Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Apa Jadinya Kalau Waktu Tidak Sesuai "Kenyataan"?

24 Juli 2021   21:47 Diperbarui: 25 Juli 2021   09:08 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay

Artikel ini merupakan kelanjutan dari "Culture Shock" Zona Waktu.

Suatu hari di Surabaya:

(Bangun jam 5 pagi WIB)

"Kok jam segini udah terang banget? TIDAAAK!"

Bagi yang pernah tinggal di sana, pasti udah merasakan hal aneh kayak gini, seolah-olah "Duuuh, cepat amat waktunya!" Akibatnya, makan, kerja, dan beribadah seakan-akan harus dilakukan lebih awal.

Kebalikan dengan orang yang tinggal di ujung negeri ini, Sabang. Rasanya buat aktivitas, nyantaaai banget. Jam 6 masih seru-seruan bermain. Semenanjung Malaysia dan Singapura pun begitu. Jam 7, barulah mentari akan menenggelamkan diri untuk menyambut malam.

Memang, keadaan kayak gini memberi culture shock pada sebagian orang. Oke, aku takkan bicara tentang perbedaan zona waktu seperti yang pernah kubahas. Ini tentang waktu di luar "kenyataan"

Maksudnya sih, "kenyataan" adalah waktu geografis, jam matahari yang dipengaruhi oleh letak suatu daerah berdasarkan garis bujur.

Oh ya, kenapa sih harus garis bujur yang dipakai?

Peta zona waktu Asia. Perlu diketahui, Korea Utara saat ini pakai zona waktu UTC+9. Sumber gambar: Twitter.
Peta zona waktu Asia. Perlu diketahui, Korea Utara saat ini pakai zona waktu UTC+9. Sumber gambar: Twitter.

Bumi kita ini, berotasi dari barat ke timur. Karena arah itu, maka letak bujur yang menentukan. Bukankan dua arah mata angin di atas pada bola Bumi "letaknya" di bujur?

Nah, letak daerah berdasarkan garis bujur itulah yang menentukan waktu geografis (lihat bar warna-warni pada gambar di atas). Bedakan dengan zona waktu resmi suatu negara (ditandai berkelok-kelok di peta) yang dipakai tak selalu dengan "kenyataan". Intinya, ya suka-suka dia!

Supaya waktunya lebih akurat sesuai garis bujur, dibagilah dunia ini dalam 24 jam. Dari -11 jam ke 0 jam, +1 jam ke +/-12 jam.

Perlu diketahui, patokan selisihnya pakai UTC ya, itu standar waktu dunia sekarang ini pakai jam atom dengan berpedoman pada Greenwich Mean Time (tentunya sesuai garis bujur, dong!). Dulu memang pakai GMT tapi ditinggalkan karena udah ada teknologi per-waktu-an yang lebih baik.

Oke, kembali lagi.

Karena Bumi kita bulat, melingkar pula, tentu satu putaran penuh adalah 360 derajat. Dibagi dua belahan, jadilah masing-masing 180 derajat.

Oops, bukannya garis 180 derajat hanya satu? Hmmm, karena menyangkut bujur barat dan timur, nilainya dari 179 derajat BB, 178 derajat BB.... dan seterusnya sampai ke 0 derajat, barulah ke 1 derajat BT sampai 180 derajat!

Oh ya, perhitungan waktu geografis suatu wilayah ditentukan dengan garis bujur utama kelipatan 15 derajat, dan ujung awal dan akhir dengan selisih 15 derajat juga! 

Contoh, UTC+7 dengan patokan 105 derajat BT, dan di antara 97 derajat 30'BT dan 112 derajat 30'BT, UTC+8 dengan 120 derajat BT dan antara 112 derajat 30'BT dan 127 derajat 30'BT. Begitulah seterusnya sampai  UTC +/-12  yang berpedoman dengan 180 derajat.

Jadi, apakah wilayah kalian memang layak pakai zona waktu "resmi" wilayah setempat? Belum tentu!

Misalnya gini, rumahku memang letaknya di koodirnat garis bujur 105 derajat xx'BT, artinya sangat dekat dengan garis bujur utama 105 derajat BT. Jadi, pantas kalau menggunakan zona waktu WIB (UTC+7). Rasanya-rasanya, aku merasa nyaman dengan waktu ini karena itulah yang sesuai dengan jam geografisnya.

Lalu, coba kalian bandingkan, Medan yang selalu dikeluhkan karena adzan dibilang terlambat sampai-sampai "harusnya" pakai zona waktu lain, apa masih cocok masuk WIB?

Masih, kalau dilihat garis bujurnya (98 derajat 40'BT). Hanya saja, satu derajat lebih dikit lagi ke utara, sudah keluar dari longitude UTC+7. Makanya, kota itu berada di ujung zona waktu asli.

Namun, pada praktiknya tidak begitu.

Atas alasan ekonomi, kerjasama dengan negara mitra atau penyatuan bangsa, seringkali zona waktu tidak menuruti apa kata jam matahari; keluar garis bujur istilahnya. Makanya terasa aneh.

Seperti semenanjung Malaysia dan Singapura di atas, yang secara garis bujur, sejajar dengan (sebagian besar) Sumatra yang benar-benar UTC+7.  Ya harusnya pakai jam itu, bukan?

Ternyata, mereka malah pakai UTC+8 secara resmi. Pantesan, jam 12 terasa jam 11 siang (dalam arti sesungguhnya). Sabang pun juga sama, "jiwanya" UTC+7 dalam geografis yang harusnya UTC+6.

Surabaya pun demikan. Dilihat dari longitude-nya jelas-jelas masuk WITA (UTC+8). Eh, malah "dipaksakan" pakai WIB karena ingin satu pulau, satu zona waktu (kecuali Kalimantan)?

Nah, itu! Kitanya yang bakal merasakan psikologisnya. Di sebagian besar Malaysia, makan siang justru jam satu. Di Surabaya, belum jam tiga sudah sore. Bikin shock bagi yang tak biasa.

Tapi, itu belum apa-apanya, wahai pembaca!

Di Xinjiang, China, rumah dari komunitas Uighur, jamnya "super duper aneh" karena dipaksa nurut waktu Beijing yang UTC+8. Padahal ya, menurut geogafisnya memang sebaiknya pakai UTC+6. Akibatnya, di musim dingin matahari yang biasanya terbit lebih awal, malah jam sembilan.

Aneh ya? Enggak heran, warga Uighur pada pakai jam lokal yang UTC+6 itu, ya biar kegiatan  di sana nyaman aja sesuai jam matahari.

Spanyol juga, selama delapan dekade telah berada di zona waktu yang salah. Bayangin, sejak 1940 diterapin sama ditaktor negeri itu yang pro-Nazi sampai sekarang, gak pernah kembali lagi ke "aslinya" yang seharusnya sewaktu dengan Inggris (dalam waktu standar alias GMT/UTC)!

Makanya, makan jam sepuluh malam di sana pada musim panas (iya, pakai jam summer yang sejam lebih cepat lagi) udah biasa meskipun terasa janggal. 

Seandainya kembali ke GMT standar, makan malam bisa jam delapan. Itupun bisa berubah waktunya, karena negara tersebut punya empat musim yang silih berganti sepanjang tahun, jadi jadwalnya menyesuaikan. Soal jam musim panas itu hak negaranya yang letaknya di lintang tinggi, kok.

Karena hal itulah, aku tidak setuju kalau zona waktu se-Indonesia harus pakai UTC+8 semua. Jangankan 1 zona, dua zona seperti yang disarankan oleh ilmuwan LIPI Thomas Djamaluddin tetap ada  efeknya.

Terlebih lagi negara tropis yang waktu terbit dan terbenam matahari rata-rata sama dengan selisih yang enggak jauh. Sangat, sangat berpengaruh emang.

Kasihan dong warga Aceh, kalau pakai UTC+8, jam enam terasa dini hari, apalagi di Papua, belum jam lima matahari mulai terbenam. Duuh, bikin kacau balau tuh acara.

Walaupun demikian, emang gak semua zona waktu yang tak sesuai jam geografis itu salah, kok.

Di beberapa negara seperti India dan Myanmar, pakai zona waktu masing-masing UTC+5:30 dan UTC+6:30. Emang sih, menurut garis bujur , seharusnya wilayah itu terbagi jadi dua zona waktu, tapi daripada yang "kecil" pakai waktu berbeda, mending aja disatukan!

Jadi, penambahan 30 menit atau 45 menit seperti yang diterapkan Nepal, itu memang rekayasa manusia. Tentunya untuk menyeimbangkan dua zona waktu sesungguhnya jadi satu, dan bisa jadi lebih akurat. Namun tetap, kemungkinan ada efeknya meskipun kecil, yakan?

Ya, apa pun itu, memang lebih ideal kalau berkegiatan ikut jam matahari. Pasti lebih bahagia karena selaras dengan alam. Betul, gak?

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun