Seharusnya, artikel ini saya tulis satu-dua hari yang lalu, tapi karena ada acara keluarga, saya baru bisa membuatnya hari ini. Maaf yaaa...
***
Ketika saya menyelesaikan artikel sebelumnya, saya melihat salah satu artikel saya di Kompasiana yang ditetapkan Admin, dilabeli "Featured". Judulnya, Hari Raya Idul Fitri; Sebuah Renungan dan Cermin Diri. Agak beda memang, karena waktu itu saya menyematkan tahun hijriyah pada judulnya, sebelum dihilangkan ketika dikedepankan di kolom khusus tersebut.
Dan, pada tahun lalu, saya sempat memperkirakan, Â artikel renungan saya tentang Idul Fitri akan terpilih masuk kolom Featured. Dan, akhirnya artikel saya memang terpilih pada lebaran tahun ini.
Karena itu, saya penasaran tentang perubahan judul tersebut, lalu saya cek di google dan menemukan judul artikel tersebut masih sama dengan yang dulu. Di bawahnya, saya menemukan judul artikel yang sama dengan yang sekarang, hanya saja dipublikasikan di portal online lain.
Kemudian, saya baca artikel tersebut secara perlahan. Memang pembukaan artikelnya sama dengan apa yang saya tulis, tapi setelah itu, paragraf berikutnya ditambahkan ucapan hari raya dari si penulisnya sendiri, di portal daring itu.
Saya pikir; sebagian materi artikel ini pasti copy-paste 'kan? Mengutip pembuka artikel yang berawal dari kalimat "Allahu Akbar ....." sampai "... masa mendatang" hasil saya merenung tanpa izin dariku. Mengapa Anda begitu pelit untuk menulis nama saya selaku penulisnya?
Entahlah, apapun alasannya, menulis ucapan selamat hari raya dengan cara seperti ini termasuk hal yang memalukan. Menyampaikan sesuatu yang baik, tapi dinodai dengan cara-cara curang. Itu sama saja merusak nilai suci yang dipegang teguh saat menyambut hari kemenangan, bukan?
Ya, memang semua pesan bisa dicopas. Namun, jika berbentuk artikel, ini yang paling bahaya. Apalagi artikel hasil merenung, yang tak lain dan tak bukan, mencerminkan pribadi dan intelektualitas dari si penulisnya.
Jadi, harusnya kalian sadar diri, lah. Kalau pesan hari raya marak dicopas, berarti ada sesuatu yang salah dengan kita, dan bangsa ini. Betapa tingkat literasi yang meliputi baca-tulis menempati peringkat terbawah kedua di dunia, menurut survei yang diadakan oleh Universitas Connecticut, Amerika Serikat.
Lalu, jika hal-hal kecil dalam dunia kepenulisan seperti menulis kartu ucapan aja tidak bisa, lalu bagaimana dengan menulis hal-hal yang serius seperti menulis artikel dan buku? Duuuhh....
***
Karena itulah, menyampaikan sesuatu di hari raya lewat tulisan perlu dilatih, apalagi kalau sudah menuliskan ucapan hari besar yang meliputi rangkaian kalimat yang cukup panjang, ya sepanjang setengah artikel. Jika ucapan hari raya yang dibacakan penerima merupakan hasil rangkaian kata dari si penulisnya sendiri, maka yang membacanya akan terasa lebih berkesan, bukan?
Mengapa? Sudah barang tentu gaya penulis yang satu dengan yang lain, berbeda-beda. Cara berpikir penulis dalam merangkai kata saja sudah tidak sama,apalagi hasil tulisannya. Makanya, tak layak jika seseorang mengklaim hasil karya orang lain sebagai hasil ciptaannya.
Jadi, kembalilah! Cobalah kalian berpikir dahulu ketika menuliskan pesan hari raya, di media apa pun. Bukankah semua manusia seperti kita dikaruniai akal untuk berpikir, dan merenung? Gunakanlah, dan jangan disia-siakan, agar kita menjadi pribadi yang bersyukur padaNya.
Setelah itu, sampaikanlah hasil berpikir dan renungan kalian, dalam bentuk pesan-pesan yang baik, dan tentu saja bernilai positif. Lebih baik jika disampaikan lewat hati yang terdalam. Terus, bubuhkan ucapan selamat hari raya. Maka jadilah pesan hari raya yang berkesan!
Lain kali, tahun depan, yang suka copy-paste pesan hari raya, jangan diulangi lagi, ya!
Demikianlah, semoga bisa dipahami. Salam Kompasiana!