Mohon tunggu...
Dhaniar Mudita
Dhaniar Mudita Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berani Berbuat Salah

23 Juli 2018   20:25 Diperbarui: 23 Juli 2018   21:05 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Siang itu,  sengaja kami mengajak Aisar (3thn 10bln) ke bank. Pak satpam dengan ramah membuka pintu bank dan setelah menanyakan keperluan, segera memberikan kartu antrian. "Nomer 8 ya Pak,  Bu,  mohon ditunggu"

Wow... nomer delapan,  pandangan saya langsung menuju deretan kursi di depan Customer Service,  membayangkan berapa lama yang diperlukan sampai tiba giliran kami. Kami pun duduk bersama di kursi yang berwarna hijau botol,  warna favorit Bunda. Sedikit lega dan nyaman setelah terpapar cuaca tengah hari yang panas,  apalagi Aisar maunya digendong masuk ke Bank.

Sembari menunggu,  Aisar memainkan kartu antrian, dan memilih duduk sendiri alih2 dipangku Bunda. "Bunda, ini angka berapa?"

"Delapan,  nak.  Kalau ada dua lubang , itu angka delapan. "

Aisar diam sambil memutar-mutar kartu antrian, kami pikir ini saat yang tepat untuk mengenalkan kembali bentuk angka 8. Selama ini Aisar sudah mengenal bentuk angka 1 dan 2. Kami memang sengaja tidak menggegas pengetahuan Aisar akan bentuk angka dan atau huruf, walaupun Aisar sudah bisa menghitung urut 1-12, dan memahami konsep jumlah 1-5. Sedapat mungkin kami mengenalkan angka dan huruf sesuai kejadian yang kami alami, sesuai perkembangan logika umurnya,  jadi tidak pakem.

"Ini angka satu,  Nda.  Bukan delapan." Kata Aisar tiba-tiba dengan mantapnya.

Awalnya saya mengernyit,  kok bisa angka 8?

"Iya,  ada dua angka 1," celoteh Aisar sambil menunjuk gambar angka di kartu antrian. Saya tambah bingung,  dan kemudian suami ikut nimbrung sambil menjelaskan, "Iya, ini kan angka satunya?" sambil menunjuk ke kartu antrian.

Setelah mengamati lagi,  barulah saya disadarkan bahwa angka yg dilihat dan dimaksud Aisar adalah lubang angka delapan yang memang berbentuk persegi panjang, mirip angka 1! Untung dikasih petunjuk di saat yang tepat oleh suami,  sebelum saya menyalahkan pendapat Aisar.

Saya tertegun,  sekaligus merasa geli dan takjub dengan pola pikir Aisar. Dan menyadari,  terkadang saya sebagai Bunda yang katanya siap sedia membersamai Aisar di rumah,  juga sering 'kecolongan' momen cemerlangnya, hiks. Saya yakin, kalo siang itu suami ga ikut ke bank,  pasti saya sudah menyalahkan pendapat Aisar.

Saya termenung. Dalam keluarga kecil kita,  memang sang suami lah yang paling memberikan fasilitas belajar yang paling luas,  baik untuk Aisar maupun untuk saya sebagai istrinya.  Dengan cara bagaimana? Dengan cara memberikan kesempatan kita untuk melakukan kesalahan.

Saya awalnya kurang setuju dengan sikap ini, sikap pembiaran melakukan kesalahan, sehingga saya memang suka buru-buru membenarkan apa yang menurut saya salah. Tak terkecuali terhadap Aisar. Tapi tidak dengan suami. Beliau akan membiarkan kesalahan itu terjadi sampai kita benar2 sadar bahwa telah melakukan kesalahan,  sehingga kita sendiri yang berusaha mencari solusi. Ini sudah diterapkan suami sejak awal sampai selama 5 tahun pernikahan kami.  

Kalau dipikir-pikir,  memang dengan belajar dari kesalahan,  pembelajaran yang saya dapat lebih kaya dan mendalam. Saya pribadi merasa lebih bebas dalam mengembangkan potensi diri tanpa merasa tertekan akan berbuat kesalahan. Saya merasa merdeka,  dan otomatis kreatifitas semakin berkembang.  

Kalau diterjemahkan di usaha catering togaboga yang saya rintis hampir 3 tahun terakhir, banyak sekali momen salah yang saya lakukan,  tapi berulang kali suami menguatkan bahwa itu hanyalah biaya belajar.  Alih-alih meratapi kesalahan dan mandeg,  saya justru terlecut untuk terus bangkit, maju, dan memperbaiki kesalahan.  Saya bahkan sempat berkata,  togaboga siap salah dan jatuh 13 kali,  tapi lebih siap lagi untuk bangkit dan berjalan 15 kali!

Pembiaran melakukan kesalahan ini saya pikir telah membuat saya untuk nyaman berproses dengan bahagia. Dan saya berdoa semoga saya juga bisa menerapkan sikap ini kepada Aisar.Apalagi bulan ini adalah pengalaman pertama Aisar masuk pendidikan formal tingkat PAUD.

Tips yang diberikan suami sebenarnya tidak sulit. cukup tiap pulang sekolah,  kita menanyakan : Aisar senang di sekolah?

Tak jadi soal apakah selama di sekolah Aisar termasuk anak yang masIh belum bisa lepas dari pangkuan Bundanya, yang penting Bunda siap membersamai Aisar berproses dalam lingkungan sekolah barunya,  dan selalu mendukung dan menghargai tumbuh kembangnya dengan NYAMAN dan BAHAGIA. Selamat Hari Anak Nasinal! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun