Walaupun zaman berbeda, norma dan adab hendaknya tetap dalam asalnya.
Hmmm, sepertinya orang-orang di zaman ini sudah lupa sama adab dan norma, ya. Seolah-olah, tak ada panduan sepanjang perjalanan hidup. Akibatnya, apa yang tak diinginkan, terjadilah.
Kasus pemerkosaan, hubungan yang di luar rambu-rambu, pembunuhan, berbuat lancang pada orang tua, bukankah itu buah dari dicampakkan norma yang telah disepakati oleh para pendahulu?
Nah, bagi yang telah mengalaminya, kok merasa tak pernah diajari adab dan norma semasa kecil? Eits, tunggu dulu, jangan-jangan orang tua sudah pernah memberitahukannya, tapi nyatanya, tak ada yang membekas dalam dirinya!
NORMA DAN ADAB ITU BUKAN WARISAN
Sejak zaman moyang kita Adam, rasa-rasanya dunia manusia sudah punya norma (baik agama, kesopanan, kesusilaan, dan hukum) maupun adab yang disepakati. Jangan membunuh, jangan mencuri, menghormati orang tua, bukankah itu adalah norma-norma yang dibuat oleh pendahulu kita?
Sayangnya, norma dan adab itu bukanlah warisan. Sama dengan bahasa dan ilmu pengetahuan, semuanya bisa dipelajari seturut dengan lingkungannya.
Jadi, se-religius apa pun keluargannya, kalau anaknya berteman akrab dengan peminum, ya anak itu bisa saja "ketularan" minum alkohol. Kecuali kalau anak itu mendapat pendidikan norma dan bersikap protektif saat di luar rumah, mudah-mudahan dia akan selamat.
Akan tetapi, pendidikannya tak cukup dengan khotbah! Sama saja yang dengar, seolah-olah tak dapat apa-apa.
Makanya, seperti yang pernah dijelaskan oleh Ozy V Alandika dalam artikelnya, memang butuh pengalaman dalam mempelajari adab dan norma. Teori tentang jujur, tetap saja butuh praktek kejujuran yang dilakukan oleh anak-anak, bukan?