Mohon tunggu...
Dhany Aprianto
Dhany Aprianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta Tahun 2021

Sebagai seorang mahasiwa yang menuntut ilmu, mencari ilmu sebanyak-banyaknya merupakan sebuah keharusan demi mendukung kelancaran perkuliahan yaitu bisa dengan membaca buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kerjasama Thailand dan Amerika Serikat dalam Kasus Perbudakan dan Human Traficking

16 Juni 2023   01:46 Diperbarui: 16 Juni 2023   02:15 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam laporannya, Amerika menemukan bahwa pemerintah Thailand belum sepenuhnya memenuhi standar minimum, khususnya ketentuan Undang-Undang Perlindungan Korban Perdagangan (B.E.2551/2008), untuk menghentikan perdagangan manusia. Dalam menangani perbudakan dan perdagangan manusia di industri perikanan Thailand, pemerintah AS memiliki lembaga yang memberikan perhatian khusus terhadap perbudakan dan perdagangan manusia serta hak-hak pekerja di seluruh dunia. 

Ini mengikuti standar minimum yang ditetapkan oleh TVPA atau TVPRA, yang dikenal sebagai Badan Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Perburuhan atau DRL. DRL menampilkan dirinya sebagai lembaga yang berfokus pada penanganan demokrasi, hak asasi manusia, dan pekerjaan. 

Lembaga ini memiliki program yang mempromosikan kebebasan dan demokrasi serta melindungi hak asasi manusia dan pekerja di lebih dari 200 negara di seluruh dunia (state.gov/). Lembaga ini menjadi bawahan Departemen Luar Negeri AS pada tahun 1977, khususnya Asisten Menteri Luar Negeri untuk Keamanan Sipil, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia. Melalui DRL, Amerika Serikat mengimplementasikan program-program seperti diplomasi bilateral, keterlibatan multilateral, bantuan asing, pelaporan, kebijakan publik, dan sanksi ekonomi.

Salah satu upaya untuk mencegah dan mengatasi kasus perbudakan dan human traficking adalah kerjasama AS-Thailand yang dibentuk pada tahun 2011 yaitu Program Government-Fund Anti Trafficking in Persons. Program ini memberikan dukungan keuangan kepada negara-negara yang memerangi perdagangan manusia. Program Bantuan Keuangan Amerika Serikat juga bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan kebijakan antarlembaga dalam pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Korban Perdagangan (TIP) dan pelaksanaan TPVA.

Mengenai hasilnya, Thailand merilis Thailand Anti-Trafficking Action Plan 2012-2013, yang di dalamnya termasuk Thailand's Anti-Trafficking Action Plan. Menyelenggarakan kampanye anti-trafficking dan meratifikasi United Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNTOC) pada 16 November 2013 (OATPC, 2013:11), mengembangkan layanan konseling bagi imigran, mengembangkan One Stop Crisis Center (OSCC), dan bekerja sama dengan sektor swasta industri perikanan untuk mengembangkan sistem database untuk mencegah dan memberantas perdagangan manusia di Thailand (OATPC, 2013). 

Mengingat pelaksanaan Rencana Aksi Anti-Perdagangan Manusia Thailand 2012-2013, Dinas Imigrasi akan meningkatkan identifikasi korban perdagangan manusia dengan memerintahkan semua dinas imigrasi provinsi untuk menggunakan formulir standar saat mewawancarai para migran. 22-23 November 2012 56.423 polisi Thailand di seluruh negeri berpartisipasi dalam lokakarya UU Anti Penyelundupan B.E. terpisah 2551 (2008) dan PVIP. 

Lokakarya ini diselenggarakan oleh kepala unit terkait TPPO dari Kantor Polisi Metropolitan, Sektor Polisi Provinsi 1-9, Pusat Manajemen Perbatasan Selatan Thailand dan Dinas Imigrasi. Dari jumlah tersebut, 37.644 unit pencegahan, 9.780 unit investigasi, 8.996 unit investigasi, dan 3 unit lainnya.

Melalui kerjasama yang telah ditempuh kedua negara, berdasarkan analisis pemikiran liberalis, baik Thailand maupun Amerika mendapatkan keuntungan setelah melakukan kerjasama. Adapun manfaat kerjasama bagi kedua negara khususnya di sektor ekonomi. AS dan Thailand tetap dapat melangsungkan kerjasama di bidang ekspor-impor hasil laut. Dalam hal ini, Thailand tetap dapat menambah devisa negaranya melalui ekspor, sementara AS dapat memenuhi permintaan pasokan hasil laut di negaranya. 

Disamping itu, komitmen AS sebagai pencetus standar minimum penghapusan perdagangan manusia secara global tercapai melalui program bantuannya kepada Thailand. Dengan demikian, Thailand dengan segala upaya yang berhasil ditempuh, pada tahun 2016 sudah tidak ditempatkan di posisi tier 3 yang artinya Thailand tidak akan dikenakan sanksi dan dapat memperoleh pinjaman non-humanitarian dari IMF maupun World Bank.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun