Tidak selamanya setiap anak manusia mendapatkan kebahagiaan terus-menerus. Ada masa dimana ada kepedihan dan kesedihan di hati. Tentu, itu hukum sunnatullah yang pasti akan terjadi, tak peduli orang itu kaya maupun miskin—kaum bagsawan dan rakyat jelata pun semuanya akan merasakan hal yang sama. Senang dan sedih. Tuhan memang Maha Adil!
Dan, itulah yang telah saya terjadi. Memang saat itu takdir buruk telah menimpa kepada saya, dan saya tidak kuasa menolaknya. Tapi, agak tabu bagi saya untuk menceritakannya di sini—di Kompasiana—karena perasaan yang (agak) pemalu untuk diumbar masa lalu saya ke publik. Tapi, yang berlalu, biarkan berlalu, yang penting pelajaran ‘kan yang masih tersisa, untuk semua?
***
Memang zaman sekarang ini, yang bisa dibilang zaman edan. Ditengah kemajuan teknologi yang merajalela, ternyata mampu mengikis moral manusia zaman modern yang bersemayam di jiwanya! Lihat saja, manusia modern yang sebegitu mudahnya berbuat asusila, menghina, dan menuliskan pesan yang buruk. Contoh terkini ya, seorang dosen pencipta drone, yang dijebloskan ke penjara, hanya kata-kata l**te di tweet-nya!
Jauuuh sebelum berita penghinaan di media sosial menyebar kemana-mana layaknya debu, saya telah terlebih dahulu merasakan pedihnya hati saya karena kata-kata pedas terhadap teman-teman saya di facebook semasa saya duduk di bangku SMA. Saat itu, saya bergabung di facebook belum sampai satu bulan, empat tahun lalu. Dan, itu terjadi pada November tahun 2011.
Berawal dari perlakuan saya yang mengharuskan saya duduk sendiri di bangku belakang, padahal saya duduk bersama salah seorang teman, menyebabkan saya menangis saat guru menerangkan di depan kelas—sampai sampai saya keluar kelas sendirian. Ya, mungkin saya kurang memiliki rasa berjiwa besar. Pulang sekolah, saya langsung mengatakan protes dengan kata-kata kasar. Dan beberapa teman sekelas sampai dilibatkan dalam percakapan itu!
Gara-gara hal itulah, saya menangis dengan rasa perih di hati dan menerima kenyataan, saya dimusuhi oleh seluruh teman sekelas. Tapi untung, seingat saya melakukan hal yang sekasar itu lewat pesan. Jika ketahuan pada publik, betapa sakitnya hati saya, berlipat ganda. Dan ujung-ujungnya, saya masuk jeruji dan tidak bisa menikmati indahnya hidup!
Setelah melakukan penyelesaian masalah oleh pihak keluarga dan pihak sekolah, saya duduk bersama sahabat saya. Perasaan saya menjadi tenang dan siap untuk belajar di sekolah.
Tahun baru pun berganti. Ternyata ujian pahit saya tidak selesai sampai di situ. Akibat saya terlalu percaya diri, saya melakukan hal yang tidak sopan dihadapan teman saya. Dan teman saya itulah yang menuliskan status dan men-tag nama saya disitu. Oooi, betapa luka batin saya yang telah kering, kambuh lagi!
Beberapa hari saya merasakan kepedihan itu. Setelah saya meminta maaf, teman-teman saya masih saya kurang menerima kejadian itu. Berkali-kali saya diancam akan melakukan hal yang sama jika saya tidak memberi sesuatu saat ujian berlangsung. Terbayang pedihnya hati saya di masa lalu. Tapi, saya harus menjalani hari dengan tabah, sampai tahun ajaran baru berakhir.
***
Ya, ditengah musim hujan yang dingin ini. saya masih teringat dua kejadian pahit yang menyebabkan hati saya terluka. Tapi, pada akhirnya saya mendapatkan hikmah yang sangat berharga, untuk berbuat sopan-santun di dunia nyata dan di dunia maya. Beberapa point tersebut adalah:
* Jangan terlalu PD atau percaya diri, karena “kecelakaan” akan mengenai diri saya sendiri, jadinya perilaku saya kebablasan!
* Jangan melakukan hal-hal yang tidak sopan, karena teman-teman tidak akan mendekat dan bergaul!
* Tidak boleh menuliskan hal-hal yang kasar di dunia maya dan di media sosial, (fb, twitter, blog) meskipun hanya dalam pesan sekalipun!
* Berusahalah untuk bersikap berjiwa besar dan berlapang dada dalam menerima kenyataan, karena ketenangan hati akan didapatkan!
Ternyata, pengguna media sosial di balik layar itu, adalah manusia, sama seperti saya dan kalian semua, tentunya perangai mereka berbeda-beda, ya. Benar! Kita bukan hantu! Dan teman-teman facebook saya waktu itu adalah teman-teman sekelas saya juga waktu SMA. Jadi, perlakukan teman maya itu layaknya di dunia nyata!
Sekarang, kembali pada zaman dan di tempat ini. memang seharusnya, orang tua dan guru harus kembali mengenalkan sopan-santun ketimuran, apapun itu! Hidupkanlah dengan moral ketimuran dan nilai-nilai agama seperti yang diajarkan nenek moyang kita. Kalau mau tahu lebih jelas, tanyakanlah pada warga yang masih memegang teguh sopan santun dan nilai religiusnya, lalu catat, dan terapkan di kehidupan sehari-hari, baik di desa maupun di wilayah urban.
Seandainya saya tidak dididik dengan nilai sopan santun seperti ini, saya ditakdirkan akan mengalami dua kisah pahit seperti ini. CUKUP! Rasa trauma saya inilah yang membuat saya lebih berhati-hati lagi dalam berperilaku di dunia nyata dan dunia maya.
Semoga (kesalahan) apa yang dialami oleh saya ini, tidak terulang kembali oleh netizen lainnya. oke!
Demikianlah, semoga bermanfaat. Salam Kompasiana!
Sumber gambar: http://www.healthination.com
NB: Sekali lagi, artikel ini saya buat sebagai pelajaran, tidak ada maksud menceritakan hal-hal buruk di dunia maya, karena rasa trauma yang masih membekas di hati saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H