Makanya, wajar kalau memang diperintahkan, bahkan wajib hukumnya pakai STB (set top box) kalau ingin keukeuh dengan TV tabung, ya biar tetap bisa nonton teve.Â
Alat ini memang dapat mengubah sinyal TV digital di udara dan ditangkap antena, diproses menjadi analog, dan akhirnya bisa diterima oleh TV tabung yang memang didesain untuk itu.
Tapi, apakah hal ini memang terus-terusan seperti ini?
Tergantung, selama TV tabung masih ada, komponen elektroniknya tersedia, dan teknisi TV tabung masih hidup dan mewarisi pengetahuan untuk memperbaikinya, TV tabung akan tetap bertahan.
Padahal, menurut yang saya baca, pada tahun 2030-an, TV tabung akan menghilang selama-lamanya. Sedangkan yang dipasarkan saat ini, kebanyakan TV LED dengan fitur yang lebih baik, dirancang untuk siaran digital, sehingga, mau tak mau, kalau TV tabung tidak ketemu, harus pakai TV layar datar ini!
Nah, kalau begini keadaannya, jadilah TV tabung ini barang yang langka, karena di pabrik, TV tersebut tidak diproduksi lagi. Soal harga? Mau dibilang murah sih enggak, karena menurut penjualnya, TV tabung sekarang lebih mahal, bahkan bisa jadi, kemahalannya akan lebih tinggi dari TV LED yang semakin murah harganya. Ya, tergantung dari ukurannya....
Jadi, kalau pembeli punya uang yang banyak dan mencukupi, tentu bakal memilih tipi tabung yang keawetannya tak diragukan lagi, lah ya.
Kelak, ketika siaran TV analog telah pergi, TV tabung akan tetap dikenang.
Sebagai bukti, bahwa siaran televisi analog pernah ada, dan hidup kita pernah jadi bagian darinya.
Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H