Hmmm, kalau begitu, kalau tak ada hutan, kita selaku kaumintrovert, nggak bisa menikmati indahnya alam di hutan, gunung, sama air terjun dong? Yahhhh... ;(
- Polusi Cahaya yang Tak Memberi Kesempatan untuk Melihat Indahnya Langit!
Dan, ketika saya membutuhkan hiburan dan "liburan" yang lebih alami, kepingin sekali melampiaskan bebanku, melarikan diri ke hamparan bintang-bintang yang sangat menawan. Tapi, bukan untuk berdoa di hadpannya, ya!
Memang bagi sebagian besar orang, aneh kalau saya melakukan hal ini. Tapi, bagi introvert, ini adalah semacam "surga" baginya. Menurut yang pernah saya baca dan dialami, si innies memang suka melihat hal-hal yang "kecil" nan detail semacam bunga, bintang dan langit. Beda dengan kebanyakan manusia yang menganggap melihat bintang di langit sebagai hal yang membosankan, dan tak ada gunanya.
Sayangnya, melihat keindahan langit pada zaman sekarang ini, semakin sulit dijumpai. Bukan masalah tempatnya sih, karena pada hakikatnya semua tempat di bumi bisa melihat indahnya bintang-bintang yang bertaburan. Terus, masalah apa lagi yang terjadi di langit, yang menaungi kita di dunia?
Semenjak penemuan lampu pijar oleh Thomas Alva Edison, perlahan tapi pasti, dunia pada malam hari mulai bercahaya, padahal tak ada matahari yang menghadap permukaannya. Tentu, manusia akan "merayakan" hal ini sebagai simbol kemajuan dan kemewahan. Tapi, di balik itu, ada sebuah problema baru yang lama-kelamaan, semakin terkuak, ya apalagi kalau bukan polusi cahaya!
Yah, memang polusi ini tidak kelihatan oleh sebagian besar kita. Tapi, pernahkah kalian berpikir, kalau kita sendiri sebenarnya bisa menjadi "korban" dari pencemaran cahaya ini? Jam biologis kita menjadi kacau, karena dipaksa "kerja" pada malam hari dengan suasana seperti siang, yang sudah pasti akan mempengaruhi kondisi tubuh kalian!
Nah, nggak cuma kita saja yang merasakan dampak dari polusi cahaya ini, lho! Burung-burung yang terbang akan kebingungan arah, juga penyu yang kesulitan mencari tempat bertelur. Bahkan, menurut penelitian, tumbuhan yang terlalu banyak cahaya (buatan), tidak akan tumbuh subur. Duuh, kebayang 'kan kalau kondisi tumbuhan nantinya seperti apa?
Yang lebih parahnya lagi, menurut riset yang dilakukan Light Pollution Science and Technology Institute, lebih dari 80% penduduk bumi, tak lagi merasakan indahnya melihat Bimasakti di langit gegara hidup di tengah pencemaran cahaya. Â Atau, dengan kata lain, sepertiga umat manusia, melihat indahnya langit "berkabut putih", hanyalah sebuah mimpi yang tersimpan rapi.
Tidak hanya masyarakat umum saja, termasuk kaum introvertyang menggemari "pemandangan langit", pengamat astronomi juga mengeluhkan hal demikian. Observarium yang dikelilingi pemukiman yang sudah bercahaya, kini tak bisa "berfungsi" untuk mengamati bintang, dan ujung-ujung ingin pindah ke daerah lain!
Oh pantesan, waktu listrik padam di kampungku, aku malah bisa melihat bintang-bintang dengan leluasa. Seandainya aku hidup di pedalaman yang minim listrik, melihat Bimasakti di langit, adalah sebuah "hiburan" yang kemungkinan besar, pasti terwujud! *ngimpi*