Alangkah lebih baiknya kalau orang swasta harus paham karakter TV milik pemerintah, karena TV yang berstatus Lembaga Penyiaran Publik (LPP), beda, lho! Dia itu independen, netral, tidak komersil, dan berfungsi untuk jadi pelayan masyarakat dengan konten-konten yang mendidik dan bermanfaat.
Makanya, di samping Radio Republik Indonesia (RRI), TVRI juga mendapatkan statusnya sebagai LPP berdasarkan Undang-undang no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, tepatnya pada tanggal 24 Agustus 2006 atau ulang tahun TVRI yang ke-44.Â
Namun, apakah setelah 13 tahun berlalu, apakah TVRI tetap komitmen dengan misinya?
Ahhh, sayangnya tuntutan industri nggak bisa dibendung.
Demi menarik pemirsa agar kembali melirik ke TVRI saja, TV pemerintah tersebut harus beli hak siar Liga Inggris segala. Naaah, ini yang jadi masalahnya, sampai-sampai ditanyakan sama Dewan Pengawas.
Menurutku juga, ya kurang pantas sih sebenarnya. TV pemerintah harusnya menjadi media pemersatu bangsa (seperti semboyannya), dengan menyiarkan acara-acara positif dan edukatif, yang mencerminkan kebangsaan. Ke-Indonesia-an!
Seperti NHK yang pernah kutonton di YouTube, malah kupuji. Layout siaran berwarna-warni (naah, ini yang saya suka!), tapi tidak ketinggalan memberitakan tentang keluarga Kekaisaran Jepang dan aktivitasnya. Ya iyalah, namanya aja TV pemerintah, wajib dong mendukung kepala negaranya.
Lha ini, Liga Inggris, yang nggak ada kaitannya sama sekali dengan sepak bola nasional (karena siaran luar negeri), malah tayang di TV pemerintah. Lebih baik kalau ditayangkan Liga 1 yang mempertemukan 18 klub sepak bola terbaik dalam negeri. Sayang seribu sayang, hak siarnya kalah cepat, sehingga dipegang sama TV swasta. Hiks.
Kalau pertandingan sepak bola yang melibatkan Timnas, Olimpiade, dan multievent di bawahnya, dan hak siar bulutangkis (BWF) sih saya kasih toleransi. Walaupun sama-sama siaran olahraga, ada kebanggaan bangsa di situ.Â
Apalagi wakil Merah Putih yang bertanding di sana bisa juara dan meraih medali emas di partai final, waahh nasionalisme bisa meningkat dan jadi pembelajaran!
Memang gak bisa menutup mata, perusahaan TV (pada umumnya) masih butuh rating dan perhatian. Apalagi persaingannya semakin hebat, terutama setelah kehadiran Youtube. Perang untuk memperebutkan pemirsanya semakin sengit.Â