Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadi "Anak Berwajah Blasteran", Rasanya Seperti Apa?

14 Februari 2018   17:28 Diperbarui: 14 Februari 2018   21:17 3146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hmmm, orang Batak aja wajib punya silsilah, masa' kalian sendiri enggak membuatnya?

Perihal bahasa, antara bilingual dan monolingual

Sumber gambar: Huffington Post
Sumber gambar: Huffington Post
Ah, jadi teringat waktu saya duduk di awal-awal masa putih abu-abu. Saat itu, ada guru PKn yang meminta para siswanya untuk memperkenal dirinya dengan bahasa daerah. Yaaah, ketahuan deh, pasalnya saya tidak menguasai bahasa daerah, dan pada akhirnya saya terpaksa melafalkan bahasa Sunda, itu pun meniru dari salah seorang teman sekelas.

Makanya, kalau saya ditanya soal bahasa, terus terang saya ini monolingual, hanya bisa berbicara dan mengerti bahasa Indonesia. Daan, kalau soal anak blasteran yang monolingual, apa saya hanya sendirian? Tidak, malah masih banyak!

Oh ya, katanya ada juga warga keturunan yang juga bilingual; menguasai dwibahasa. Kalau soal itu sih, di keluargaku ada kok yang seperti itu!

Ya, tepatnya saat libur lebaran tahun 2016 lalu, saat kami berkesempatan mengunjungi rumah kakak dari nenekku (dari pihak ibu). Di bawah meja tamunya, terdapat majalah dan buku bacaan yang hampir semuanya berbahasa dan beraksara Mandarin. Begitu juga TV kabel di mana saya melihat acara berita, juga berbahasa Mandarin!

Duuh, bisa dibayangkan tuh, pasti kerabat kami sudah paham bahasa Tionghoa itu 'kan?

Tapi, apakah anak blasteran, bisa menjamin berbahasa asing juga?

Sekali lagi, ya tergantung sih. Tidak mungkin punya darah asing bisa mewariskan bahasa asing juga. Itu mustahil. Pada artikel yang pernah kutulis, 'kan sudah kujelaskan, kalau orang tuanya tidak mengajarkan bahasa leluhur, yang terjadi hanya bisa berbicara dengan bahasa nasionalnya.

Makanya, kalau ada anak blasteran yang hanya bisa monolingual atau ada juga yang bilingual, itu semua berpulang pada beberapa faktor yang menentukan. Yakni, pengaruh lingkungan dan orang tuanya, plus kebiasaan yang mengarahkan untuk mempelajari bahasa tersebut. Yah, bukankah penguasaan bahasa itu bisa dicapai dengan mempelajarinya?

Maka, janganlah heran kalau ada orang Melayu yang bisa berbahasa Sunda, atau keturunan Inggris yang menguasai bahasa Jawa, misal. Lagi-lagi, itu semua kembali pada lingkungan yang "menciptakannya" untuk bisa seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun