Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Doa dan Harapan

23 Mei 2020   10:10 Diperbarui: 23 Mei 2020   14:13 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengawali rangkaian kata di hari terakhir ramadan, saya ingin menyampaikan permohonan kebijaksanaan dari Kompasiana. Selama ramadan sudah tiga kali tulisan saya dihapus karena dinilai melanggar syarat dan ketentuan. Yang pertama kali saya terkejut dan tersadarkan sekaligus menerimanya sebagai pembelajaran. Namun, yang kedua dan ketiga masih menyisakan pertanyaan karena saya merasa sudah menulis sesuai dengan aturan yang ditentukan.

Saat ini terus terang saya merasa was-was sebab tinggal tersisa dua kali kesempatan. Bila terjadi pelanggaran lagi akun ini otomatis dibekukan. Jelas hal ini tidak saya harapkan. Belum genap dua bulan saya berteman dengan Kompasiana, media bagi saya untuk menuangkan ide gagasan dan ungkapan perasaan. Masa pandemi dan ramadan menjadi lebih berkesan karena saya bisa menyalurkan minat lewat tulisan.

Saya berharap Kompasiana lebih arif dalam menyikapi ragam tulisan. Seandainya ada artikel yang tidak sesuai ketentuan sebaiknya diberi catatan dan masukan ke penulisnya, sehingga bisa menjadi pembelajaran serta melakukan perbaikan.

Kompasiana laksana cahaya dalam kegelapan, jangan dipadamkan hanya karena ketidaktahuan. Kompasiana adalah harapan untuk merawat pikiran yang mencerdaskan dan mencerahkan. Terima kasih untuk Kompasiana.

Kini saya akan mulai bercerita tentang sebuah harapan dalam kehidupan. Pagi ini saya mengantar istri ke pasar Wisma Asri, Bekasi untuk belanja kebutuhan menjelang idul fitri. Hiruk pikuk suasana pasar sangat ramai melebihi hari biasanya serasa tak ada pandemi.

Lalu lalang orang berdesakan seakan tak ada jarak hingga bernafaspun serasa berebutan. Orang-orang tak peduli dengan aturan protokol kesehatan, berlomba memperoleh aneka kebutuhan untuk berlebaran. Harapan kebahagiaan menyambut idul fitri yang akan datang esok hari.

Harapan yang menjadi penyemangat bagi kita menjalani ramadan ditengah pandemi. Harapan mendapatkan keberkahan dan ampunan seperti yang dijanjikan Allah SWT. Sholat yang kita dirikan disertai harapan terjaga dari kemaksiatan. Puasa yang kita jalani dibarengi harapan dapat memperoleh predikat ketakwaan. Bahkan seluruh ibadah yang kita laksanakan tentunya disertai harapan bisa memperoleh surga-Nya.

Sejatinya apa yang membuat kita bertahan hidup di dunia ini tiada lain adalah harapan untuk mendapatkan keselamatan, kebaikan dan kebahagiaan. Harapan menjadi energi penyemangat bagi kita untuk selalu berbuat baik. Karena kita yakin setiap amal kebaikan yang kita tebarkan menjadi investasi dan harapan akan kembali kepada kita.

Setiap sedekah yang kita keluarkan akan tergantikan berlipat ganda. Janji Allah telah nyata sesuai dengan firman-Nya; “ Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (QS. Al-Baqarah: 245)

Ramadan dihadirkan oleh Allah untuk menumbuhkan harapan bagi umat manusia dalam menjalani siklus kehidupan. Setiap hari ada lebih banyak dosa yang kita perbuat daripada amal kebaikan. Setiap waktu bisa jadi banyak rahmat Allah yang kita ingkari ketimbang di syukuri.

Tanpa sadar kita menjadi manusia bebal yang terkunci hatinya dari seruan kebajikan karena polusi kemaksiatan. Maka kemudian diturunkan malam lailatul qadar di ramadan sebagai sarana pembersihan bagi yang punya kemauan. " Barangsiapa salat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharapkan pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lampau," (HR. Muslim).

Serangkaian amal ibadah yang kita tunaikan di bulan penuh berkah merupakan ikhtiar dan jalan menumbuhkan harapan. Kita bermohon kepada Allah mendapatkan rahmat dan ampunan, kita bermunajat kepada Allah berharap keselamatan dan keberkahan. Dan ujung dari semua amal dan usaha kita dalam beraktifitas dan beribadah adalah meraih mardhotillah.

“Pada hari itu banyak (pula) wajah yang berseri-seri, merasa senang (ridha) karena usahanya (sendiri), (mereka) dalam surga yang tinggi.. (QS. al-Ghasyiyah: 8-10). Allah selalu memanggil hamba-Nya yang berhati ridha. “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.” (QS. al-Fajr: 27-28).

Menggapai ridho Allah adalah harapan dan pencapaian tertinggi kita sebagi umat manusia dalam menjalani kehidupan dunia. Inilah bentuk kepasrahan totalitas yang mesti dihadirkan dalam diri sehingga apapun yang terjadi menimpa, kita dapat menerimanya dengan lapang dada.

Di awal ramadan kita berharap bisa menyambut dengan penuh kegembiraan, tapi Allah menghadirkan pandemi sehingga kita mesti mawas diri. Di akhir ramadan kita berencana merayakan idul fitri dengan mudik bersilaturahim ke sanak kerabat. Namun, situasi dan kondisi tak memungkinkan kita untuk menjalani, maka kemudian kita berserah diri.

Kebanyakan orang beranggapan lebaran seperti tak berarti jika tak mudik ke kampung halaman. Maka sejak jauh-jauh hari dipersiapkan dengan matang dan merancang berbagai hal yang bakal dijalani pada lebaran tahun ini. Pandemi membuyarkan segala rencana yang sudah tersusun rapi. Semua yang terjadi pasti ada hikmah bagi orang-orang yang mau berfikir sebab rencana Allah pasti terjadi.   

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu. (Mengapa?) Allah maha mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Albaqarah: 216).

Tiba saatnya kita akan merayakan idul fitri setelah sebulah berpuasa. Segala amal telah ditunaikan semampu kita. Semua ibadah dijalankan sesuai kesanggupannya. Sembari kita berharap rahmat dan ampunan atas dosa-dosa, tak elok kita berputus asa jikapun ada doa yang belum terkabul atau rencana yang tertunda.

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Az Zumar: 53).

Waktu terus berlalu tanpa henti, ramadan akan pergi hingga saatnya hadir kembali. Meski kita tak pernah tahu apakah umur kita sampai ramadan nanti. Mari rayakan kemenangan dengan selalu berdoa dan berharap kepada Allah agar menganugerahi kebaikan dan kemuliaan dalam hidup ini.

 “Berharaplah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan harapanmu sekalian.” (QS. Almukmin: 60). Allah SWT akan mengabulkan harapan bagi siapa saja yang berharap hanya kepada-Nya (QS. Al Baqarah: 186).

Selamat Hari Raya Idul Fitri. Taqobbalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum taqobal ya karim. Mohon maaf lahir dan batin.**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun