Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Sekolah Menulis" Itu Bernama Kompasiana

1 Oktober 2017   18:50 Diperbarui: 2 Oktober 2017   08:40 1572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: BAM! Radio Network

Suatu ketika, di penghujung era 2000-an. Era internet  telah berkembang, membangkitkan pengguna untuk ikut serta. Pada saat itu, hampir semuanya ada berita-berita mainstream. Blog-blog yang ada, hanyalah sebuah diary tempat penulisnya banyak berkeluh kesah.

Akan tetapi, "yayasan" perusahaan bernama KG tak tinggal diam. Mereka yakin, internet dan sosial media perlahan akan mengambil alih. Sang pionir, Pepih Nugraha yang telah mendalami media sosial dan dunia blog, ingin agar tulisan-tulisan para jurnalis "lebih dinikmati khalayak luas".

Maka, "lahan kosong laman" yang telah ada di dunia maya, lalu diputuskan untuk dibangun sebuah "sekolah virtual",  sebuah platform blog. Awalnya hanya sebuah sanggar ngeblog untuk jurnalis dan penulis tamu. Setelah jadi dan melalui proses selama beberapa bulan, maka sekolah tersebut diresmikan untuk publik, tanggal 22 Oktober 2008.

Dan, sekolah virtual tersebut, diberi nama KOMPASIANA.

***

Sejak saat itu, banyak orang yang berbondong-bondong mendaftar menjadi Kompasianer, atau (bisa disebut) murid Kompasiana. Dan setiap tahunnya, adalah angkatan bagi murid yang diterima di sekolah tersebut. Pada angkatan pertama, ada Wijaya Kusumah, Babeh Helmi, dan masih banyak lagi. Namun, angkatan awal tersebut, hingga kini hanya sedikit saja yang bertahan menjadi murid, salah satunya Zulfikar Akbar. Salut!

Kemudian, waktu demi waktu terus berjalan, setiap hari (kalau ada), bahkan setiap tahun ada saja murid baru di Kompasiana. Mereka datang untuk menyalurkan hobi menulis, ada juga yang ingin belajar menulis,  tentu saja. Awalnya biasa saja, sampai akhirnya....

Tahun 2014, Banyak Murid yang Bergabung

Perkiraanku, suasana Pilpres 2014 yang memanas, dan keinginan mereka untuk menyampaikan aspirasi lewat politik, mungkin saja membuat banyak orang yang ikut-ikutan masuk sekolah Kompasiana, jadi murid di sana.

Dan, diriku adalah salah satu orangnya. Diterima jadi murid di Kompasiana tanggal 22 Mei 2014, menyusul mbak Seneng Utami yang beberapa bulan yang lalu telah tercatat jadi murid di sana. Setelah itu, datanglah banyak murid baru yang bersekolah di sini, beberapa di antaranya masih eksis di kelas ini. Ya, sebut saja mbak Listhia, Bang Bo dan Pak Bamset yang gabung bareng-bareng, dan masih banyak lagi.

Ya, kami semua---angkatan 2014, bersama dengan kakak tingkat---yang bergabung sebelumnya, dan adik tingkat---yang datang belakangan, justru semakin indah kalau berjejaring. Kesan senior dan juniornya hampir tak terlihat, kecuali kalau belajar menulis; membaca tulisan orang-orang yang lebih dulu eksis. Ya enggak seperti di sekolah biasanya, yang dulu suasana senioritas kakak pada adik kelas masih sangat kental, banyak peploncoan di sana-sini. Semoga ke depannya tak terjadi lagi pada generasi berikutnya, ya!

Tata Tertib Sekolah Kompasiana

Waktu diriku melihat di sisi lain laman, terdapat sebuah aturan yang harus dipatuhi oleh kami---selaku para murid begitu kami diterima di sekolah ini. Ya, Ketentuan Konten, semacam tata tertib bersekolah di Kompasiana.

Dengan Ketentuan Konten ini, ditambah dengan artikel-artikel yang disajikan, kami dididik di sini, untuk menjadi warganet yang baik, yang di kemudian hari, bisa melakukan hal-hal yang positif, baik di dunia maya, maupun di dunia nyata.

Oh ya, layaknya peraturan sekolah, tentu bagi yang melanggar tata tertib Kompasiana akan diberikan sanksi. Dipanggil Admin, terus ditegur walau hanya lewat pesan. Lalu, kalau sudah berkali-kali melanggar peraturan, ya apa boleh buat; Admin tak bisa mendidiknya, lalu si akun tersebut dibekukan alias dikeluarkan dari sekolah Kompasiana.

Guru dan Muridnya

Hmmm,  kalau melihat tata tertib Kompasiana, siapa yang membuat peraturan tersebut?

Admin? Tepat sekali. Peraturan sekolah dibuat oleh para guru dan kepala sekolah, seperti itulah posisi para Admin di Kompasiana. Merekalah yang lebih tahu di bidangnya, dibandingkan kami---para murid di sini. Maka, jangan heran, walaupun jarang mengajar di sini---kecuali para Adminnya menjelaskannya lewat tulisan, mereka langsung mempraktikkan ilmunya kepada kami, jika menemukan sesuatu yang salah.

Misalnya, kata penghubung yang penulisannya salah, dibenerin sama Admin. Begitu pun dengan mengganti kata yang tidak baku menjadi kata baku. Terkadang, pada beberapa artikel saya, kalimat-kalimat pada artikel "dibuat kalimat yang tepat" untuk menggantikan kalimat pada tulisan saya yang menurut mereka kurang pas. Duuh, kalau melihatnya, diriku jadi malu deh...

Ingat, Admin melakukan itu semua, bukannya jahat, tapi demi kebaikan dan mendidik kami, supaya kami bisa berbahasa tulis yang baik.

Nah, di luar itu, kami di sini bisa bertukar peran; kadang menjadi guru bagi sesama murid yang lain, di samping itu, kami harus belajar kepada guru yang lebih mumpuni di sini. Akibatnya, kami bisa mendapatkan pengetahuan untuk bisa mengasah dan berlatih menulis lagi---lewat ilmu-ilmu menulisnya, dan sebaliknya, mereka jadi tahu apa yang sedang kami utarakan.

"Pintar" di Bidang Apa, Ya?

Kalau di sekolah umum, biasanya ada murid-murid yang menonjol kemampuannya di bidang tertentu. Ada yang pintar Matematika, Bahasa Inggris, Fisika, Geografi, dan lain sebagainya. Bahkan, yang paling pintar di salah satu pelajaran, bisa diikutkan pada berbagai perlombaan, misalnya Olimpiade lho, hebaaat!

Begitu pula di sekolah Kompasiana. Sebenarnya, tanpa dididik oleh Admin (kecuali soal menulis), cepat atau lambat, akan terlihat spesialisasi bidangnya seperti apa. Ya lah, kami semua datang dari latar belakang yang tak sama, yang dipengaruhi oleh lingkungan dan kegemaran yang berbeda-beda pula.

Bahkan, ada pula, murid yang awalnya bingung akan bidangnya, setelah bersekolah di sini, akhirnya ketemu, passion dan kesukaan akan bidang apa, yang akan menentukan kehidupan ke depannya. Yeaaay, akhirnya kami ketemu minatnya!

"PR" di Sekolah Kompasiana

Waaah, ada "tugas" dari Admin, nih! Duuh, bisa dikerjakan nggak, ya?

Sebenarnya di sini tak ada "PR",  tapi kalau dilihat "kinerjanya", Admin menyebarkan "tugas" dari pihak ketiga, untuk menulis pada semua murid-murid yang terverifikasi. Namanya, Kompasiana Content Affiliation (KCA). Walaupun enggak wajib sebetulnya, tapi kalau dapat "nilai" dari tugasnya, patut dicoba dan mengerjakannya. Nilainya berapa? Tergantung view-nya, lalu ditukarkan dengan sejumlah uang tunai.

Hmmm, saya masih ingat, kalau mengerjakan PR, tugasnya harus mengerjakan apa yang ditentukan oleh guru. di KCA pun hampir sama. Tugasnya, menulis konten sesuai ketentuannya jika kami memang bersedia untuk menyetujui untuk mengikutinya. Dan, "tugas" itu ada batas waktunya. Nggak dikumpulkan, ya sama saja tidak dapat nilai!

Sejauh ini, saya belum pernah ikutan KCA. Habis, tidak ada yang sreg sama bidangku sih...

Pemilihan Murid-Murid Teladan dan Berprestasi

Di penghujung tahun, tentu para pengelola---guru di sini---akan  mengadakan pemilihan bagi murid-murid Kompasiana yang teladan dan berprestasi. Kompasiana Awards namanya. Pemilihan tersebut, tentu dilihat dari rekam jejak para murid yang terus berkarya dengan tulisan berkualitas sepanjang tahun itu. Dan, tentu saja dengan dukungan pembacanya.

Kalaupun telah terpilih, tentu ada beban moralnya. Seperti para pelajar yang memperoleh status sebagai siswa teladan dan berprestasi, tentu akan terpacu untuk meningkatkan kualitas, dan mempertahankan prestasinya, minimal. Nah, seperti itulah yang seharusnya dilakukan oleh para pemenang Kompasiana Awards. Jangan berpuas diri terus menghilang ya...

***

Hmmm, melihat keadaan sekolah menulis di Kompasiana, siapapun yang telah jadi murid di sini, diharapkan bisa belajar menulis, berinternet sehat dengan sungguh sungguh. Dan, sampai saat ini, saya belum layak jadi murid teladan di sini; masih betah jadi murid biasa, sembari terus mengasah dan berlatih bersama pena, di sekolah Kompasiana ini.

Oh ya, karena murid di Kompasiana adalah keanggotaan seumur hidup, maka tak ada ujian akhir, dan sesuatu yang bisa yang "meluluskan" kita untuk menulis di sini, kecuali Tuhan dan dirinya.

Artinya, selama kita masih hidup, artinya masih ada peluang untuk berkarya di sini, bukan? Yuk, kita kembangkan lagi merangkai kata-katanya!

Selamat belajar, salam Kompasiana untuk para murid-murid semuanya!

---

Tiga minggu, sebelum Kompasiana mencapai hari jadinya.

*NB: Terinspirasi dari artikel-artikel tentang belajar dan sekolah di Kompasiana, terus dipadukan sama suasana belajar di sekolahku yang masih teringat walau sudah tiga tahun berlalu. Mohon maaf jika ada kurangnya :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun