpin negeri untuk meningkatkan index kebahagiaan warga menjadi lebih baik.
Pada 2019, PDB per kapita Indonesia mencapai Rp 59,1 juta atau setara dengan US$ 4.174. Angka ini meningkat 5,5 persen dibandingkan dengan 2018 yang sebesar Rp 56 juta. Namun berdasarkan data World Bank 2019, pendapatan per kapita Indonesia masih dibawah Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia dan Thailand. Data ini mencerminkan tingkat kemakmuran di tanah air masih tertinggal dibanding negara tetangga.
Negeri ini memiliki sumber daya alam melimpah yang semestinya dikuasai oleh negara dan dikelola dengan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Modal yang sangat besar dibanding kekayaan alam yang dimiliki negara lain, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Lantas, mengapa kebahagiaan warga Indonesia masih dibawah negara tetangga? Adakah yang salah dalam mengelola negara selama ini?
Kebahagiaan akan tercipta bilamana negara dapat mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Sedangkan prasyarat kesejahteraan dapat diraih berdasarkan pada lima pilar kenegaraan, yaitu demokrasi (democracy), penegakan hukum (rule of law), perlindungan hak asasi manusia (human right protection), keadilan sosial (social justice) dan anti diskriminasi (no discrimination).