Menjelang ulang tahun Kompasiana ke-7, 22 Oktober nanti, Kompasiana telah berkembang sebagai media warga terbaik di Tanah Air. Semua ini berkat kegigihan Kang Pepih Nugraha dalam menghidupkan blog sosial, dari sekedar blog jurnalis, sampai dibuka untuk warga sampai saat ini.
Berbicara tentang eksistensi Kompasiana sebagai media warga, tentunya tidak terlepas dari kontribusi Kompasianer yang telah berjasa mengembangkan, juga memajukan Kompasiana sebagai media warga paling berkualitas. Dan eksistensi Kompasiana sebagai media warga berkualitas pastinya tidak terlepas dari eksistensi Kompasianer berkualitas pula. Namun, seiring waktu, dari keseluruhan Kompasianer yang berjumlah 300 ribu orang, dalam perkembangannya sejak didirikan tahun 2008 hingga sekarang, para Kompasianer ‘terlahir’ di Kompasiana, kemudian pada akhirnya pergi, dan para Kompasianer baru datang lagi, mengisi konten di Kompasiana.
Inilah yang akhir-akhir ini yang sering terlintas di dalam benak saya, sebagai pertanyaan. Saat saya membaca artikel-artikel lama misalnya artikel tahun 2008, banyak akun Kompasianer yang dulunya ‘mewarnai’ Kompasiana, namun sampai saat ini, menghilang entah kemana. Begitu juga dengan banyak Kompasianer baru yang mulai menulis di Kompasiana sejak berganti wajah bulan Juni lalu.
Ya, setiap tahun punya Kompasianer ‘angkatan’ masing-masing. Yang bergabung pada awal pendiriannya, atau katakanlah, Kompasianer yang telah bergabung lima tahun keatas, mereka, para Kompasianer dulunya menulis, sekarang hilang, apalagi Kompasianer lama yang telah hengkang dengan berbagai alasan. Yang paling berhasil bertahan dalam menulis ditengah gempuran perubahan Kompasiana serta tulisan-tulisan Kompasianer yang paling muda, inilah Kompasianer yang berhasil menunjukkan eksistensi dirinya.
Meminjam dari istilah yang pernah ditulis pada salah satu artikel di Kompasiana tentang verifikasi akun“aku menulis, maka aku ada”, begitulah adanya, eksistensi Kompasianer tergantung pada karya yang di-publish oleh orang tersebut. Nah, eksistensi Kompasianer di Kompasiana dipengaruhi oleh beberapa faktor. Apa saja ya?
1. Daya Adaptasi Terhadap Perubahan dan Tekanan
Sudah jelas bukan, daya adaptasi Kompasianer terhadap perubahan tampilan di Kompasiana, berbeda-beda. Kompasianer muda, terlebih yang terlahir pada tahun 90-an ke atas tentu kecepatan adaptasinya berbeda dengan Kompasiana senior yang berusia lanjut. Hal inilah yang menjelaskan mengapa saat transisi dari Kompasiana lama, ke Kompasiana baru, banyak Kompasianer yang setia mengisi di Kompasiana, pada akhirnya ‘pergi’ karena tidak kuat menghadapi perubahan tampilan Kompasiana, terlebih lagi pada saat perubahan tidak dilengkapi fasilitas yang lengkap dan masih terlanjur nyaman pada versi lama.
Padahal, jika mereka bisa beradaptasi, niscaya menulisnya bisa nyaman, kok! Karena perubahan itu pasti terjadi demi perbaikan yang lebih baik.
Apalagi jika Kompasianernya mendapatkan tekanan dari pihak lain, diterpa gosip tak sedap, dan sebagainya karena tulisan-tulisannya di Kompasiana, Jika mentalnya tidak kuat, bisa-bisa Kompasianer tersebut bisa tidak lagi menulis di Kompasiana. Jadi, apapun yang terjadi pada tulisan-tulisan Anda, harus siap mental menerima kritikan lewat komentar dan lain sebagainya!
2. Kesibukan
Kesibukan bukanlah alasan untuk tidak menulis, asalkan bisa memanajemen waktunya dengan baik. Buktinya, sudah banyak Kompasianer yang sesibuk apapun bisa menulis dengan berbagai cara. Nah, harap diperhatikan, walaupun punya banyak agenda, sisihkan waktunya untuk menulis dan berusaha untuk berbagi informasi pada khalayak, ya!
3. Tidak Ada Ide
Tidak menulis karena tidak ada ide? Padahal ide itu didapat dimana saja dan kapan saja, bisa dari pengalaman, peristiwa di sekitar dan lain sebagainya, bahkan even penting bisa dijadikan bahan tulisan lho! Gak usah buat alasan yang mengada-ada, jika ada ide di pikiran, segera menulis sebelum ide tersebut hilang di pikiran!
Jika masih kurang, perbanyaklah membaca untuk menambah pengetahuan sebagai bahan menulis sekaligus menambah ide, karena kita bisa menulis karena membaca, bukan? Dengan demikian, dengan banyaknya ide, eksistensi dalam menulis di Kompasiana tetap terjaga (Baca juga: Kompasiana dan Peningkatan Minat Baca)
4. Hidup di Daerah yang Susah Sinyal
Permasalahan lainnya bagi Kompasianer yang hendak menulis dan mengunggah tulisan di Kompasiana ketika mereka hidup di daerah yang susah sinyal. Nah, kalau begitu, kesempatan mereka menulis dan mengembangkan kemampuannya, serta untuk menunjukkan eksistensi di Kompasiana jadi hilang, bukan?
5. Malas dan Kurangnya Motivasi
Terkadang, mereka tidak lagi menulis atau semangat menulisnya sedang menurun di Kompasiana karena malas. Padahal, penyakit malas harus segera dilawan dan harus diberi suntikan motivasi tentang menulis jika ingin menunjukkan keberadaan di Kompasiana lewat tulisan-tulisannya. Ingat, satu tulisan, terlebih tulisan yang bermutu sangat bermanfaat lho untuk meningkatkan trafikweb Kompasiana, supaya semakin ramai dikunjungi!
Ya, setidaknya inilah lima penyebab umum yang mempengaruhi eksistensi Kompasianer di Kompasiana. Jadi, para Kompasianer, tunjukkanlah diri Anda dengan tulisan-tulisan yang bermanfaat agar eksistensi Kompasiana sebagai rujukan media mainstream semakin diperhitungkan.
Demikianlah, semoga bermanfaat. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H