Di antara kaum mayoritas—ekstrover, yang telah dijelaskan sebelumnya, ada sekelompok misterius, yang muncul di tengah-tengah mereka. Meskipun pada karya-karyanya mengalir dan enak dibaca (seolah-olah tulisan dengan gaya bertutur), kenyataannya, dalam kehidupan sosial, mereka malah bersikap sebaliknya. Jadi, jangan asal dituduh munafik, ya!
Nah, bagi kaum minoritas di buka bumi, mereka lebih menyendiri di tengah keramaian. Kalaupun bisa berdanda-ria dengan teman-teman, mereka sudah jatuh nyaman dengan teman yang dianggap akrab dengannya.
Jadi, saya, dan sekelompok kecil penulis lainnya memang tak sama dengan kebanyakan dari kalian. Kami adalah kaum innies—sebutan lain dari Introver. Kami lebih berorientasi pada diri sendiri, mengisi energinya dengan apa-apa di dalam diri, misalnya ide, namun bukan berarti kami ini semuanya pemalu. Ada juga di antara kami yang mudah akrab dengan orang lain. Akan tetapi, seringkali kalian tak bisa menebak pemikiran kami secara langsung, kecuali ya menulis gagasan di berbagai media.
Walaupun begitu, berdasarkan poin-poin dalam buku The Introvert Advantage karya Marti Laney, kami bisa membuktikan apa kelebihan dalam diri, yang tak kalah dengan kalian—para ekstrover dalam mengarungi dunia tulis menulis. Ini menunjukkan bahwa kami, adalah makhluk terunik, dan teristimewa!
Suka Mengamati Lingkungan Sekitar
Si innies seperti kami memang suka mengamati apa-apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Bahkan, terkadang penglihatan kami lebih tajam untuk menangkap makna di balik peristiwa. Dengan demikian, kami bisa mendapatkan ide untuk menulis. Ada yang menyimpulkan kejadian menggunakan opini pribadi, bahkan jika siap dengan kamera dan alat tulis, bisa membuat reportase dengan menjepret kamera untuk menghasilkan foto yang ciamik, dan bisa “membaca” apa yang terjadi di muka bumi ini.
Mendengarkan Pembicaraan Orang Lain
Kami memang tak sepandai kalian dalam mengobrol sehingga menjadi terkesan “hidup”, tapi diam-diam kami bisa menangkap apa yang kalian bicarakan. Jadi, kami bisa mendapatkan inspirasi untuk bisa membuat tulisan baru, ditambah dengan pengetahuan yang berkaitan dengan obrolan, yang telah kami miliki sebelumnya.
Penulis yang Kreatif dan Suka Berimajinasi
Dalam menulis, kita dianjurkan dalam menulis secara kreatif, dan kami bisa melakukannya! Kami suka mengemas materi-materi yang terdapat dari berbagai sumber dalam membuat artikel, terlebih lagi menghubungkan dua hal yang cocok dalam membuat naskah, dan mengubahnya menjadi artikel yang “baru”, sehingga pembaca tak merasa bosan dalam menikmati tulisan dari kami.
Selain itu, kami suka berimajinasi, membayangkan apa-apa yang terdapat pada benak. Seperti yang kalian tahu, imajinasi itu sangat berperan dalam membuat karya fiksi, sehingga tulisan-tulisan fiksi yang bermunculan selalu baru, dan tampil beda!
Pasti kalian kenal JK Rowling, ‘kan? Beliau adalah penulis yang bertemperamen introver seperti kami, membuat serial novel Harry Potter yang ceritanya “baru”, tak dijumpai di dunia sebelum kemunculan novel ini. Proses mendapatkan ide sampai penulisan naskah yang penuh kreatif dan imajinasinya itu, menyebabkan novel beliau dinobatkan sebagai salah satu buku best seller di muka bumi.
Berpikir Secara Hati-hati, Fokus, Mendalam, dan Berkontemplasi
Berbeda dengan kaum ekstrover seperti kalian yang berpikir cepat—kami justru membutuhkan waktu berpikir lebih lama. Namun, dibalik itu, kami bisa menuliskan sesuatu dengan hati-hati dan penuh kosentrasi.
Tak hanya itu, untuk mendapatkan ide menulis, terkadang kami merenung apa yang telah kami tuliskan pada waktu sebelumnya, dan kami bisa berpikir tentang satu hal, termasuk tema dan gagasan menulis, secara mendalam. Kok bisa terjadi?
Dalam penelitian ilmiah, saat proses berpikir, asetilkolin otak kaum introver seperti kami berjalan dalam jarak yang panjang, melalui tujuh bagian-bagian otak. Dua diantaranya, otak depan yang berperan dalam berpikir, perencana, dan belajar, serta hippocampus yang menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan mengirim pesan ke memori jangka panjang. Perlu diketahui juga, di memori jangka panjang, segala informasi bisa disimpan dan bertahan dalam jangka waktu lebih lama, jadi sedikit kemungkinan yang lupa dan bisa diingat sampai masa tua kelak.
Sekali lagi, kami bisa berpikir mendalam, dan cara berpikir seperti ini akan berpengaruh pada hasil tulisan yang kami buat, yaitu pembahasan pada tulisan-tulisan kami yang juga mendalam dan pastinya berkualitas. Pantas saja!
Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H