Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Persiapan Asian Games 2018, Jangan Terpengaruh "The Manic Society"

31 Agustus 2016   11:50 Diperbarui: 26 November 2016   10:46 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga belas hari yang lalu, tepatnya tanggal 18 Agustus 2016, adalah dua tahun sebelum Indonesia menggelar hajat teristimewa, Asian Games 2018. Tentu saja, Indonesia tak mau ketinggalan dalam mempersiapan event olahraga ini. Kampanye tuan rumah Asian Games yang dilakukan di gunung, sampai pada hari dimana Jember Fashion Festival diadakan, terselip promosi Asian Games 2018 yang dilakukan dengan gaya “arak-arakan” kontingen layaknya pembukaan dan penutupan pada ajang Olimpiade.

Nah, jika dilihat dari persiapannya, lebih giat lagi. Setelah meluncurkan logo dan maskot terbarunya, menggantikan logo-maskot lama yang sempat jadi kontroversi, para panitia Asian Games tentu tak bisa bersantai-santai, ‘kan? Renovasi gelanggang olahraga di Senayan, termasuk GBK baru saja dimulai. Di Palembang, sudah merencanakan pemasangan instalasi listrik yang ramah lingungan, di antaranya menggunakan tenaga surya. Begitupun dengan penataan obyek wisata, salah satunya Kampung Arab Al Munawwir, yang menjadi semakin apik saat dikunjungi wisatawan pada event olahraga se-Asia itu.

Terlepas dari hal itu, coba direnungkan lagi, betapa carut-marutnya Jakarta dan Palembang, dalam menghadapi event olahraga serupa, yang lebih rendah jika dilihat dari regionalnya, ya apalagi kalau bukan SEA Games! Event olahraga yang diadakan 11-22 November 2011 itu dalam persiapannya menjadi tuan rumah, dinilai sebagai event terkacau sepanjang sejarah. Venue-venue dari berbagai cabang olahraga belum siap, dalam artian belum selesai dikerjakan. Media center, yang memegang kendali dalam penyiaran dan penyebaran informasi tentang SEA Games, sehari sebelum hari H saja malah tak ada komputer yang terpasang sama sekali!

Masih belum puas juga? Okelah, kita lihat persiapan ajang olahraga sejagat yang berakhir sepuluh hari yang lalu, Olimpiade 2016 yang diadakan di Rio de Janiero, Brasil. Penyelenggaraannya lebih ‘parah' lagi! Beberapa hari jelang pembukaan Olimpiade, sampah dan mayat manusia mengapung di pantai yang sedianya menjadi venue dari beberapa cabang olahraga. Padahal, jika digunakan, akan menimbulkan bahaya bagi manusia, karena terdapat banyak bakteri.

Belum lagi keluhan dari para atlet tentang buruknya fasilitas yang disediakan di kampung atlet, gara-gara belum selesai dikerjakan dengan sempurna. Instalasi listrik belum terpasang sempurna, malah ada kabel yang terkelupas. Ditambah, masalah keamanan, ancaman terorisme, serta virus Zika yang sempat mewabah di negeri Samba itu. Syukurlah, event itu berjalan dengan baik.

Setelah saya merenungkan, saya menemukan jawaban atas permasalahan ini. Merujuk dari buku Life’s Journey karya Pak Komaruddin Hidayat, saya akan menjelaskan fenomena itu.

Munculnya “The Manic Society”

Menurut Robert Holden dalam bukunya, Success Intellegence, dijelaskan fenomena yang telah menimpa manusia modern saat ini, the manic society. Maksudnya, masyarakat yang terburu-buru, serba cepat, sehingga emosi lebih menguasai akal sehatnya, sehingga tidak bisa bekerja dengan baik. Di kalangan masyarakat urban di kota besar, tak terkecuali Jakarta dan Palembang, pada umumnya sudah terjangkit sifat yang suka impulsif ini. Akibatnya, kalau menginginkan sesuatu, pasti maunya diperoleh dengan waktu yang cepat. Contoh sederhananya, karena tak punya waktu memasak karena tersita dengan pekerjaan lain, membeli makanan cepat saji adalah solusinya.

Virus the manic society yang diderita masyarakat kota, terlebih kalangan eksekutif, akhirnya tertular juga pada panitia yang menggelar event olahraga. Akibatnya, gerak mereka selalu terburu-buru dan inginnya semua venue dan kelengkapan lainnya cepat selesai sesuai tenggat waktu, bahkan sampai mendekati hari H. Persiapan menjadi serba kacau.

Tentu, jika tidak disikapi, fenomena the manic society pada penyelenggaraan event olahraga akan menimbulkan masalah dan kerugian. Apa saja kerugian yang dimaksud?

a. Venue akan cepat mengalami kerusakan

Orang Inggris punya ungkapan yang menarik; easy come, easy go. Artinya apa-apa yang diperoleh dengan cepat, akan pergi dengan waktu yang singkat pula. Ya, semua sektor pasti mengalami hal ini, termasuk pada venue yang telah jadi. Rupanya, pembangunan venue yang cepat, asal-asalan, dan tanpa perhitungan, suatu saat akan mudah mengalami kerusakan.

Contohnya sudah jelas terjadi, yaitu pada saat penyenggaraan SEA Games di Palembang, ditemukan kerusakan pada venue aquatic. Tentu saja, akan terlihat mengganggu, bukan?

b. Munculnya Penyakit 3H

Kehadiran fenomena the manic society akan memunculkan sebuah masalah kejiwaan baru, yang biasa disebut virus 3H. Ketiga masalah tersebut adalah serba terburu-buru (hurried), saling kehilangan selera humor dan ketenangan (humorless), dan saling bersaing (hostile).

Sudah jelas 'kan, persiapan ajang olahraga dengan cara yang tidak benar, menikmati persiapan event dengan fokus dan penuh perhatian, akan menimbulkan gejala yang terburu-buru (hurried), seperti yang telah saya jelaskan di atas. Ditambah lagi dengan tekanan deadline yang telah ditetapkan, bakal muncul rasa ketidaktenangan dalam persiapan menjadi tuan rumah, terlebih pada diri penyelenggara (humorless).

Oh ya, ada satu lagi. Jika sekiranya ada “ego” dari dua kota penyelenggara yang semula telah ditunjuk, menginginkan menjadi tuan rumah tunggal, akan saling bersaing (hostile) untuk memperebutkan status tuan rumah dengan berlomba-lomba mempersiapkan diri. Jika pihak pemerintah menunjuk kota yang lebih siap, akan muncul rasa tidak kebagian pada kota yang gagal menjadi tuan rumah. Kecuali jika dua kota menyelenggarakan event olahraga dengan rasa kebersamaan dan saling mendukung, pasti hal tersebut tidak akan terjadi.

Cara Menyikapi Fenomena The Manic Society

Nah, melihat fenomena the manic society tersebut, bagaimana cara menyikapinya, termasuk para panitia event olahraga?

Benar, mestinya para panitia berpikir berkontemplatif apa yang diperbuat selama menjadi tuan rumah pada event sebelumnya. Jika biasanya persiapan dilakukan secara impulsif, pada saat persiapan menjadi tuan rumah Asian Games 2018 harus pelan-pelan, baik pembangunan dan renovasi venue, serta hal-hal lainnya. Walaupun dikerjakan secara lambat, itu lebih baik, sehingga hasilnya akan lebih maksimal.

Tapi, kalau misalnya ingin persiapan dengan waktu yang cepat? Boleh, asalkan semua elemen pendukung sudah lengkap dan dilakukan secara hati-hati. Satu hal lagi, hendaknya persiapan event dilakukan dengan perencanaan yang matang oleh panitianya, dari generasi saat ini ke generasi berikutnya, terlebih lagi ajang olahraga seperti Asian Games akan diselenggarakan empat tahun sekali, selama bumi masih bisa berputar lancar.

Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!

*Berita, dari berbagai sumber

Ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun