Mohon tunggu...
Dhani Wahyu Maulana
Dhani Wahyu Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Cukup Aku Dan Rabb-ku Yang Tahu

Aqidah and Islamic Philosophy Student at Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Pemujaan Berlebihan Tidak Sehat" (Bab III: Pemujaan Gelar)

30 Juli 2021   15:47 Diperbarui: 30 Juli 2021   15:48 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ingin memberi contoh yang tidak sensitif. Misal, seorang karyawan haruslah menghormati bosnya. Karena si bos memiliki wewenang tertinggi dan tanggung jawab yang besar dalam menghidupi perusahaan beserta seluruh karyawannya.

Namun, apabila bos tersebut tindak melakukan kewajibannya dengan baik, tidak memberikan hak yang pantas bagi karyawan-karyawannya, maka para karyawan tidak bisa berdiam di kondisi yang demikian. Penghormatan karyawan kepada bos menjadi hangus apabila terjadi demikian, dan mereka memiliki hak untuk menuntut keadilan.

Apakah dengan begitu para karyawan boleh melakukan tindak kekerasan kepada si bos? Tentu tidak. Tindakan para karyawan dalam penuntutan juga harus dilewati dengan etika yang benar.

Saya beri contoh lagi, tapi agak sensitif.

Kita mengenal adanya gelar atau julukan seperti: Ustadz, Syaikh, Hafidz, Ulama, Habib/Sayyid, Gus, Haji, dan lain sebagainya. Namun tak jarang dengan gelar tersebut, beberapa dari kalangan umat yang terlalu mengagungkan atau memiliki persepsi yang melenceng.

Apakah dengan bergelar atau disebut demikian merupakan tanda mutlak dari kebenaran dan kehebatan? Tentu saja tidak, yang membedakan seorang muslim dengan muslim lain di hadapan Allah adalah taqwanya. Dan seorang muslim tidak mengetahui tingkat ketaqwaan orang lain bahkan dirinya sendiri.

Apakah penulis mengajak untuk tidak menghormati yang demikian? Bukan begitu baraya. Sebagaimana pada permisalan antara bos dan karyawan tadi, masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Dan salah satu kewajiban orang yang memiliki kedudukan di bawah adalah menghormati orang yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dengan sewajarnya.

Bahkan sejatinya, mereka yang mendapatkan pengakuan gelar atau julukan dari masyarakat setempat memiliki tanggung jawab yang berat dalam mengemban amanah dan menjaga marwah (kehormatan). Dan ketika mereka yang memiliki gelar tadi berbuat salah, alangkah baiknya kita untuk tidak mengatakan, “Padahal dia seorang Ulama (misalnya), tapi kok kaya gitu.”

Itu menandakan bahwa kita masih memandang sebuah gelar dengan artian yang memiliki gelar tersebut pastilah selalu berbuat baik dan benar serta luput dari kesalahan. Kecuali mereka yang yang ingin dihormati orang lain dengan gelar yang ia sandang, maka mereka sejatinya tak pantas menerima gelar tersebut.

Karena, “Manusia menjadi hebat bukanlah karena dia memiliki kekuatan yang hebat, melainkan karena dia diakui bahwa dia adalah orang yang hebat.”

Saya yakin para pembaca pernah mendengar cerita ketika Rasulullah Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallama wafat. Kala itu mulanya Umar bin Khattab tidak percaya dengan kabar wafatnya sang Rasul. Bahkan ia hendak mengacungkan pedangnya kepada orang yang berkata demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun