Waktu membacanya, kok tulisannya malah nyaman dibaca, kayak curhatan di buku harian saja.
Kalau begitu, siapa yang gak kagum? Diriku juga demikian, sampai-sampai saya kepingin seperti dia, penulis yang saya idolakan.
Kalian juga sama, kan? Bagi yang nge-fans sama puisi dan syair-syairnya, pasti kalian akan kagum akan kejeniusan mendiang Sapardi Djoko Damono dalam merangkai kata.
Atau, untuk penggila cerpen dan novel, menyimak karya-karya penulis ternama, susunan antar kalimatnya sudah cukup membuat pembacanya diam seribu bahasa.
Itu wajar. Dalam karya-karya lain, baik buatan manusia maupun ciptaan Tuhan, pasti akan merasakan hal yang sama jika karya itu memancarkan sinar keindahan.
Seperti itulah yang kudapatkan kala saya mendengarkan siaran radio Smart Happiness dengan motivator yang kukagumi, Pak Arvan. Yang lebih istimewanya lagi, beliau membahas emosi yang jarang diulas oleh para ilmuwan maupun motivator; RASA KAGUM!
Nah, sudahkah kalian tahu, apa maksudnya rasa kagum ini?
Lengkapnya begini: Kagum itu, sebuah emosi positif yang muncul ketika melihat sebuah kebesaran, keagungan, dan keindahan, yang membuat siapa pun yang melihatnya, akan terpana, terpesona, sampai-sampai DIAM GAK BISA NGAPA-NGAPAIN!
Plus, akan merasa kecil dan tidak apa-apanya, karena jadi bagian dari sesuatu yang lebih besar lagi. Dan ini, hanya bisa didapatkan kalau kalian mau melambatkan waktu.
Gak percaya? Coba deh, kalian baca karya puisi misalnya. Walau pendek dan satu halaman, gak usah cepat-cepat bacanya! Luangkan waktu beberapa menit saja untuk menyelami apa yang disusun oleh sang penyair.
Maka, perhatikanlah! Susunan kata-kata yang telah dipilih oleh sang pembuat puisi itu, terasa indah, bukan? Apalagi kalau pakai kata-kata yang tidak lazim digunakan dalam percakapan, ya semacam kata-kata untuk dunia sastra gitu. Pasti akan muncul rasa kagum, bahkan iri ingin seperti dirinya!
Namun, kekaguman itu tak hanya terbatas dalam karya fiksi lho ya.
Seringkali, waktu kalian baca tulisan non fiksi, terlebih tulisannya tentang kedokteran yang terasa berat bagi orang awam, atau opini-investigatif yang memacu otak  untuk bekerja lebih keras lagi.
Tapi, kalau sudah di tangan penulis yang brilian, tak ada yang tak mungkin! Selalu ada jalan untuk memilihkan satu di antara ribuan kata yang telah tersemat dalam saraf pusat untuk ditempatkan dalam monitor, satu per satu bersama konsep pemikiran yang telah direncanakan.
Oh ya, apakah kata-katanya doang yang layak untuk dikagumi? Ternyata tidak cukup!
Rangkaian kata-kata tanpa maksud dari isi tulisan, seperti jasad tanpa ruh. Tak ada artinya!Â
Makanya, isi tulisan yang aktual, bermanfaat dan bisa menginspirasi, bahkan bisa menambah pengetahuan serta mencerahkan banyak orang, patut menjadi pertimbangan.
Saya sendiri cukup selektif dalam memilih penulis yang layak untuk "mengikuti". Mereka ini dianggap punya reputasi dan konsisten dalam menyajikan tulisan yang berkualitas, inspiratif dan bermanfaat bagi sesama.
Tak hanya di dunia maya, di dunia nyata pun demikian. Misalnya saja, tulisan-tulisan di dalam buku Prof Komaruddin Hidayat. Bukan karena soal agama sih, tapi muatan ilmu psikologinya dan beliau juga suka merenung dan mengamati apa yang terjadi di negeri ini sembari merefleksikannya.
Walaupun begitu, apakah diriku kagum karena orangnya? Namanya? Oh, ternyata bukan!
Bacaan, bidang apa yang digemari dan diikuti, sebenarnya karena "bayangan" nilai-nilai pada seseorang direfleksikan melalui nilai-nilai pada penulis yang diikutinya.
Dengan kata lain, seperti yang pernah kubahas dua bulan yang lalu, bukankah penulis dengan buku karyanya adalah cerminan dirimu?
Akan tetapi, ingatlah, walaupun ada nilai-nilai yang sama, bisa jadi ada nilai yang bersebrangan gegara orangnya yang berbeda. Makanya, kalau ada nilai penulis yang berubah dan tak sama seperti dulu, pasti pembaca akan meninggalkannya.
Duuh, padahal dia adalah penulis berprestasi nih, malah dia yang mencabul saudaranya. Aku benci penulis seperti ini!
Hmmm, harusnya ini jadi peringatan bagi diriku dan kalian, untuk menjaga sikap walaupun di balik layar maupun di kehidupan sehari-hari. Toh, penulis jadi penggerak hal-hal yang positif dan menjadi teladan bagi banyak orang?
Kalau begitu, kembali ke pertanyaan awal, apa salah kalian mengagumi penulis?
Jawabannya, gak ada yang salah kok.
Malah, penulis yang kalian idolakan justru menjadi sumber energi penyemangat untuk kalian tetap berkarya dan berkarya lewat guratan pena. Sehingga, potensi yang tersembunyi, bisa terbit dan kehebatan akan berpendar dalam dirinya!
Sebaliknya nih, kalau kekagumannya membawa kalian menjadi tidak berdaya. Atau ujung-ujungnya menyerah meskipun kalian sudah berusaha merangkaikan kata melewati seratus bulan purnama.
Aduhh... jangan deh!Â
Jadikan nilai-nilai yang dinyalakan penulis menjadi alasan terbesar untuk tetap berada di dunianya; menelurkan satu demi satu ciptaan tulisannya untuk sesuatu yang abadi.
Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H