Beberapa tahun yang lalu, entah saya lupa kapan pastinya, Ayahku pernah mengatakan begini kepada saya:Â
"Internet kok percaya. Itu banyak bohongnya!"
Kalau saya pikir-pikir, ada benarnya juga. Saya pernah kena tipu ketika belanja buku favorit saya secara online. Padahal saya tidak ingin belanja ke sana karena situsnya kurang dipercaya. Mungkin, karena kebutuhan saya akan pengetahuan tentang temperamenku yang akhirnya menabrak keraguan dalam hatiku.
Oke, kembali ke ranah media sosial. Pernah saya ceritakan di sini, bahwa semasa SMA saya suka ngetweet dan menulis status di Facebook. Namun, setelah lulus sekolah, saya akhirnya jarang aktif bermedos lagi. Tidak hanya saya, banyak teman-temanku yang melakukan hal yang sama karena padatnya kesibukan mereka. Walaupun demikian, banyak juga teman-temanku yang masih bereksis-ria dengan status-status medsos mereka.
Semenjak saya terjun di dunia blogging, rasanya saya menemukan hal-hal yang berbeda. Di Kompasiana sendiri, artikel-artikel yang ditayangkan sudah dikurasi terlebih dahulu sehingga saya nyaman dalam membaca karya-karya mereka. Beda dengan di media sosial--terlebih lagi, Facebook. Statusnya kebanyakan galau, selfie dan banyak dijumpai berita-berita hoax, kabar yang meragukan dan konten pornografi yang jika saya melihatnya, langsung saya buang muka karena benci.Â
Ya meskipun banyak juga yang menuliskan statusnya dengan konten yang positif, gara-gara konten di atas, saya semakin tidak betah dalam bermedia sosial. Apalagi berita-berita hoax yang disebarkan di dalamnya, dengan alamat yang tidak jelas, saya semakin enggan untuk membacanya. Gimana jadinya kalau informasi tersebut mudah masuk ke pikiran saya? Mudah mengatakan hal-hal yang tidak benar, bukan?
Saya semakin resah jika menjumpai hal-hal begituan di medsos. Makanya saya lebih sering berkarya lewat blog dan membaca artikel berita terpercaya lewat mesin pencari. Apalagi semenjak saya menerima amanah berupa verifikasi biru, saya memutuskan untuk tidak menulis yang meragukan (syubhat), dan selalu berhati-hati.
***
Pada era sekarang ini, internet semakin membuka diri untuk menampung informasi dan konten dari siapa saja. Tapi, jangan salah, di balik kebebasan dan keterbukaan itu, sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab dengan mudahnya menyebarkan konten-konten yang bernilai negatif. Konten-konten porno, berita hoax, yang paling parahnya lagi, menyebarkan informasi yang belum tentu isinya benar!
Nah, untuk menangkal konten-konten yang negatif, perusahaan sosial media biasanya melakukan verifikasi, juga pengawasan konten. Contoh mudahnya, Thailand langsung mengawasi konten-konten yang bersilweran, dan jika ditemukan kalimat atau status yang dianggap menghina kerajaan, terutama raja Bhumibol Adulyadej, akan dikenai sanksi hukuman penjara.
Akan tetapi, alangkah baiknya kalau ada yang mengambil alih untuk menjaga iklim bermedsos dengan konten-konten yang positif. Siapa lagi yang melakukannya, kalau kita selaku penggunanya?
Memang sih, kita sebagai pengguna medsos, punya hak untuk menulis, tapi apakah kita mau berpikir lebih dalam, apa yang disampaikan benar-benar meyakinkan? Atau, jangan-jangan, terselip konten atau kalimat yang dianggap meragukan? Kalau sampai ada konten meragukan, yang kasihan siapa? Pembacanya, 'kan?
Bukankah Nabi shalallahu 'alaihi wassalam telah memperingatkan kepada kita demi kemaslahatan dalam kehidupan--terutama umat Muslim: "Tinggalkan hal-hal yang meragukanmu kepada hal-hal yang tidak meragukanmu. Kejujuran mendatangkan ketenangan, dan dusta mendatangkan kegelisahan"Â (HR. Trimidzi)
Karena itulah, dalam menulis konten di berbagai media--terutama media sosial, kita tidak selamanya hanya mengandalkan pengalaman yang nyata. Malahan, kita butuh riset untuk menguatkan tulisan-tulisan di media sosial. Caranya, ya banyak membaca artikel-artikel yang terpercaya, dan buku-buku ilmiah. Setelah itu, barulah kita menulisnya. Ingat, menulisnya yang benar-benar jujur, kalau ragu, sebaiknya ditinggalkan, Â ya!
Mengapa kita perlu melakukan riset sebelum menulis di media sosial? Tujuannya, selain untuk menyampaikan informasi yang benar dan akurat, agar kita tidak dianggap pribadi yang sok tahu. Merasa yang disampaikan itu benar, ternyata itu salah. Kan kita jadi malu, kalau hal ini sampai terjadi?
Oh ya, kalau di dunia kampus, kegiatan riset adalah sebuah kewajiban bagi mahasiswa dan dosen, di media-media besar dan sudah punya nama, riset menjadi bagian terpenting untuk menyebarkan informasi kepada khalayak. Pantas ya, masyarakat menaruh kepercayaan pada media-media besar, bahkan karya-karya perusahaan media ternama, banyak yang dijadikan rujukan, untuk berbagai keperluan.
Terlebih lagi kalau sudah masuk ke ranah media online. Makanya di berbagai media sosial, ada sebuah tanda centang untuk profil yang sudah terverifikasi. Halaman-halaman Facebook, dan akun Twitter yang sudah bercentang biru, adalah akun yang resmi, dan di Kompasiana sendiri, ada tanda Verifikasi Biru bagi akun-akun yang telah terpilih dan memenuhi syarat.
Apa artinya dari semua ini? Yup, mereka semua telah menyajikan konten-konten yang postitif, dan tentunya, tidak diragukan lagi bagi khalayak. Walaupun banyak bertebaran akun-akun palsu yang mengatasnamakan nama X, para warganet tentu memilih informasi dari akun-akun medsos yang bercentang biru, karena mereka informasi-informasi yang mereka publikasikan bisa dipercaya dan diterima oleh mereka.
Oleh karena itu, demi menciptakan bermedia sosial yang sehat, yuk, tinggalkan hal-hal yang meragukan dalam membuat konten. Eitss... tidak cuma menulis status atau artikel saja, kalian--yang suka klik "like" dan menyebarkan konten di medsos, kudu berhati-hati. Pastikan, yang kalian suka dan menyebarkan konten, adalah konten yang isinya tak diragukan lagi. Sehingga, kita--para penggunanya, akan merasa nyaman di dalam dunia maya, bukan?
Demikianlah, semoga bermanfaat. Salam Kompasiana!
*Referensi, dari berbagai sumber
P.S: Saya jadi tergerak untuk menulis artikel ini setelah membaca artikel dari Mas Isjet tentang Membedah Fatwa MUI tentang Media Sosial, terutama bagian yang menyebarkan konten meragukan yang ternyata tidak ditemukan oleh beliau. Untuk lebih lengkapnya, silakan kalian baca di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H