Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Apa Jadinya Kalau Waktu Tidak Sesuai "Kenyataan"?

24 Juli 2021   21:47 Diperbarui: 25 Juli 2021   09:08 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay

Spanyol juga, selama delapan dekade telah berada di zona waktu yang salah. Bayangin, sejak 1940 diterapin sama ditaktor negeri itu yang pro-Nazi sampai sekarang, gak pernah kembali lagi ke "aslinya" yang seharusnya sewaktu dengan Inggris (dalam waktu standar alias GMT/UTC)!

Makanya, makan jam sepuluh malam di sana pada musim panas (iya, pakai jam summer yang sejam lebih cepat lagi) udah biasa meskipun terasa janggal. 

Seandainya kembali ke GMT standar, makan malam bisa jam delapan. Itupun bisa berubah waktunya, karena negara tersebut punya empat musim yang silih berganti sepanjang tahun, jadi jadwalnya menyesuaikan. Soal jam musim panas itu hak negaranya yang letaknya di lintang tinggi, kok.

Karena hal itulah, aku tidak setuju kalau zona waktu se-Indonesia harus pakai UTC+8 semua. Jangankan 1 zona, dua zona seperti yang disarankan oleh ilmuwan LIPI Thomas Djamaluddin tetap ada  efeknya.

Terlebih lagi negara tropis yang waktu terbit dan terbenam matahari rata-rata sama dengan selisih yang enggak jauh. Sangat, sangat berpengaruh emang.

Kasihan dong warga Aceh, kalau pakai UTC+8, jam enam terasa dini hari, apalagi di Papua, belum jam lima matahari mulai terbenam. Duuh, bikin kacau balau tuh acara.

Walaupun demikian, emang gak semua zona waktu yang tak sesuai jam geografis itu salah, kok.

Di beberapa negara seperti India dan Myanmar, pakai zona waktu masing-masing UTC+5:30 dan UTC+6:30. Emang sih, menurut garis bujur , seharusnya wilayah itu terbagi jadi dua zona waktu, tapi daripada yang "kecil" pakai waktu berbeda, mending aja disatukan!

Jadi, penambahan 30 menit atau 45 menit seperti yang diterapkan Nepal, itu memang rekayasa manusia. Tentunya untuk menyeimbangkan dua zona waktu sesungguhnya jadi satu, dan bisa jadi lebih akurat. Namun tetap, kemungkinan ada efeknya meskipun kecil, yakan?

Ya, apa pun itu, memang lebih ideal kalau berkegiatan ikut jam matahari. Pasti lebih bahagia karena selaras dengan alam. Betul, gak?

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun