Mohon tunggu...
Dhani Wahyu Maulana
Dhani Wahyu Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Cukup Aku Dan Rabb-ku Yang Tahu

Aqidah and Islamic Philosophy Student at Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemujaan Berlebihan Tidak Sehat (Bab II: Pemujaan Tokoh)

29 Juli 2021   18:30 Diperbarui: 29 Juli 2021   18:34 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Assalamu’alaikum, Sobat Renaissans.

Melanjutkan topik kita mengenai pemujaan yang dilakukan secara berlebihan. Kali ini kita akan membahas subtema tentang “Pemujaan Tokoh”.

Tak jauh berbeda sebenernya dengan pemujaan berlebih terhadap golongan, akan tetapi pemujaan kepada tokoh  ini lebih menitikberatkan nilai benar-salah dan baik-buruk kepada individu.

Pemujaan berlebih kepada seorang tokoh bisa jadi lebih fatal dari pada pemujaan berlebih kepada golongan. Mengapa? Karena para jamaah menjadi dapat menyetujui seluruh apa yang diucapkan oleh tokoh tersebut tanpa pikir panjang.

Para jamaah juga dapat membenci suatu hal yang dibenci oleh tokohnya tanpa pikir panjang. Kemudian menutup mata, telinga, dan hati mereka kepada tokoh atau golongan yang dibenci oleh panutannya, meskipun hal yang disampaikan tadi ialah baik dan tidak bertentangan dengan syari’at agama islam.

Sekali lagi penulis tekankan bahwa memuji seseorang, mengagumi seseorang, memotivasi seseorang dengan pujian, boleh-boleh saja, asal tidak berlebihan (Ghuluw). Tidak menganggap bahwa tokoh yang dipandang baik olehnya lebih baik dari tokoh lain. Tidak pula menganggap bahwa segala yang disetujui tokoh tersebut berarti benar dan segala yang ditolaknya berarti salah.

Diriwayatkan dari Abu Bakr radhiya Allahu ‘anhu, beliau berkata, “Ada seseorang yang memuji orang lain di sisi Nabi shalla Allahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Nabi shalla Allahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَيْلَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ

Artinya: “Celaka kamu, kamu telah memenggal leher sahabatmu, kamu telah memenggal leher sahabatmu.”

Beliau mengucapkan kalimat tersebut berulang kali, kemudian bersabda:

مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَادِحًا أَخَاهُ لاَ مَحَالَةَ، فَلْيَقُلْ أَحْسِبُ فُلاَنًا، وَاللَّهُ حَسِيبُهُ، وَلاَ أُزَكِّي عَلَى اللَّهِ أَحَدًا أَحْسِبُهُ كَذَا وَكَذَا، إِنْ كَانَ يَعْلَمُ ذَلِكَ مِنْهُ

Artinya: “Siapa saja di antara kalian yang tidak boleh tidak harus memuji saudaranya, hendaklah dia mengucapkan, “Aku mengira si Fulan (itu demikian), dan Allah-lah yang lebih tahu secara pasti kenyataan sesungguhnya, dan aku tidak memberikan pujian ini secara pasti, aku mengira dia ini begini dan begitu keadaannya”, jika dia mengetahui dengan yakin tentang diri saudaranya itu (yang dipuji).” (HR. Bukhari no. 2662 dan Muslim no. 3000)

Kemudian, apabila tokoh yang ia puja berlebih tadi melakukan kesalahan, para jamaah yang fanatik terhadapnya akan terus membela kesalahan yang telah tokoh tersebut lakukan. Lebih-lebih jika tokoh tadi pernah merendahkan tokoh atau golongan lain, maka pendukung fanatik tokoh atau golongan yang direndahkan tadi menggunakan kesalahan yang telah dilakukan oleh tokoh pertama tadi sebagai serangan balik terhadapnya.

Dan hal tersebut akan memicu pertengakaran, perdebatan, saling menyalahkan, dan menciptakan rantai kebencian.

Sehingga alangkah baiknya, kita saling bertabayun, mengenal pola pikir satu sama lain, dan tidak berlebih-lebih memuja seorang tokoh. Sebagaimana dalam sebuah peribahasa arab:

أنظر ما قال ولا تنظر من قال

“Perhatikanlah apa yang dikatakan, jangan memperhatikan siapa yang berkata.”

Mungkin cukup sekian yang penulis ulas mengenai hal ini. Toh latar belakang masalah beserta solusi telah penulis uraikan di atas. Apabila terdapat kekurangan dan salah kata, saya memohon maaf sebesar-besarnya.

In syaa Allah subtema berikutnya ialah mengenai “Pemujaan berlebih terhadap gelar”.

Baca juga artikel sebelumnya:

"Pemujaan Berlebih Tidak Sehat" (Kata Pengantar)

“Pemujaan Berlebih Tidak Sehat” (BAB I: Pemujaan Golongan)

Wa Allahu A’lam bi al-Shawaab

Nuun wa al-Qalami wa maa yasturuun.

Wasslaamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Wabarakaatuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun