Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Culture Shock" Zona Waktu

14 Juli 2021   20:39 Diperbarui: 15 Juli 2021   15:25 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata, Indonesia memang beragam.
Beragam sukunya, budayanya, agamanya, sampai-sampai pada urusan WAKTU!

Sebagai anak WIB dari lahir, mau nonton TV jam berapa, aku tinggal nonton. Segalanya serba natural; ada kecocokan jam antara rumah dan stasiun TV nasional yang membuatku merasa nyaman dan tak perlu pusing menyesuaikan lagi.

Saking terbiasanya, jadi lupa bahwa negeri kita tercinta ini punya tiga zona waktu!

Sedari sekolah, kita sudah diajarin tentang pembagian zona waktu di Indonesia, kan? Ada Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA) dan Waktu Indonesia Timur (WIT).

Namun, bagi anak WIB, karena kecocokan jam rumah dan TV itu tadi yang membuat pelajaran itu tidak berguna. Beda dengan anak WITA dan WIT, sedari kecil sudah diajarkan orang tua bagiamana caranya bisa menonton acara kesayangan dalam waktu setempat.

Makanya, setelah aku baca di situs tanya jawab dan medsos kicauan, baru nyadar, kalau anak WITA atau WIT harus menambah 1 atau 2 jam dari jam tayang aslinya, oooh gitu ya.

Kukira udah dikonversi ke waktu setempat, sayangnya sih jam tayangnya tetap WIB!

Duuh, memang struggle-nya di situ!

Di sisi lain, dominasi acara dengan zona waktu WIB, sudah membuatku biasa, manja pula. Bisa-bisanya bikin buta perbedaan waktu!

Bayangin aja, aku pernah nonton tayangan TV Jepang jam 17.00 waktu setempat terus aku nonton jam 5 sore juga, ya kelewat dong! Gak tau kalau waktu Jepang lebih cepat 2 jam dari daerahku.

Gak hanya itu saja, gara-gara buta zona waktu, waktu memesan barang di daerah lain yang ternyata telah tutup, bisa-bisa dia komplain yang bukan pada tempatnya. Cuma karena berbeda waktunya!

Sumber gambar: stock.adobe.com
Sumber gambar: stock.adobe.com

Nah, acara yang cuma dikasih jam menurut WITA atau WIT saja kelabakan buat anak WIB; bikin "gegar budaya" (culture shock) berkaitan dengan waktu. Padahal pelajaran zona waktu masih bisa dipakai sama mereka. Kalau misalnya ada seminar pukul sekian WIT, yang tinggal di WIB dikurangin dua jam.

Iya lah, masa harus tanya melulu jam berapa kalau waktunya bukan WIB?

Kalau seandainya pindah ibu kota baru memang benar-benar terwujud, tidak menutup kemungkinan stasiun TV akan pindah juga dan otomatis pakai zona waktu WITA. Jadi, wahai anak-anak WIB, bersiaplah di benak kalian akan dikurangi sejam setiap menatap jam tayang aslinya.

Apa itu perjuangan yang berat untuk penyesuaiannya? Banget! Sama dengan warga Bali yang harus belajar menambah sejam dari acara TVRI kala itu, setelah pindah ke WITA tahun 1988.

Duuh, yang satu negara sendiri dengan perbedaan zona waktunya bikin kewalahan, kalau negara lain?

Lagi-lagi. setiap ada tayangan olahraga di luar negeri, selalu di-translate ke WIB. Padahal banyak negara-negara yang sezona dengan salah satu waktu Indonesia. 

Misalnya WIB dengan Thailand dan Vietnam, WITA dengan Malaysia, Singapura, Filipina dan China, sedangkan WIT dengan Jepang dan Korea Selatan. Kecuali kalau memang negaranya di luar sejalur dengan negeri kita sendiri, tak apa-apa lah dikonversi langsung.

Misalnya, tayangan olahraga di Olimpiade Tokyo yang akan dibuka sembilan hari lagi. Alih-alih WIB = waktu Jepang  - 2 jam, tulis saja kalau waktu Jepang = WIT!

Ya dong, biar anak-anak WIB pada mikir, dan mengingat zona waktu yang udah diajarkan waktu sekolah.

A: "Kak, kalau mau nonton Timnas di Singapura, jam berapa?

B: "Jam 8 malam WITA."

A: "Jadi kalau WIB jam berapa?"

B: "Ya dikurangin sejam dong!"

Terus, bagaimana dengan perjalanan antar daerah, bahkan antar negara?

Karena Indonesia itu luas, setiap melakukan perjalanan ke daerah atau pulau lain, pasti bakal disambut dengan gegar budaya segala macam. Baik gaya ucapannya yang memberikan ciri khas, kebiasaan penduduk setempat, bahkan waktu yang kadang bikin linglung.

Misalnya saja, kalian bertugas di Papua, nih. Kalian akan menemukan bercak-bercak merah mirip darah karena kebiasaan mengunyah pinang. Kaget? Jangan heran yaaa, memang kebiasaan masyarakat di tempat itu! 

Lalu, kalau kalian hendak nonton TV di pagi hari, anak-anak WIB yang tugas di sana bakal kebingungan karena stasiun TV nasional menayangkan adzan subuh! Haaaah???? Ya kali WIB itu lebih lambat 2 jam, di Papua kan pakai WIT; udah gak laku!

Sebaliknya, jika ada anak WIT atau WITA yang kuliah di Jawa, tentu bakal terbawa-bawa kebiasaan lama kan? Menambah-nambah waktu setiap ada jadwal acara, masih tersisa dalam benak. Sampai nyadar kalau ini wilayah WIB, harusnya gak perlu mencocok-cocokan waktu lagi; udah langsung saja!

Begitu pula kalau kalian ke luar negeri, terbang melintasi waktu. Makanya itu, hukum keumuman pun terjadi.

Kalau ke arah barat, berarti jam sampainya harus mundur, begitu pula ke arah timur yang berarti jadwal tiba menjadi seakan cepat berlalu. 

Terlebih lagi kalau udah melewati Garis Tanggal Internasional dan ke Amerika misalnya, berarti melawan hari dan kembali jadi hari yang sama!

Nah, perjalanan antar daerah yang melompat-mundur area waktu, tentu ada dampaknya. Lha kita bawa badan yang terbiasa dengan zona waktu daerah asal, belum lagi jam sirkardian yang beritahu kita harus tidur jam berapa. 

Kalau misalnya yang dari timur terbang dan tidur di wilayah barat, rasa-rasa ingin terlelap lebih cepat. Kebalikannya, kalau tinggal di barat harus pindah ke timur. Untuk tidur pun seolah-olah harus bergadang.

Habis, tidurnya harus jam segini di daerah asal, karena menyangkut perbedaan waktu, ya akhirnya menyesuaikan deh. Makanya, kalau misalnya tidur jam 10, di tempat baru yang selisihnya 2 jam lebih cepat baru bisa tertidur tepat tengah malam!

Lalu, kalau harus terhubung ke keluarga atau rekan kerja yang tinggal terpisah zona waktu terlebih lagi berjauhan? Hati-hati. Bisa jadi di waktu malam seseorang dari Amerika menghubungimu yang baru diterima di Indonesia pada besok pagi. Jadi perhitungkan jadwal dengan teliti, ya.

Bingung? 

Itulah keunikan waktu, bikin jet lag, apalagi kaum introvert. Agak susah kalau harus beradaptasi dengan perbedaan waktu kayak gini. Bikin kacau kalau melihat jadwalnya tidak cermat dan harus mengira-ngira dengan selisihnya!

Seperti gegar budaya, awalnya kacau di awalnya, lama-lama bakal terbiasa. Begitu pula dengan waktu, semua akan teradaptasi pada akhirnya.

Ya, begitulah rangkumanku apa yang kulihat dan kudengar di berbagai media, apa yang kuceritakan dari warganet sebagai kesaksian yang nyata. 

Mungkin suatu saat nanti, kalau takdir mengizinkanku pergi ke daerah lain atau luar negeri, sehingga bekal perbedaan waktu sudah siap tertancap pada diri, agar tidak terlalu kaget lagi.

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun