Mohon tunggu...
Dexter Ezekiel Karjantoro
Dexter Ezekiel Karjantoro Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Murid

Murid di SMA KANISIUS JAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merajut Harmoni dalam Keberagaman antara Kolese Kanisius dan Pesantren Jawa Barat

19 November 2024   22:21 Diperbarui: 19 November 2024   22:21 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekskursi 2024 SMA Kanisius Jakarta di Pondok Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, Tasikmalaya. Sumber: Tim dokumentasi Pondok Pesantren Al-Furqon

"Perbedaan dalam berbagai hal termasuk aliran dan agama, sebaiknya diterima karena itu bukan sesuatu masalah." -Gus Dur

Perbedaan, sebuah keunikan yang dimiliki negara kami. Sayangnya perbedaan ini sering digunakan untuk memicu konflik. Seharusnya perbedaan ini digunakan sebagai kekuatan bangsa kami. Isu ini tentunya menjadi sebuah masalah yang sangat relevan. Karena perbedaan seharusnya tidak digunakan untuk memisahkan, melainkan jembatan untuk saling memahami dan saling bertoleransi. Dalam semangat memupuk harmoni dan saling pengertian antar umat beragama, Kolese Kanisius dan beberapa pondok pesantren dari Bandung hingga Tasikmalaya mengadakan ekskursi lintas agama. memperkuat rasa persaudaraan, memperkaya wawasan, dan meruntuhkan stereotip melalui interaksi langsung. Sebuah pertemuan yang bukan hanya menyatukan dua lembaga pendidikan, tetapi juga membuka pintu dialog yang lebih luas untuk masa depan.


Langkah pertama menuju hal yang baru

Pada sebuah pagi yang cerah, para Kanisian dikumpul di sekolah lebih pagi dari biasanya. Karena pada hari itu, kami semua akan mengikuti sebuah kegiatan ekskursi di pondok pesantren. Perjalanan jauh dengan bus, melewati jalan-jalan sempit penuh tikungan tajam. Kita dikelilingi oleh perbukitan hijau, jurang curam, dan hutan lebat. Selama perjalanan, saya memandang keluar jendela. Melihat sawah dan perkampungan yang begitu luas. Semua ini merasa sangat asing bagi saya sebagai seorang siswa kota. Setelah sekian lamanya, akhirnya kita sampai di Tasikmalaya, Singaparna. 

Dalam perjalanan, para Kanisian semua mulai merasa gugup. Ini merupakan sebuah pengalaman sangat baru untuk para Kanisian. Para Kanisian yang mayoritas beragama kristiani akan berhidup di sebuah pondok pesantren selama tiga hari, dua malam.  Bagaimana kita akan berinteraksi dengan mereka yang memiliki latar belakang budaya dan agama yang berbeda? Saat tiba, kami semua diberikan sambutan hangat dari para santri. Segala rasa ketegangan yang kami semua rasakan ketika tiba langsung lenyap begitu saja. Mereka semua menyambut dan mengajak kami memasuki aulta utama untuk mengikuti sesi perkenalan. Namun, di pikiran saya masih terlintas pertanyaan. Mengapa kegiatan ini dilakukan? Apa tujuan sebenarnya? 

Interaksi pada awal pertemuan antara para Kanisian dengan para santri memang sangat canggung. Kita semua masih malu-malu dan takut salah berkata. Pelan-pelan, kita mulai saling mengenal satu sama lain. Kita semua mulai berani berinteraksi dengan terbuka. Pada awalnya, kegiatan ini terpisah dalam dua kelompok. Yaitu kelompok para Kanisian dan kelompok para santri. Tetapi lama-kelamaan, kedua kelompok tersebut mulai menjadi satu kelompok besar.  Kami mulai bertukar pengalaman dan cerita dari latar belakang kami masing-masing. Para Kanisian mulai berbagi cerita tentang segala aktivitas yang dilakukan di sekolah seperti ekskul, olahraga, dan berbagai kompetisi. Sebaliknya, para santri menceritakan pengalaman mereka belajar mengaji, tradisi mereka, dan sebagainya. Melalui ini, kami semua semakin sadar bahwa segala bentuk perbedaan latar belakang tidak akan menghambat kemungkinan kami untuk memupuk harmoni.

Hari-hari di pesantren

Selama kegiatan ini, para Kanisian juga diajak untuk belajar adaptasi dengan lingkungan hidup yang berbeda. Pada awalnya, terdapat banyak keluhan dari para Kanisian mengenai gaya hidup di pondok pesantren. Banyak yang mengeluh dengan standar kebersihan yang berbeda. Bahkan ada juga yang tidak berani untuk menggunakan toilet selama 3 hari di pondok pesantren. Tetapi pada akhirnya, para Kanisian sadar akan pentingnya bisa adaptasi. Sehingga semua mulai berani untuk menjadi lebih terbuka pada lingkungan di sekitarnya dan keluar dari zona nyamannya.

Ekskursi yang diikuti para Kanisian berlangsung selama tiga hari, dengan berbagai kegiatan yang mempertemukan dua budaya. Salah satu momen paling berkesan adalah ketika sesi bebas. Pada saat ini, para Kanisian dan para santri dipersilakan untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan. Melalui sesi ini, para Kanisian dan para santri dapat berinteraksi melalui banyak cara. Terdapat beberapa Kanisian dan Santri yang bermain basket, futsal, bulu tangkis, dan juga ada beberapa yang duduk untuk berbincang-bincang dengan para santri saja. Suasana terasa hangat ketika semua Kanisian dan santri sangat sibuk dengan kegiatan masing-masing. Banyak ilmu dan pengalaman yang dapat dipelajari dari para Kanisian dan para Santri.

dscf4406-1-673cac8034777c5a7d6295d2.jpg
dscf4406-1-673cac8034777c5a7d6295d2.jpg
Sesi bebas di Pondok Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, Tasikmalaya. Sumber: Dokuimentasi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun