Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Membaca, Menulis, dan Berpikir Saling Bersinergi

26 Agustus 2017   22:34 Diperbarui: 31 Agustus 2017   13:31 4322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: ellenconny.wordpress.com

Sebenarnya, lumayan sulit untuk menjabarkan bagaimana cara berpikir itu, apalagi kalau diterapkan saat membaca dan menulis. Habisnya, sebagian orang itu berpikir kompleks itu enggak gampang, walaupun pada dasarnya kita bisa berpikir untuk menyelesaikan masalah yang paling senderhana. Agak ruwet sih, serumit strukur alat berpikirnya!

Sudah-sudah, saya jelaskan pelan-pelan dulu, ya!

***

Ketika saya merenung tentang tema artikel ini, saya pun berpikir tentang kegiatan membaca, menulis dan berpikir. Apa iya, ketiganya saling berkaitan?

Pasalnya, saya pernah membaca, menulis itu butuh berpikir, membaca pun juga mengajak otak untuk berpikir. Daaan, hasil perenungan saya ini saya coret-coret di buku harian dalam bentuk peta konsep, lalu akhirnya ketemu deh, sinerginya! (Bisa dilihat di foto di bawah ini).

Peta Konsep Sinergi Membaca, Menulis, dan Berpikir/ Ilustrasi latar: Pixabay
Peta Konsep Sinergi Membaca, Menulis, dan Berpikir/ Ilustrasi latar: Pixabay
Nah, dari peta konsep itu, kalian bisa lihat, betapa membaca, menulis, dan berpikir saling bahu-membahu, dibutuhkan. Buktinya, pada saat kalian tengah menulis artikel, ketiganya sama-sama bekerja dalam satu waktu. Gerak-gerik mata melihat teks, tangan-tangan cekatan menari-nari di atas keyboard, dan otak terus berpikir keras, menentukan kata-kata apa yang akan dirangkaikan menjadi suatu kalimat yang padu.

Walaupun begitu, tentu kegiatan ketiganya lebih dari itu. Oke, saya jabarkan satu per satu.

Berpikir, Cara Terampuh "Melampaui" Apa yang Telah Dibaca

Tentunya, setidaknya seumur hidup, kalian pasti menyisihkan waktunya 'kan, untuk membaca? Tapi, pernahkah kalian berpikir, apakah yang kalian baca itu bisa membekas di ingatan kalian?

Kalau enggak, coba direnungin lagi. Sesungguhnya, waktu membaca buku, otak kalian sedang diajak untuk berpikir. Atau, dengan kata lain, membaca mengakibatkan kalian "dipaksa" untuk berpikir! Kalau belum bisa berpikir "yang lebih tinggi" kayak mendebat antara pendapat pribadi dengan si penulisnya, setidaknya di pikiran kalian, muncul gambaran, tentang apa yang dibaca.

Tahu imajinasi? Ternyata, imajinasi itu tak hanya berlaku di dunia fiksi lho! Pada penikmat buku non-fiksi akan mendapatkan sensasi yang sama. Intinya, waktu kita membaca, pikiran kalian akan mengembara, menciptakan khayalan, dan diwujudkan serupa dengan "film sungguhan" di otak!

Nggak percaya? Coba ambil bukunya, lalu simak perlahan-lahan, mencerna kata demi kata. Lama-kelamaan, akan muncul imajinasi berwujud film itu di benak kalian, yang membuat kalian mengerti, dan bertambah paham apa yang dipelajari.

Terkadang, waktu membaca buku, pikiran akan terbayang akan fenomena (lain), yang berkaitan dengan hal-hal tersebut. Atau, bisa dicocokkan dengan pengalaman yang telah kalian alami. Sudah pasti, hal ini akan memacu kalian untuk berpikir kritis; menemukan "kebenaran" di balik bacaan. Malahan, bisa mendapatkan ide dan gagasan baru, untuk terus berkarya!

Jadi, kegiatan membaca yang kita lakukan, jangan semata "tunduk" apa yang tertulis di dalamnya, lalu selesai, ya! Cobalah kalian berpikir, bayangkanlah, dan lampaui apa yang dipelajari. Niscaya, kalian akan mendapatkan "makna" dan pengetahuan baru, yang bakal memperbarui kalian, menjadi pribadi yang "berbeda" dari sebelumnya.

Menulis, Mengajarkan Kalian untuk Berpikir, Menerapkan Ilmu, dan Menganalisis dengan Bebas

Waktu kalian belajar di sekolah, mungkin ilmu yang kalian dapatkan selama ini, hanya mencakup pada mata pelajaran saja. Apakah ilmu yang dipelajari di sekolah atau kuliah bisa cukup untuk mengarungi kehidupan?

Hei, sebenarnya ilmu itu, luas sekali, lebih luas dari seukuran daun kelor!

Maka, tak heran kalau banyak ilmu-ilmu yang secara tak langsung kalian dapatkan di luar bangku sekolah, baik dari bacaan maupun pengalaman. Kalau sudah banyak, maka proses "mengabadikan makna" dan menerapkannya lewat menulis akan lebih mudah.

Begitu pula sebaliknya. Pengen nulis tapi malas baca, apa kalian bisa? Itu mustahil!

Selain itu, dengan menulis, kalian diajarkan untuk berpikir bebas. Mengapa? Ketika merangkai kata-kata pun, pikiran kalian akan mengembara, mencari "film pikiran" berupa fenomena-fenomena yang telah terekam sebelumnya, dipadukan dengan referensi yang kalian baca.

Asalkan tidak menyalahi logika, saling kait-mengait informasi antara referensi dengan gambaran fenomena di pikiran, tidaklah dilarang, kok. Dan, hal itu memang terbukti. Bukankah banyak tulisan-tulisan dari blogger, yang terlahir setelah mencocokan suatu isu terhangat dengan peristiwa lain yang masih berhubungan?

Kecuali kalau artikelnya tentang sejarah dan kesehatan yang harus berpegang teguh pada data dan fakta, menulis artikel apa pun sebenarnya bisa kok mengandalkan imajinasi, yang muncul dari pengetahuan, pengamatan, dan pengalaman, biar tulisannya lebih luwes katanyaaa. Bukankah tulisan yang baik membutuhkan kerjasama antara otak kanan dan kiri?

Nah, soal imajinasi, biarlah jadi urusan otak kanan. Kemudian, setelah berpikir dan mendapatkan gambaran tentang apa yang kalian tulis sesuai temanya, barulah fenomena dalam wujud imajinasi "dibaca", dianalisis, lalu menyimpulkan.

Lalu, hasil analisis dan kesimpulan berpikir itulah yang diserahkan kepada otak kiri untuk menentukan kata-kata yang digunakan dalam menulis, dan otak memerintahkan otot-otot untuk menggerakkan tuts keyboard, menekan tombol demi tombol dengan jiwa kebebasan dan rasa cinta. Dan, demikianlah seterusnya, sampai ide dan imajinasi yang terkonsep dalam otak, tak bersisa!

Dan, begitulah sebaliknya jika kalian kedapatan ide. Ikatlah ide yang telah terkonsep itu ke dalam tulisan. Kalau enggak, kalau idenya tidak hilang, bisa jadi ide tersebut akan "berputar-putar" dalam benak, sampai kalian menyempatkan waktu untuk menuangkannya.

Duuuh, setiap mau makan, teringat konsep A, mau tidur, tiba-tiba muncul ide lain. Daripada kepalaku tambah pusing, lebih baik aku tuliskan idenya sekarang!

Gaya Berpikir Penulis

Nah, ada tambahan lagi. sewaktu saya mengamati tulisan-tulisan para narablog, saya bisa "membaca", gaya berpikir apa yang digunakan penulis untuk menuangkan gagasannya. Berdasarkan apa yang saya baca di buku Quantum Learning, gaya bepikir manusia dibagi menjadi empat. Namun, karena proses menulis lebih melibatkan otak kiri, saya bahas dua gaya berpikir aja, ya!

Pertama, Sekuensial Konkret (SK). Pemikir SK, berpegang pada realitas, apa yang dilihat, diraba, dicium, didengar, dan dirasakan. Termasuk juga, dibaca. Lebih mudah mengingat fakta-fakta, rumus-rumus, dan "sejenisnya". Ohh, pantesan ya, tulisan-tulisannya, nggak jauh-jauh dengan data dan fakta, malah bisa menyampaikannya dengan tepat!

Lalu, ada juga gaya berpikir yang kedua,  Sekuensial Abstrak (SA), yaitu berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi. Proses berpikirnya, ya bersifat logis, rasional, dan intelektual. Oh ya, biasanya, yang melakukan hal itu adalah para filosof dan ilmuwan, lho!

Jadi, tulisan-tulisan yang gaya berpikirnya SA, kemungkinan besar, ya tulisan-tulisan yang berdasarkan pada fenomena, kemudian "dibuat konsep" melalui penalaran, lalu dituangkan dalam bentuk tulisan, deh!

***

Nah, setelah kalian baca artikel ini, jadi mengerti 'kan, betapa membaca, menulis dan berpikir, sebenarnya saling bersinergi dan berhubungan? Maka, manfaatkan ketiga hal itu ya, biar bisa tercipta tulisan-tulisan yang lebih dahsyat!

Demikanlah penjelasannya, salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun