"Duuh, capek. Kita pulang yuk!"
Ya, begitulah yang dikatakan saudara jauhku saat saya menemaninya ke salah satu warung. Dikit-dikit, udah ngeluh capek. Padahal, kami berjalan tak sampai setengah kilo!
Sebenarnya, pada hari sebelumnya, salah seorang kerabatku sudah menawarkan kami untuk naik motor. Tapi, saya bersikukuh ajak dia untuk berjalan kaki. Memang jarak antara rumah saya dan warung lumayan jauh, tapi bukankah lebih baik jika menempuhnya dengan kaki sendiri?
Saat kami berjalan, saya memang nasihatin saudara jauhku untuk membiasakan diri jalan kaki. Mungkin, selama berada di kota kelahiranku, kemana-mana dia lebih banyak mengendarai motor. Jadinya, kalau urusan jalan kaki, dia memang belum terbiasa.
Nah, apa pernyataan ini cuma satu-satunya di sini? Tidak!
Enam hari yang lalu, sepulang belanja di salah satu minimarket, saya memutuskan untuk duduk di depan teras gedung. Di dalamnya, sudah ada seorang wanita yang telah lebih dulu menunggu. Jadilah kami sama-sama menunggu mobil angkot yang akan mengantar kami pulang.
Saat saya berkata tentang jalan kaki, si wanita itu menjawab: "Jalan kaki itu capek!" Duuh, lagi-lagi dia menganggap berjalan kaki seperti itu!
Padahal, saya ini bisa jalan kaki dari gedung ini sampai ke rumah. Namun, karena alasan cuaca mendung, jadilah saya memilih untuk pulang menggunakan angkutan umum. Ya, namanya aja pilihan orang, tak ada yang bisa memaksa untuk mengikuti gaya hidupnya, bukan?
Berjalan Kaki yang Telah Diasah Semasa Sekolah
Ngomong-ngomong nih, apa nasihat saya pada saudara jauh untuk berjalan kaki, apa hanya sekadar omongan doang? Duuuh, kurasa, ini mustahil terjadi!
Sebab, saya memang sudah terbiasa untuk berjalan kaki. Bahkan, untuk jalan kaki sejauh 2 km pun, saya baik-baik saja. Apa ini sebuah kemampuan yang jatuh dari langit? Percayalah, ini sudah jelas tak akan mungkin!