Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Merasa Buntu dan "Galau" ketika Menulis? Begini Caranya

5 Maret 2018   22:05 Diperbarui: 6 Maret 2018   08:21 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aaku galauuu....
aku bingung, apa ide menulisnya jadi ditulis atau tidak, ya?

Galau, siapa sih yang tidak mengenal kata yang satu ini? Apalagi di kalangan muda-mudi, duuh kata ini langsung menjadi populer untuk menyatakan perasaan yang sedang dihadapi. Apalagi kalau sudah tersandung masalah dan tak tahu harus berbuat apa, pasti di hatinya dihasilkan perasaan galau merana yang kadarnya melebihi gelisah itu sendiri, iyaa 'kan?

Nah, ketika sedang dilanda galau, biasanya kalian akan lari dan melampiaskan perasaannya kepada seseorang yang bernama teman curhat. Tapi, kalau dia sedang tak ada di sisi kalian? Tenang, ada cara lainnya, kok. Bisa melalui ibadah dan mengutarakan keluh kesahnya kepada Tuhan yang enggak bosan-bosannya mendengarkan curahan hati hamba-Nya.

Namun, bagi yang suka menulis, perasaan galau ternyata menjadi peluang emas untuk merangkaikan kata demi kata menjadi sebaris naskah. Apalagi kalau yang menulisnya adalah seorang penyendiri dan kesepian, baginya menulis adalah obat yang bisa menghalau rasa kehampaan. Dan, efeknya enggak main-main, lho! Sudah ada, malah banyak penelitan yang menunjukkan manfaat menulis secara psikologis, daan... hasilnya bisa menyembuhkan penyakit dan membuat perasaan lebih tenang!

Jadi, salahkan kalau menulis di saat galau merana begini?

Boleh, tapi malah lebih bagus! Namun, alangkah baiknya kalau menulisnya untuk melampiaskan perasaan diri sendiri , terus (kalau perlu) "dihilangkan" dengan menyobek, membakar, atau semacamnya sebagai simbol membuang energi negatif, bukan untuk dipamerkan di dunia maya macam kebanyakan status-status di media sosial. Nah, katanya kalian mau berinternet sehat, positif, dan memerangi hoaks, jadi sebaiknya tulisan-tulisan galau disimpan sendiri di buku diari kalian masing-masing, ya!

***

Tapi, sebenarnya bukan tema ini yang kita bahas, melainkan "galau" yang lebih dari itu. Yakni, "galau" yang biasa dihadapi saat proses menulis. Hmmm, apa kalian pernah mengalaminya?

Itu lho, kala kalian kedapatan ide menulis, terus kalian terjebak dalam kebimbangan. "Galau" apakah ide tulisan bisa dieksekusi (segera) atau tidak, sederhana atau malah rumit sampai harus mencari informasi tambahan atau pengalaman baru. Dan yang pasti, bukan soal ide yang positif atau negatif, ya! Toh, pada nalurinya kita akan memilih menyebarkan pesan yang bermanfaat.

Ya, saya pernah mengalami hal-hal seperti ini. Bahkan, sampai saat ini ada satu ide menulis (ups, temanya rahasia ya, hehe :D) yang sampai saat ini belum bisa mewujudkannya menjadi tulisan. Memang sih temanya sudah mantap, tapi di tengah jalan saya tak tahu solusinya apa untuk melanjutkan inspirasi tulisan. Rumiiiit!

Di tengah kegalauan eksekusi ide itu, akhirnya saya mendapatkan sedikit pencerahan. Saat itu, saya mendengarkan siaran radio talkshow Smart Happiness-nya Arvan Pradiansyah yang membahas tentang "Galau". Ya, galau. Tema inilah yang lama-kelamaan membuatku sadar setelah merenungkannya, oohhh ini ada sedikit kecocokan dengan apa yang kualami. Yah, walaupun hanya dalam persoalan membuat tulisan.

Habis itu, apalagi? Tentu saya merenung, apakah saya pernah merasakan kegalauan atas keraguan saya akan mengeksekusi idenya? Setelah dipikir, memang saya pernah melakukannya. Enggak hanya sekali kok, tapi beberapa kali.

Tapi, pernah juga dua tahun yang lalu saya dapat ide menulis tentang acara televisi, tapi ide itu malah batal tercipta jadi artikel. Bukan malas sih, tapi enggak mampu. Lagi pula, tema itu rumit, sulit dieksekusi, terus harus mencari data di sana-sini, malah enggak bisa "terjangkau" oleh dunia maya alias harus terjun mencari referensi di dunia nyata. Sayang juga, ya.

Hmmm, setelah pikiranku menelusuri apa yang kualami, apa ya penyebab itu semua?

***

Ahaaaa... begini jalan keluarnya!

Kalau kalian ingin mempertahankan eksistensinya jadi penulis, tentu kalian butuh ide buat menulis, bukan? Nah, ide tersebut didapat dari berbagai macam sumber. Bisa dari pengalaman, jalan-jalan, baca buku, dan masih banyak lagi!

Lalu, setelah kalian kedapatan ide lalu mencatatnya, kira-kira berpikir begini, bisa enggak ya ide itu dieksekusi secepatnya? Kalau bisa diwujudkan sekarang, bagus. Jika tidak, bagaimana?

Memang seperti yang saya jelaskan di awal, terkadang gagasan yang akan dituangkan menjadi sebaris kata demi kata itu ternyata menemui jalan buntu. Rasanya, kegalauan ini akibat ada sebuah "ketidakjelasan" yang terjadi, apa ide yang saya dapatkan  ini mau ke mana, atau ide ini bisa melahirkan sebuah artikel atau tidak.

Nah, kalau kayak gini, jadilah penulisnya merasa "galau". Bingung harus berbuat apa, dan bagaimana caranya dan jalan keluarnya biar ide ini bisa jadi tulisan dan siap dinikmati pembaca.

Terlebih lagi kalau kegalauan ini terjadi di dunia menulis. Soalnya, dunia dan pembaca butuh yang namanya tulisan-tulisan kreatif, apalagi temanya yang harus berbeda. Mengapa? Tentunya, tulisan-tulisan yang semacam ini punya nilai tambah dan kualitas yang lebih tinggi.

Hmmm, kalau udah terjebak keraguan gegara ketidakjelasan, harus ngapain?

Duuh, jangan menggalau dulu dong!

Oke, kalau kalian mau keluar dari "ketidakjelasan" gagasan saat mau meneruskan ide menulis atau tidak, tentunya kalian harus banyak-banyak mencari informasi untuk melengkapi konten tulisan lewat apa saja, bisa dari jalan-jalan, internet, maupun media cetak, khususnya referensi pendukung buat menulis sesuai tema ide yang akan kalian bahas.

Dan ingat, jangan malas untuk membacanya, ya! Kalau udah ketemu titik terangnya, gagasan yang awalnya masih meragu, akhirnya bisa terlihat jelas. Artinya, kalian jadi untuk diteruskan menyusun kata-katanya, dan disulap jadi artikel, deh!

Lagi pula, dengan adanya informasi tambahan secara langsung atau tidak, selain bisa menepis kebuntuan itu, ada "bonus" yang didapat: malah bisa lebih kreatif saat menulis.

Ya, seperti yang kualami saat ikutan blog competition Creative Zaman Now. Awalnya sih ragu malah enggak niat untuk ikutan, karena bingung temanya apa yang bikin "beda". Tapi, setelah kupikir-pikir ada tema yang cocok dengan itu atau ada referensi yang kubaca yang berkaitan dengan aromaterapi dan kepribadianku, akhirnya saya berani ikutan lomba itu yang mengantarkanku meraih hadiah yang berupa lembaran-lembaran rupiah. Alhamdulillah.

Selain itu, ada cara lain lagi enggak?

Kalau misalnya kalian ada idenya malah menemui jalan buntu, jangan terus kepikiran akan ide itu. Selain tambah pusing dan masalah kebuntuan ide enggak selesai-selesai, kalian akan buang-buang waktu yang seharusnya dipakai untuk hal yang lainnya.

Alangkah baiknya kalau kalian jauhkan dulu dari kebuntuan ide tersebut, lalu sekali lagi, sebaiknya baca informasi yang berkaitan. Kemudian cari jalan "ke dalam" dengan cara berpikir dan merenung, sambil mengait-mengait informasi tersebut dengan ide yang sudah ada. Kalau udah klik dan bisa cukup untuk mencipta artikel yang ideal, mengapa tidak untuk segera melanjutkan, iyaa gak?

***

Oh ya, kalian tahu enggak, kalau sebenarnya kalau galau karena buntu harus bagaimana alur gagasannya saat menulis, malah terpacu untuk lebih giat mencari tahu lebih banyak lagi?

Karena, faktanya, pencerahan yang didapat seseorang selalu berawal dari kegalauan. Nggak cuma tokoh-tokoh besar dan ilmuwan dunia yang mengalaminya, kita selaku penulis juga (setidaknya, sih) pernah mengalaminya walau cuma sekali. Kita pernah galau tentang permasalahan hidup, lingkungannya, pendidikan, atau bangsanya yang setelah mencari dan merenungkannya, timbul pencerahan berupa solusi atas permasalahannya.

Tapi... eitss, pencerahan itu jangan dipendam sendiri! Sebab, bukankan pencerahan harus dibagikan untuk menyinari sesamanya? Salah satunya, adalah menuliskannya, supaya pencerahan yang didapatkan bisa diawetkan dan menjadi kekal abadi jika anak cucu melihatnya kembali. Selain itu, menuliskan pencerahan adalah cara menyalurkan kegalauan paling elegan!

Duuh....  daripada galau enggak karuan, mending mengubahnya menjadi cahaya yang bersinar, terus dibagikan lewat deretan kata-kata!

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun