Virus Korona itu buatan negara-negara maju!
Enggak, ini memang dari alam. Aku kan udah baca beritanya!
Soal informasi tentang itu, saya dan Mama memang beradu. Di satu sisi bawa informasi A, yang lain bawa informasi B.
Untung diriku cukup rajin baca berita tentang COVID-19 (Virus Korona), jadi punya agrumentasi yang kekuatannya lebih tinggi ketimbang kabar tak jelas. Iyalah. Dunia ilmiah kan tak bisa dijadikan kebenaran, selama belum ada buktinya.
Namun, saya sendiri cukup khawatir. Soalnya Mama telan informasi bulat-bulat, hap. Langsung deh. Enggak cek kebenaran yang terkadang memakan waktu.
Suatu hari, Mama bawakan informasi yang disebarkan lewat WA. Melihat hal ini, diriku langsung cuek. Tak percaya karena nilai kredibilitas rendah sekali. Ya gimana, siapa penulisnya atau medianya, malah tak tahu.
Hmmm, untunglah saat ini diriku sadar akan bahaya hoaks. Dulu, diriku pernah langsung yakin kalau informasi itu benar adanya. Duuuh, dasar labil!
Tapi, namanya aja waktu remaja, yakan?
Dimulai dari terima SMS kalau hari ini ada gempa bumi di wilayah ini dan itu, termasuk di daerahku. Kalau kayak gini, malam itu saya langsung bersiap-siap. Akhirnya, yang kukhawatirkan gak terjadi.
Saat ngobrol dengan teman-teman sekolahku, mereka bilang cuma BOHONG. Waduh, kemanakah akalku waktu itu?
***
Karena itulah, kalau berperang melawan hoaks, atau bagi yang pernah terjebak hoaks dan ingin mengobatinya, senjata yang perlu kalian miliki adalah AKAL dan LOGIKA.
Itu yang harusnya dikedepankan, terlebih lagi bagi kaum perempuan. Soalnya mereka ini lebih karena emosi, jadinya akal malah kalah.Â
Nah, akal dan logika itu di mananya sih? Tentu saja letaknya di dalam kepala kita, dalam otak kita! Mereka itulah yang membedakan pernyataan yang dilihat, apakah bisa diterima atau tidak. Oh ya, tahu ungkapan "tidak masuk akal", bukan? Ya, seperti itulah.
Misalnya begini, COVID-19 disebabkan oleh bakteri. Sudah jelas logika bilang, SALAH DONG. Gak mungkin masuk akal karena COVID-19 adalah akronim dari COronaVIrus Disease-2019.
Karena ada kata 'virus' (di belakang 'corona'), ya sudah pasti penyakit ini disebabkan oleh VIRUS.
Cara lain yang bisa ditempuh adalah membiasakan membaca artikel maupun berita, atau menonton warta dan video edukasi yang jelas-jelas terpercaya secara utuh, gak usah setengah-setengah! Jangan pula sebatas berhenti di tautan di media sosial, like doang, terus lewat tanpa makna.
Tahu tidak, kalau informasi yang dibaca setengah-setengah, sepotong-sepotong pula. Tentunya bakal ada salah paham, terus memicu buat menyebarkan hoaks.
Tak mau kan hal ini terjadi?
Soal hal itu, diriku pernah teringat akan video acara lawas tahun 2000-an Bajaj Bajuri. Di situ para warganet pada salah paham, karena disajikan sepotong-sepotong itu tadi.
Setelah menonton episodenya secara utuh, ternyata saat itu ada wabah SARS toh. Oalah.
Sebaliknya, kalau berhasil membiasakan membaca artikel atau menonton berita sampai habis. Jadi tambah pengetahuan secara penuh nan nyata.
Malah, bisa jadi bekal untuk membantah informasi yang disebarkan oleh pembawa berita yang kebenarannya saja sudah abu-abu.
Dan, satu lagi. Buat penulis atau penyampainya, usahakan data dan faktanya harus disajikan sempurna, kalau bisa benar 100%. Karena sekecil apa pun kesalahan informasi, bisa membuka peluang untuk dianggap sebagai hoaks.
Nah, mengingat informasi yang membanjiri dunia maya banyak yang membawa sampah hoaks, inilah tugas penulis dan pewarta untuk membersihkannya dengan cahaya kebenaran. Buatlah artikel atau video yang dipersenjatai dengan referensi.
Tentunya harus akurat dong, dan dalam proses pembuatan itu, sikap kehati-hatian harus selalu menyertainya.
Sehingga, hasilnya sudah bersih dari kesalahan informasi yang mengantarnya menjadi tidak percaya lagi.
Oh ya, hoaks ini tak terbatas pada kesehatan lho. Bisa juga dalam politik maupun bencana alam.
Pokoknya, kewaspadaan harus selalu ada, biar kita selamat dari hoaks yang sekali kita terjebak, tunggulah, biar rugi yang bakal memayungi diri.
Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H