Ia tak mengenal waktu, ruang dan jeda
hidupnya sama saja, seperti jarum jam yang terus bekerja
di terik mentari, dinginnya hujan, atau gelapnya malam
sama saja. Keringat tetap tumpah untuk selembar upah
Ia tak perlu hari perayaan Nasional
diliburkan sama artinya tidak makan
sebab jam yang berhenti bedetak
akan dibuang dan dilupakan
Tersebab Tuhan anugrahkan kepemimpinan
manusia adalah buruh bagi manusia lainnya
ada yang terpasung ada juga berijiwa merdeka
selebihnya penikmat kehidupan fana
Kita adalah buruh, bergelut dengan waktu
hingga raga mengaduh, jiwa mengeluh runtuh
namun kehidupan kita tak pernah utuh
sejatinya, dunia ini tercipta berkat tenaga buruh
Ia akan berganti, ketika jarum jam berhenti
mengisi relung sepi kehidupan duniawi
ketika raga merapuh, jiwa ingin bersimpuh
bisa jadi, Tu(h)an ada hasil jasa pekerja buruh
Bayarlah mereka, sebelum keringatnya mengering!
.
Banten, 01-05-2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H