Kenapa ya, bisa terjadi demikian?
Menurut buku Ungkapan Hikmah karya Pak Komaruddin Hidayat, kita sebagai manusia, memang mudah puas dan terbelenggu dengan pengalaman-pengalaman indrawi; yaitu pengalaman secara fisik dan bisa terlihat. Ya, memang bisa dilihat 'kan, ketika hidup di dunia, memang kegiatan sehari-hari didominasi dengan hal-hal yang "terlihat jelas" dengan mata kepala.
Misalnya, ketika kita bekerja, bersekolah, atau hal-hal lainnya, melibatkan benda-benda yang jelas-jelas bersifat fisik. Termasuk dalam menulis, yang meskipun melibatkan mental dan pikiran, tetap saja terwujud dalam susunan huruf yang membentuk kata-kata, yang juga bisa dilihat siapa pun. Dengan cara itulah, dengan melihat hal-hal fisik, kebanyakan dari mereka sudah bisa mendapatkan kepuasan dalam hidupnya.
Tapi.... tunggu dulu. Apakah kepuasan fisikal memang sudah terpenuhi? Ternyata , sesungguhnya hal ini tidaklah cukup!
Pasalnya, pengalaman-pengalaman indrawi hanya terbatas pada yang kita lihat saja. Makanya, pengalaman tersebut masih dangkal. Buktinya, seperti yang dialami oleh vokalis Linkin Park ini. Walaupun sudah berkarier belasan tahun di bidang seni dan menganggap hal ini mendamaikan batin dan bisa melupakan traumanya, toh pada akhirnya beliau bunuh diri. Artinya, kebahagiaan tersebut masih belum apa-apanya!
Jadi, kegiatan menulis yang merupakan intellectual happiness, berkesenian yang jadi bagian dari aestetical happiness, sebenarnya masih kalah dibandingkan kebahagiaan tertinggi yang ditawarkan-Nya kepada manusia. Masih ingat tidak, tangga-tangga kebahagiaan itu? Di antara beberapa kebahagiaan, spiritual happiness menempati "puncak" dari segala tangga-tangga kebahagiaan, yang tentunya lebih sejati.
Yup! Kebahagiaan spiritual, memang tak terbatas.  Namun, karena spiritualitas adalah soal hubungan kita kepada Tuhan yang Mahaluas, tentu menjadi terbatas  jika kita "menjelaskan" pengalaman tersebut kepada orang lain, karena kebahagiaan tersebut terjadi di luar fisik alias ruhani, dan bersifat emosional-psikologis. Karena spiritualitas itu "tak terlihat", sedangkan kita memang terbuai dengan hal-hal yang bersifat fisik, makanya "ketimpangan" jumlah kegiatan duniawi dan kerohanian di sini beda jauh. Silakan ditebak, lebih rame mana? Pasar, atau tempat ibadah? Pasti akan menjawab pasar, 'kan?
Karena itulah, kita memang selayaknya mendapatkan asupan spiritual, apalagi bagi kaum introvertyang sudah pasti menyukai hal-hal yang bersifat psikis. Kalian tahu, apa alasannya? Menurut yang saya baca di buku The Introvert Advantage, spiritualitas bisa mengurangi perasaan kewalahan, tertekan, dan bisa memberikan energi mental untuk menjalani hari demi hari, di muka bumi ini.
Bahkan, orang yang punya spiritualitas tinggi, justru terpancar sikap altruisme-nya, mengasihi sesamanya, dan bisa menjaga integritas dan tanggung jawab selama hidup di dunia, bukan?
Lalu, gimana caranya, untuk bisa mendapatkan kepuasan spiritual?