Tapi, apa tidak perlu dimanja sekalian dengan liburan, mengingat suaminya kaya?
Pergi berpiknik pun boleh, asalkan sesekali dan tidak melalaikan hal yang terpenting seperti pekerjaan. Intinya, jangan sering-sering lah. Hehe.
Belajar hidup yang tahan banting
Coba, ada wanita yang dibesarkan oleh keluarga kaya. Makan enak, setiap hari naik mobil pribadi terus. Liburan ke luar negeri tak pernah absen setiap tahun. Tapi, begitu menikah dengan pria yang sederhana dan apa adanya, langsung berubah bagaikan jatuh dari langit ke bumi. Pasrahkah?
Ya, jangan buru-buru berpikir negatif dulu!
Lewat pernikahan ini, si wanita yang asalnya kaya harus belajar keluar zona nyaman. Merasakan bagaimana hidup prihatin (bersama-sama), membentuk karakter generasi yang tahan banting saat harus bertahan di masa sulit.Â
Dengan kata lain, tidak terlalu manja dengan kemudahan. Gitu aja!
Tapi, apa dia bersedia menjalani hidup kayak gitu? Udah tahu milenial, di mana---sebagaimana yang baru saja kudengarkan dari siaran Smart Happiness---dia ini kurang menghargai proses dan ingin bersenang-senang terus?
Yah, mending ikut "kursus" Tukar Nasib deh!
Seperti si kaya harus menjalani kehidupan si miskin (baik rumahnya, pekerjaannya, makanannya) untuk sementara waktu, begitu pula sebaliknya.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!