Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Balik Kisah 28

21 Mei 2020   21:45 Diperbarui: 22 Mei 2020   08:56 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada kesempatan kali ini saya ingin bercerita tentang apa yang ku alami di ramadan hari ke-28. Hari ini puasa yang saya jalani terasa berat sekali. Sejak pagi seusai sholat subuh badan terasa meriang, kepala pusing dan perut rasanya mual. Biasanya merasakan hal yang sama tapi tidak sampai serasa limbung seperti hari ini.

Sebenarnya sejak sahur saya sudah mengkonsumsi obat maag dan minum tolak angin karena lambung terasa kembung. Sepanjang ramadan hari ini saya merasa paling banyak minum obat-obatan, selain obat pereda sakit saya minum juga obat penurun darah tinggi.

Sampai menjelang dhuhur, badan masih terasa tidak karuan padahal udah dikerik oleh istri tercinta. Tapi rasanya masuk angin belum juga reda. Kondisi ini tentu membuat istri merasa cemas dan was-was, tapi saya coba menguatkan, insha Allah tidak apa-apa.

Selepas dhuhur saya kembali tidur sembari terapi dengan botol air panas, hal yang biasa saya lakukan jika kepala pusing tujuh keliling. Bila tidak puasa biasanya saya langsung minum obat sakit kepala berbentuk serbuk yang sudah menjadi langganan bertahun-tahun.

Sakit yang saya alami hari ini benar-benar membuat kondisi psikis yang juga ikut terpengaruh. Saya membayangkan hal-hal yang tentu saja tidak diinginkan, terlebih gejala yang saya alami rasanya seperti orang dalam pengawasan (ODP). Tanpa terasa air mata berlinang, entah karena pengaruh masuk angin atau rasa cemas yang tiba-tiba merayap dibenakku.

Saya mencoba menguatkan hati agar tetap bersabar dan tabah dari cobaan rasa sakit yang terjadi hari ini. Dalam pikiranku toh selama ramadan baru hari ini rasanya tiba-tiba badan terasa ngedrop, terlebih sudah hampir tiga bulan aktivitas keluar rumah relatif jarang saya lakukan karena menjalani work from home.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya. (HR. Muslim)

Ba’da ashar istriku memberi tahu, bingkisan untuk Bang Jali -- petugas kebersihan dilingkungan -- sudah diberikan, semoga bisa bermanfaat dan membahagiakan. Bang Jali sudah bertahun-tahun mengabdikan dirinya mengangkut sampah warga agar lingkungan senantiasa bersih terjaga.

Ia masih seperti yang dulu, bekerja ekstra keras membawa gerobak sampah yang tiap hari makin banyak isinya seiring bertambahnya warga yang tinggal di perumahan. Bang Jali adalah potret yang terkadang saya contohkan kepada anak-anak tentang arti syukur dan qonaah dalam menjalani kehidupan.

‘Tuh liat Bang Jali, sejak kamu kecil sampai sekarang udah SMA dan kuliah, Bang Jali masih setia dan pasrah mengangkut sampah, “ ucapku kepada mereka. Jadi kita mesti banyak bersyukur atas apa yang telah Allah anugerahkan kepada kita, meski kita juga melihat banyak orang yang mungkin lebih berada ketimbang kita.

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Lihatlah orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Selepas maghrib kedua anakku berbagi tugas untuk menyerahkan zakat fitrah. Sisulung membayar zakat fitrah untuk dirinya dan adiknya di Masjid Al Ikhlas. Sementara Sibungsu menuju ke Masjid Darussalam untuk menyerahkan zakat fitrah ayah dan ibunya. Sementara saya memilih tetap berada di rumah karena kondisi masih kurang sehat.

Zakat fitrah yang kita keluarkan setahun sekali merupakan proses penyucian diri yang berdimensi kemanusiaan. Zakat merupakan wujud ketaatan pada perintah Allah SWT sebagai konsekuensi pernyataan keimanan. Selain itu juga merupakan penegasan bahwa dalam islam, setiap ritual selalu mempunyai dimensi sosial yang menyentuh sisi kemanusiaan secara langsung. Zakat fitrah memiliki nilai yang spesial dibanding zakat lainnya.

Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata : Rasulullah saw telah memfardhukan zakat fithrah untuk membersihkan orang yang puasa dari perbuatan sia-sia dan dari perkataan keji dan untuk memberi makan orang miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum shalat, maka ia berarti zakat yang di terima dan barang siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat ‘Ied, maka itu berarti shadaqah seperti shadaqah biasa.

Selepas Isya telepon saya berdering, seorang teman mengabari ingin bertandang ke rumah untuk mengantarkan amanah. Saya silahkan sembari menerka-nerka apa gerangan yang mau disampaikan, terlebih ini adalah telepon pertama kali darinya. Jujur saya juga kaget karena sebelumnya jarang bertemu.

Tak berselang lama, suara sepeda motor berhenti di depan rumah. Oh ternyata ia datang untuk menyerahkan bingkisan dari Bapak, katanya. Alhamdulillah ternyata Bapak masih ingat saya meski sudah cukup lama kami tak bertemu. Memang hampir setiap tahun Bang Pepen -- panggilan akrabnya -- tidak pernah lupa memberi hadiah saat jelang lebaran.

‘Alhamdulillahil ladzi razaqoni haza min ghairi hawlin minni wala quwwatin. Allahumma barik fihi’. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rezeki ini kepadaku tanpa daya dan upayaku. Ya Allah, berilah keberkahan di dalamnya.

Akhirnya setelah berbincang sebentar, temanku meminta izin pamit karena masih ada bingkisan yang mesti diteruskan. Tidak lupa saya menitip pesan, sampaikan salam dan terima kasih pada Bapak ya, semoga Bapak sekeluarga selalu diberi kesehatan dan keberkahan dari Allah SWT. Senantiasa dilindungi dan dimudahkan dalam memimpin masyarakat Bekasi. Aamiin ya mujibasailin.

Begitulah jika Tuhan berkehendak, meski raga tak pernah bersua namun hati yang menautkan kepada siapa Allah SWT perkenankan. Sakit yang saya rasakan hari ini menjadi hikmah pembelajaran agar selalu tabah dalam cobaan. Sebab, Allah masih lebih banyak memberi rahmat dan rezeki setiap saat tanpa pernah kita sangka darimana datangnya.**

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun