Nah, materi pelajaran SMP dan SMA ini, saya nonton lewat rekaman yang diunggah di Youtube, karena akhir-akhir ini jam tayangnya diubah, menjadi 08.00-11.00 WIB, berurutan dari PAUD sampai SMA plus tayangan khusus orang tua dan guru, masing-masing selama 30 menit tanpa diselingi program lain!
Sedangkan, saya baru tahu perubahan jadwalnya, pada kemarin malam, hari di mana saya merenungkan dan mendapatkan inspirasi untuk menuliskan artikel ini.
Lalu, setelah kuamati, apa saja ya, kelemahannya?
Hal utama yang jadi sorotan itu, durasi tayangnya. Menurutku, 30 menit alias setengah jam itu, tidaklah cukup untuk ukuran tayangan edukasi! Iyalah, menayangkan pelajaran kok terasa kejar tayang. Belum lagi dipotong waktunya buat iklan. Apa gak menggangu kosentrasi belajar, coba?
Seingatku, satu jam pelajaran di sekolah itu, setara dengan 45 menit (koreksi ya kalau salah). Tapi, sangat jarang satu pelajaran dipelajari di sekolah hanya dengan satu ukuran jam pelajaran dalam satu minggu. Pada umumnya dua jam pelajaran, itu yang paling sering.
Nah, dua jam pelajaran (2x45 menit), itu sungguh menyita waktu siaran, karena dalam sehari, stasiun TV harus bagi-bagi slot-nya untuk berbagai acara. Apalagi di masa pandemi COVID-19 yang sangat-sangat butuh yang namanya berita akurat dan terpercaya.
Jadi, ditambah setengah jam lagi saja, atau durasinya 1 jam, itu sudah cukup buat siaran pembelajaran untuk jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK. Hal yang sama juga dilakukan dalam siaran interaktif Ujian Nasional di TV Edukasi yang kutonton saat SMA dulu. Atau, siaran motivasi yang kudengarkan lewat radio setiap Jum'at pagi.
Baca juga: Belajar dari Rumah Lewat TV? Saya Pernah!
Dengan durasi seperti itu, para guru bisa lebih leluasa lagi buat menyampaikan materinya. Apalagi pelajaran hitung-hitungan yang butuh kesabaran tingkat tinggi untuk menjelaskannya.Â
Dan alangkah lebih baik jika gurunya yang menuliskan pembelajaran secara langsung biar bisa menikmati proses perhitungannya (bukan lewat tampilan tulisan di layar).Â