Mohon tunggu...
Dhany Aprianto
Dhany Aprianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta Tahun 2021

Sebagai seorang mahasiwa yang menuntut ilmu, mencari ilmu sebanyak-banyaknya merupakan sebuah keharusan demi mendukung kelancaran perkuliahan yaitu bisa dengan membaca buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menerjang Ombak Geopolitik: Peran Strategis ASEAN melalui Diplomasi Pertahanan dalam Konflik Laut China Selatan

7 Desember 2024   18:26 Diperbarui: 7 Desember 2024   19:15 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal induk Tiongkok Liaoning dan Shandong melakukan latihan formasi di Laut China Selatan. (Source: www.benarnews.org)

Peran Strategis ASEAN dalam Diplomasi Pertahanan di Laut Cina Selatan

Laut Cina Selatan (LCS) telah lama menjadi kawasan yang strategis sekaligus penuh tantangan. Wilayah ini tidak hanya merupakan jalur perdagangan utama yang menghubungkan Samudera Hindia dan Pasifik, tetapi juga kaya akan sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi. Namun, kepentingan strategis ini juga menjadikannya medan sengketa, baik antarnegara kawasan maupun dengan aktor eksternal seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Dalam menghadapi dinamika ini, ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) memiliki peran krusial melalui diplomasi pertahanan untuk menjaga stabilitas dan keamanan kawasan.

Signifikansi Laut Cina Selatan

Laut Cina Selatan bukan sekadar jalur perdagangan strategis; kawasan ini memegang peran vital dalam ekonomi global. Setidaknya sepertiga perdagangan dunia melintasi perairan ini setiap tahunnya. Selain itu, potensi sumber daya alamnya menjadikannya salah satu wilayah paling diperebutkan di dunia. Negara-negara seperti Tiongkok, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei memiliki klaim tumpang tindih atas wilayah tersebut, yang sering memicu ketegangan geopolitik.

Bagi ASEAN, Laut Cina Selatan adalah ujian besar dalam menjaga kredibilitasnya sebagai organisasi kawasan yang mempromosikan perdamaian dan stabilitas. Ketegangan yang terus meningkat di LCS, termasuk pembangunan infrastruktur militer di pulau-pulau sengketa, telah memunculkan tantangan baru yang memerlukan respons kolektif.

Pilar Diplomasi ASEAN

Sebagai organisasi antarpemerintah, ASEAN dibangun di atas tiga pilar utama: ASEAN Political-Security Community (APSC), ASEAN Economic Community (AEC), dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). Pilar APSC menjadi landasan utama dalam upaya diplomasi pertahanan ASEAN. Melalui forum seperti ASEAN Defence Ministers' Meeting (ADMM) yang didirikan pada 2006, ASEAN berusaha meningkatkan rasa saling percaya di antara negara-negara anggota dan menciptakan mekanisme untuk menangani ancaman keamanan bersama.

ADMM-Plus, yang mencakup mitra dialog eksternal seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan Rusia, memberikan platform yang lebih luas untuk membahas isu-isu keamanan transnasional. Kerja sama dalam ADMM-Plus mencakup bidang-bidang seperti keamanan maritim, penanggulangan bencana, serta kontra-terorisme, yang semuanya relevan dalam konteks Laut Cina Selatan.

Tantangan Diplomasi ASEAN di Laut Cina Selatan

Meski ASEAN memiliki mekanisme seperti ADMM dan ADMM-Plus, upaya menciptakan stabilitas di Laut Cina Selatan bukan tanpa hambatan. Salah satu tantangan utama adalah perbedaan kepentingan di antara negara-negara anggota. Beberapa anggota ASEAN, seperti Vietnam dan Filipina, memiliki klaim langsung terhadap wilayah di LCS dan sering kali bersikap lebih konfrontatif terhadap Tiongkok. Sebaliknya, negara seperti Kamboja cenderung mendukung posisi Tiongkok, yang kerap memecah kesatuan ASEAN.

Prinsip non-interference atau tidak mencampuri urusan dalam negeri anggota lain juga menjadi kendala dalam mencapai konsensus yang kuat. Meskipun prinsip ini menjadi ciri khas "ASEAN Way", dalam situasi tertentu, prinsip ini dapat menghambat respons cepat terhadap ancaman yang mendesak.

Selain itu, pengaruh kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Tiongkok juga menambah kompleksitas situasi. Keduanya kerap menggunakan Laut Cina Selatan sebagai ajang perebutan pengaruh geopolitik, yang pada akhirnya membatasi ruang gerak ASEAN dalam menentukan kebijakan independen.

Strategi untuk Stabilitas Kawasan Laut China Selatan

ASEAN telah mengembangkan berbagai strategi untuk menangani tantangan di Laut Cina Selatan. Salah satunya adalah mendorong kepatuhan pada Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DoC), sebuah kerangka kerja non-mengikat yang bertujuan untuk mengelola sengketa secara damai. Saat ini, ASEAN juga sedang merundingkan Code of Conduct (CoC) yang lebih mengikat untuk mengatur perilaku negara-negara di kawasan tersebut.

Selain itu, ASEAN perlu memperkuat peran ADMM dan ADMM-Plus dengan fokus pada kerja sama praktis, seperti patroli bersama untuk mencegah kejahatan lintas negara di LCS. Pendekatan ini tidak hanya membangun kepercayaan di antara anggota, tetapi juga menunjukkan komitmen ASEAN dalam menjaga keamanan kawasan.

Dalam konteks kerja sama internasional, ASEAN harus memainkan peran sebagai mediator yang netral, menjaga hubungan baik dengan semua aktor eksternal. Dengan memanfaatkan forum seperti East Asia Summit (EAS) dan ASEAN Regional Forum (ARF), ASEAN dapat menggalang dukungan internasional untuk menjaga stabilitas di Laut Cina Selatan.

Keunggulan Prinsip "ASEAN Way"

Meskipun sering dikritik sebagai lemah, prinsip "ASEAN Way" yang menekankan musyawarah dan konsensus sebenarnya memiliki keunggulan tersendiri. Pendekatan ini memungkinkan ASEAN untuk tetap solid meski anggotanya memiliki perbedaan pandangan. Selain itu, pendekatan ini juga mendorong penyelesaian masalah secara damai, sesuai dengan hukum internasional seperti United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Namun, untuk lebih efektif, ASEAN harus melampaui pendekatan simbolis dan meningkatkan kapasitas institusionalnya. Ini termasuk memperkuat mekanisme implementasi keputusan dan meningkatkan transparansi antaranggota dalam hal kebijakan pertahanan.

Kesimpulan

Untuk menjaga relevansi dan kredibilitasnya, ASEAN perlu terus berinovasi dalam menghadapi tantangan di Laut Cina Selatan. Ini mencakup upaya mempercepat penyelesaian CoC, memperkuat peran ADMM dan ADMM-Plus, serta meningkatkan keterlibatan masyarakat sipil dalam diplomasi kawasan. Selain itu, ASEAN juga perlu memastikan bahwa semua anggota tetap berkomitmen pada visi bersama untuk menciptakan kawasan yang damai dan stabil.

ASEAN memiliki peluang besar untuk menjadi aktor utama dalam menjaga stabilitas di Asia Tenggara, termasuk Laut Cina Selatan. Namun, keberhasilan ini bergantung pada kesatuan internal ASEAN dan kemampuan untuk beradaptasi dengan dinamika geopolitik yang terus berubah.

Dengan memanfaatkan diplomasi pertahanan sebagai alat strategis, ASEAN dapat memainkan peran sentral dalam menciptakan kawasan yang aman, stabil, dan makmur, tidak hanya untuk negara-negara anggotanya tetapi juga untuk komunitas global. Tantangan di Laut Cina Selatan mungkin kompleks, tetapi melalui solidaritas dan inovasi, ASEAN dapat mengubah tantangan tersebut menjadi peluang untuk memperkuat posisinya di kancah internasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun