Mohon tunggu...
Dhamar Fernanda
Dhamar Fernanda Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

Mari kita berdiskusi tentang sejumlah isu Mahasiswa Semester Akhir

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law, Revolusi, Bonus Demografi, dan Rasa Frustasi Rakyat

8 Oktober 2020   22:11 Diperbarui: 8 Oktober 2020   22:24 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah status resesi ekonomi dan pandemi yang belum usai, tiba-tiba masyarakat dikejutkan dengan kabar disahkannya Omnibus Law, tidak tiba-tiba karena sudah direncanakan sejak akhir tahun lalu, tapi seolah kejar tayang karena terkesan dipaksakan tanpa melihat situasi kondisi dulu. 

Semenjak Omnibus Law disahkan sebagai UU dalam rapat paripurna DPR (5/10), esok harinya IHSG langsung terbang ke level 5.000. Ini menunjukkan bahwa Omnibus Law sangat dinantikan pengesahannya oleh para pelaku pasar. 

Namun, di sisi lain demo yang dimotori oleh kaum pekerja dan mahasiswa banyak berujung rusuh terjadi di berbagai kota, membuat suasana menjadi tidak kondusif. , mengingatkan kita pada peristiwa bersejarah di tahun 1998 dimana mahasiswa yang menjadi motor gerakan mampu menggulingkan pemerintahan soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun sekaligus membebaskan indonesia dari otoritarianisme ala orba. 

Lantas apakah gerakan ini berpotensi untuk mengulang kembali sejarah? Bukankah sejarah selalu berulang? Apakah gerakan ini mampu bergeser dari sekedar sikap ego sektoral menjadi gerakan revolusi yang bersifat universal? Menurut Saya, ada beberapa faktor yang membuat ini masih jauh dari gerakan revolusi. 

Pertama, kedudukan politik jokowi saat ini begitu kuat. Tercatat dari 9 partai yang ada di DPR, hanya satu yang mengambil sikap oposisi yaitu PKS. Adapun demokrat selaku partai yang oportunis cenderung abu-abu dalam bersikap. Sedangkan sisanya merajut kemesraan dengan jokowi. 

Bisa dibilang secara politik, ini adalah pemerintahan terkuat sepanjang 22 tahun terakhir pasca rezim orba runtuh di tangan mahasiswa. Jokowi bisa dibilang sangat beruntung memiliki simpatisan fanatik yang berani membela dirinya mati-matian, baik dalam wujud partai maupun relawan biasa. Ada beberapa draft yang diajukan presiden yang kemudian begitu mudahnya di goalkan di DPR. 

Biasanya dalam pengajuan RUU baru akan selalu terjadi konfrontasi dalam sidang DPR yang selalu berlangsung alot dan sulit ditemui kata sepakat. Tapi rasanya semua ini menjadi mudah di tangan jokowi. Bagaimana akan terjadi adu argumen yang sehat ketika nyaris semua fraksi ada di pihak pemerintah? 

Tidak perlu melakukan lobi-lobi transaksional, karena para dewan akan tunduk dengan sendirinya terhadap titah partai. Kedua, saat ini sebagian mahasiswa  cenderung tidak memiliki modal substansi yang kuat, bahkan saya lihat ada beberapa yang ikut-ikutan hanya untuk update di insta story. 

Padahal gerakan massa ini bukanlah untuk gaya-gayaan tapi untuk menyuarakan aspirasi dan penderitaan rakyat . Di tahun 1998 dulu, ada Amien Rais sebagai motor reformasi dan Fahri Hamzah selaku pembakar api semangat para demonstran. 

Saat ini Narasi yang ditawarkan terasa kurang. Hanya ada rusuh dan ikut-ikutan padahal saya yakin ada beberapa diantara mereka yang sebenarnya tidak tahu apa yang sedang di perjuangkan. 

Bagaimana bisa sebagian mahasiswa demo dan mengatakan mosi tidak percaya atas hal yang sebetulnya akan bermanfaat bagi mereka di masa depan? 

Kaum buruh sejauh ini yang paling terasa isi substansinya dalam melakukan aksi. Mereka langsung merasakan apa dampak dari UU ini di sahkan, maka akan sangat wajar dan dapat dimengerti apabila mereka marah dan langsung reaktif terhadap keadaan. 

Bukan, saya tidak bermaksud mengecilkan perjuangan teman-teman mahasiswa, akan tetapi wajib untuk memahami terlebih dahulu apa susbtansi dari hal yang sedang diributkan. Bukankah mahasiswa itu adalah golongan orang-orang terpelajar? Sungguh Omnibus Law ini amat positif dalam jangka panjang. 

Meskipun ada beberapa poin yang memang sangat memberatkan bagi para pekerja. Sekali lagi, diperlukan narasi yang kuat untuk menjadikan gerakan ini bersifat revolusioner. Prediksi saya, hanya perlu beberapa martir untuk dikorbankan dan gerakan pun akan semakin tak terkendali di seluruh negeri. Dan pastinya akan selalu ada pihak yang diuntungkan dalam peristiwa ini.

Dari sudut pandang saya sebagai seorang karyawan swasta, Omnibus Law ini betul-betul memberatkan. Sama seperti halnya teman-teman buruh lain yang sedang berjuang, ada beberapa poin yang memang memberatkan kami selaku kaum pekerja. Akan tetapi saya selalu mencoba melihat dari sudut pandang lain dalam menilai berbagai persoalan. 

Kebetulan saya juga merupakan pelaku usaha UMKM, jadi izinkan saya juga untuk melihat dari sudut pandang sebagai pelaku usaha. 

Selaku pelaku usaha, saya merasa ini adalah angin segar bagi kami yang ingin scale up bisnis dari skala mikro naik menjadi kecil kemudian menengah. syukur-syukur bisa IPO dan menjadi pengusaha nasional. 

Betapa tidak, ada banyak poin yang betul-betul mendukung iklim dunia usaha menjadi tumbuh subur. 

Contohnya adalah deregulasi berbagai macam aturan, contohnya adalah sertifikasi halal yang akan dipermudah. Kemudian jangan lupakan juga kita akan mengalami bonus demografi di tahun 2030. Bonus demografi adalah dimana kelompok usia produktif ada di hampir 80% populasi, 

ini artinya kita akan kedapatan SDM yang melimpah dan tentu bonus ini harus dibarengi dengan lapangan pekerjaan yang memadai. Karena apabila tidak dibarengi dengan lapangan pekerjaan yang memadai, maka itu akan berdampak kepada produktifitas dan berujung kepada konflik sosial karena banyaknya pengangguran. 

Dan salah satu cara untuk membuka lapangan pekerjaan selain dari FDI (Foreign Direct Investment) adalah dengan cara memperkuat UMKM di seluruh penjuru negeri. UMKM adalah pilar ekonomi bangsa karena ada hampir 97% tenaga kerja bekerja di sektor UMKM. 

Sederhananya adalah ketika UMKM diperkuat dan bisa go nasional atau bahkan go international maka lapangan pekerjaan pun akan mampu menampung mereka yang akan berada di usia produktif dalam rentang waktu 10 tahun lagi. Di tahun 2030 indonesia akan diproyeksikan menjadi kekuatan ekonomi 5 besar dunia. 

Saat ini kita ada di posisi 17 dalam kelompok ekonomi besar dunia dan akan masuk 5 besar dalam 10 tahun mendatang. Atas dasar itulah pemerintah begitu bernafsu untuk mengesahkan RUU Omnibus Law dengan segera. Tidak hanya untuk jangka panjang, RUU ini juga diharapkan mampu mempercepat masa recovery ekonomi nasional yang telah luluh lantak dikarenakan pandemi yang tak kunjung usai. 

Tapi selalu ada harga yang harus dibayar dalam mengambil keputusan. Saat ini rakyat khususnya kaum pekerja marah, setelah susah payah bertahan di tengah pandemi, terancam PHK, ekonomi sulit ditambah lagi ada RUU yang mengancam harkat dan martabat mereka, maka wajar mereka marah dan ini adalah bentuk puncak frustasi terhadap keadaan. 

Sekarang bola ada ditangan jokowi, apakah jokowi mau membiarkan terjadinya demonstrasi yang berujung adanya korban jiwa, atau relakah jokowi mengorbankan kepentingan politiknya untuk menenangkan masyarakat yang telah frustasi dengan keadaan ini? 

apakah jokowi memiliki cukup banyak nyali untuk mengeluarkan perppu meskipun nantinya akan beresiko kursi yang nyaman dan empuk itu akan digoyang oleh para pendukungnya sendiri? 

Saya kira jokowi tidak akan berani mengeluarkan perppu, selain beliau lah yang memberikan draft RUU ini untuk dibahas dalam rapat dewan, dan teman-teman tahu sendirilah bagaimana kapasitas kepemimpinan jokowi sejauh ini. Tidak usah saya sebutkan, saya tidak mau jadi najwa shihab yang dipolisikan oleh para pendukungnya. hehehe

Salam hangat dari karyawan swasta dan juga pelaku UMKM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun