Membaca artikel dari Kompasianer Putu Djuanta membuat saya tahu tentang masa depan Martunis yang ingin menjadi pemain bola kelas dunia. Apalagi, saya melihat newsticker dari program berita Liputan6 Petang yang menyatakan bahwa Martunis tertarik menjadi warga negara Portugal. Tidak ada yang salah memang, itu sudah menjadi hak masing-masing orang.
Tapi perlu diingat bahwa masa karir di luar negeri itu hanya sementara kok. Pemain bola batas bermainnya sampai pensiun. Mahasiswa batas belajarnya sampai wisuda. Jika ingin tinggal lebih lama di luar negeri karena berbagai alasan, silahkan saja, asalkan mematuhi ketentuan yang berlaku.
Pindah Kewarganegaraan, Tanda Tidak Cinta Tanah Air?
Ada yang ingin mempertahankan warga negara aslinya di luar negeri, adapula yang muak dengan negara asalnya sehingga ingin pindah menjadi warga negara lain. Itu sudah menjadi keinginan hati masing-masing orang, itu hak individu dan tidak ada yang memaksa.
Menurut hemat saya, itu semua tergantung pada rasa cinta kepada tanah air. Nah, pertanyaannya adalah, sudahkah Kompasianer sudah menanamkan rasa cinta tanah air? Karena pada zaman sekarang ini, banyak warga Indonesia yang terbuai dengan pengaruh asing yang sedemikian “wah”, sehingga jika tidak diantisipasi, bisa mengikis rasa cinta tanah air. Generasi muda Indonesia sudah tidak mengetahui Indonesia dan seluk-beluknya, sehingga jika ditanya: “Indonesia itu apa sih?”, malah tidak bisa menjawab!
Oleh karena itu, daripada terpengaruh pada pengaruh asing yang sedemikian massif, mending pendidikan kebangsaan dan nasionalisme dimulai dari skala kecil. Dirumah! Dan saya sudah membaca sebagian artikel di Kompas Minggu, bahwa Dhiyandra Natalegawa, yang merupakan kerabat dari Mantan Menlu Marty Natalegawa, meskipun lahir dan dibesarkan ke Inggris, Dhiyandra tidak melupakan tanah leluhurnya, Indonesia. Oleh karena itu, dirumah, selain wajib menggunakan bahasa Indonesia walaupun di luar negeri, ada koleksi wayang dan peta Indonesia di tempat tinggalnya tersebut. Nah, bagi Kompasianer yang tinggal di luar negeri, ini bisa menjadi inspirasi, bukan? Jika ada pasangan Indonesia yang tinggal di luar negeri dan dirumah mereka yang diajarkan bahasa daerah, itu lebih baik, sehingga mereka tidak lupa dengan tanah airnya sendiri.
Namun, lagi-lagi peraturan di suatu negara berbeda-beda. Ada yang mempertimbangkan untuk pindah kewarganegaraan jika ingin tinggal dan berkarir di luar negeri, ada yang memberi kebebasan. No problem. Lantas, jika seseorang pindah kewarganegaraan, apa pertimbangannya? Simak di bagian selanjutnya, ya!
Pertimbangan dan Resiko Jika Seseorang Pindah Kewarganegaraan
Ketika seseorang hendak berkarir dan tinggal di luar negeri akan dihadapkan dengan dua pilihan: tetap mempertahankan kewarganegaraan aslinya dan ingin pindah ke warga negara lain. Itu tergantung pada hati dan peraturan di suatu negara, seperti yang saya jelaskan tadi. Namun, jika seseorang resmi melepaskan status kewarganegaraan aslinya, akan mempertimbangkan hal-hal seperti berikut:
Pertama: Jika menjadi warga negara lain, akan diberi tunjangan hidup dari pemerintah dan fasilitas lainnya, misalnya. Itu terjadi pada negara yang perekonominya baik. Bagi sebagian orang, itu terasa menggiurkan, bukan? Tapi bagi orang yang hatinya teguh pada tanah airnya, ia akan menolak penawaran tersebut.
Kedua: Jika ingin mendapatkan kembali status kewarganegaraan aslinya, terutama di masa pensiun karier, dia akan mengurus lagi persyaratan untuk ingin menjadi warga negara aslinya. Karena terkadang mengurus persyaratan untuk memperoleh suatu kewarganegaraan, itu ribet dan membutuhkan waktu lama, apalagi orang asing harus paham bahasa dan budaya Indonesia, tak peduli dia keturunan Indonesia atau bukan. Ingat, hal tersebut harus pertimbangkan matang-matang, jangan ‘mempermainkan’ pemerintah dong! Sudah melepas kewarganegaraan, ingin tinggal di Indonesia dan ingin mendapatkan status WNI lagi. Itu yang kadang ‘merepotkan’.