Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Gelar Pahlawan Nasional dan Tradisi Ilmiahnya

10 November 2020   09:47 Diperbarui: 10 November 2020   16:49 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Wakil Presiden Maruf Amin (kedua kanan) dan Menteri Sosial Juliari Batubara (kiri) berjalan bersama saat akan melakukan tabur bunga usai Upacara Ziarah Nasional di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta, Minggu (10/11/2019) (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

Atau, buku tentang sang tokoh (plus fotonya) yang ditulis oleh orang lain itu memang sudah bisa tak dibantah lagi, bahwa tokoh tersebut benar-benar pernah hidup di dunia.

Lebih bagus lagi jika ada peninggalannya, sebagai cerminan eksistensi sang pahlawan masa depan. Seperti misalnya, gedung Sekolah Amai Setia, yang didirikan Rohana Kudus atau rumah kayu tempat gugurnya Raden Mattaher. Atas dasar itulah mereka dijadikan Pahlawan Nasional, yakan?

Museum Kerajinan Amai Setia. Sumber gambar: bukittinggi.indonesia-tourism.com
Museum Kerajinan Amai Setia. Sumber gambar: bukittinggi.indonesia-tourism.com

Namun, ada kalanya tokoh yang diusulkan itu antara nyata dan mitos. Betulan atau fiktif. Di tengah kebimbangan itu, beruntung ada ilmuwan asing yang bersedia mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk meneliti sejarah bangsa kita.

Seperti MC Ricklefs yang telah wafat tahun kemarin, meninggalkan karya besar yang jadi rujukan ilmu sejarah di Indonesia terutama di perguruan tinggi, yang ternyata, bisa membantah anggapan bahwa Ratu Kalinyamat bukanlah tokoh fiksi, melainkan sosok yang nyata!

Tak hanya ilmuwan luar negeri saja, dulu para bangsa asing yang menjajah tanah tumpah darah kita ini, memang rajin menuliskan kejadian pada saat itu, termasuk pada saat perang. Siapa sangka, kalau hal ini bisa bermanfaat bagi generasi selanjutnya, sebagai penguat akan masa lalu sang tokoh?

Bahkan, dengan catatan yang berkembang jadi buku, bisa menemukan tempat jejak terakhir yang kini, dijadikan makam Cut Meutia di pedalaman hutan Aceh Utara!

Maka dari itu, harus diakui, kalau ilmu sejarah harus ada sumber primer-nya, dalam artian bukti peninggalannya. Bukti primer itu, jika diteliti dan dikaji, akan mengasilkan ilmu tentang kejadian masa lalu atau sang tokoh yang terlibat di dalamnya, yang hasilnya diabadikan lewat buku.

Dan, kegiatan kajian itu tak mesti dalam rangka pengajuan sang tokoh menjadi Pahlawan, lho. Setiap hari adalah hari-hari para sejarawan meneliti sesuatu yang telah lewat. Kelak, ketika ada usulan tentang sosok yang hendak dijadikan Pahlawan Nasional, para sejarawan tersebut sudah siap dengan keilmuannya, memberi keterangan yang sesuai dengan pengetahuannya.

Demikianlah, tradisi ilmiah tentang pengajuan kepahlawanan seseorang, itu nyata adanya, sebagai spirit tokoh yang tetap hidup lewat nilai-nilai dan peninggalannya, walaupun raga telah lenyap ditelan bumi.

Lewat kajian keilmuan yang dilakukan pada proses pengajuannya, tak diragukan lagi bahwa ketika tokoh itu dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, hal-hal yang berkaitan dengannya akan disebarkan lewat media-media, ke khalayak ramai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun