Melihat tulisanku ini, eh ternyata di bagian sejarahnya, tercampur sama kata atau kalimat yang tak ada hubungannya dengan itu. Duuh, jadi malu...
Bagi penulis dan blogger yang biasa menulis berdasarkan pengalaman atau gaya berpikirnya cenderung ke Sekuensial Abstrak (SA) seperti saya, menulis dengan menggunakan data dan fakta baik dalam artikel yang sepenuhnya berisi data atau bercampur dengan pengalaman dan opini pribadi, merupakan tantangan tersendiri.
Kok bisa? Tentu, karena agak sulit kalau kita menghafal data-data itu, terus kita "pindahkan" ke tulisan yang sedang kita buat. Salah-salah, bisa berubah jadi informasi yang tak bisa dipercaya oleh pembaca. Ngeriiii!
Lha, enak banget orang yang gaya berpikirnya Sekuensial Konkret, bisa tahu betul peristiwa-peristiwa yang terjadi secara tepat, sedangkan kita yang SA, bagaimana?
Apa harus menyerah gitu aja?
Asalkan tahu cara belajarnya yang tepat, orang-orang SA bisa kok menguasai data-data dengan sempurna. Jadi, jangan menyerah kalau ingin diri dan tulisan kita berkembang, ya!
***
Oke, kembali ke topiknya.
Seringkali, demi menghasilkan tulisan-tulisan yang lebih berkualitas, biasanya para penulis dan blogger (non-fiksi) mencampurkan antara pengalaman/opini dengan data-data ketika mereka sedang merangkai kata di layar monitor. Tujuannya, ya tentu saja agar bisa "menguatkan" tulisan kita, iyaa 'kan?
Tapi, saking asyiknya menari-nari di keyboard, tanpa sadar kalimat data bisa salah, atau terselip data-data yang tak semestinya. Kalau udah begitu, rasanya jadi malu kalau disuguhkan ke pembaca!
Makanya, walaupun sedang menulis, alangkah baiknya kalau harus berhati-hati. Salah-salah, bisa fatal akibatnya. Pembaca akan merasa "tersesat" gegara kalimat yang kita tuliskan.