[caption id="attachment_416299" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]
Kemarin, saya membaca sejarah salah satu TV lokal di laman internet, di antaranya salah satu tujuan TV lokal selanjutnya adalah ingin diakses dan dinikmati di seluruh Indonesia, bahkan di dunia. Oleh karena itu, TV lokal tersebut berusaha untuk mewujudkan harapan tersebut dengan menyediakan fitur live streaming pada situs resminya.
Pertanyaannya adalah, apakah mungkin TV lokal bisa Go Internasional, dalam artian 'melebarkan sayapnya' agar bisa diakses dan dinikmati di seluruh dunia?
Pada zaman sekarang, karena perkembangan teknologi, kanal TV tidak hanya sebatas diterima pada bentuk siaran gratis, baik terrestrial (antena biasa) maupun parabola, juga sudah merambah dalam bentuk live streaming di internet. Baik siaran parabola maupun live streaming, stasiun TV tersebut bisa diakses di seluruh dunia, dan bukan tidak mungkin, penduduk negara lain akan menikmati siaran TV dari Indonesia, begitu pula sebaliknya.
Jika akses stasiun TV dilakukan lewat live streaming di Internet, itu memang memudahkan sebagian orang untuk menonton siaran TV. Namun, kebiasaan menonton TV secara 'tradisional' alias lewat pesawat TV, tentu tidak bisa ditinggalkan begitu saja, terutama masyarakat yang lebih nyaman menonton TV secara langsung dibanding harus memegang gadget maupun desktop yang tersambung dengan jaringan internet.
Karena itulah, seperti yang dibahas di artikel ini, untuk mewujudkan siaran TV lokal yang 'sejajar' dengan TV Nasional yang berada di Jakarta, terutama dari sisi teknologi pertelevisian, terlebih yang bisa diakses di seluruh dunia lewat parabola, tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk infrastruktur siaran, kualitas SDM yang mumpuni dari karyawan stasiun televisi lokal, selain teknologi yang canggih tentunya. Inilah yang menjadi kendala sekaligus tantangan bagi pengelola TV lokal untuk berusaha 'melebarkan sayap' di tingkat internasional.
TV Lokal, Saatnya Perbaiki Konten dan Kualitas Siaran Jika Ingin Mendunia
Pada artikel sebelumnya, dijelaskan bahwa stasiun TV yang memperbaiki kualitas konten siaran, akan berkesempatan bisa Go Internasional, baik mengikuti ajang bergengsi Internasional, baik di tingkat benua seperti di Asia dan tingkat dunia secara keseluruhan, bahkan bisa diterima secara luas untuk dinikmati di negara lain.
Terlebih bagi diaspora Indonesia yang tinggal di luar negeri yang terkadang rindu dengan tayangan lokal di Indonesia, khususnya yang menyukai seni dan budaya Indonesia, kehadiran TV lokal menjadi alternatif tontonan karena akan mengingatkan kembali pada negeri yang telah membesarkan mereka. Mengambil intisari dari salah satu bait lagu nasional, Tanah Airku, walaupun mereka pernah merasakan tinggal di negeri orang, tetap saja mereka merindukan 'kampung halaman' yang tak lain adalah negara kita ini, Indonesia.
Bahkan, bagi warga Indonesia yang telah berkeluarga, kehadiran TV lokal sangat diperlukan untuk mendidik dan menanamkan rasa cinta tanah air meskipun tinggal di luar negeri karena alasan tertentu, misalnya salah satu anggota keluarganya kuliah, berdinas di luar negeri, dan sebagainya, terlebih jika konten TV lokal berisi acara yang edukatif bagi anak-anak. Jadi, ketika sudah saatnya kembali di Indonesia, tidak ada rasa kaget karena pengetahuan tentang keadaan di Indonesia sudah tertanam pada jiwa anak-anak.
Berkaitan dengan kebijakan KPI yang memberi porsi 10% untuk konten daerah pada TV lokal yang sudah bergabung dengan TV berjaringan, memang seharusnya didukung oleh TV lokal sendiri, terlebih kebanyakan TV lokal sudah me-relay acara dari stasiun TV berjaringan. Alangkah lebih baik jika konten kedaerahan diperbanyak seperti seni budaya, tarian, tempat wisata di daerah, animasi dan film pendek yang berdasarkan cerita daerah, juga bahasa daerah.
Hendaknya acara kebudayaan daerah tersebut, baik tarian, seni budaya, animasi, film pendek dan tempat wisata daerah dikemas secara modern dan menarik sesuai kemajuan zaman, serta diperlukan kerja sama antara TV lokal dan berbagai pihak, termasuk jajaran TV lokal dengan para kru televisi lokal, serta rumah produksi seperti animasi, dan film pendek bernuansa kedaerahan. Khusus untuk bahasa daerah, saya sudah jelaskan di artikel ini.
Tentu saja, untuk melebarkan sayap sampai di penjuru dunia, sebaiknya TV lokal dalam penyampaian suatu acara menggunakan tiga bahasa: bahasa daerah masing-masing, Indonesia, dan Inggris sebagai bahasa Internasional. Hanya saja akan diatur jam tayangnya dalam beberapa bagian, tidak disiarkan dengan tiga bahasa sekaligus. Terlebih, tahun ini, kita akan menghadapi MEA 2015, apalagi memasuki era persaingan global, tentunya, TV lokal tidak boleh kalah untuk menyajikan tayangan yang terbaik bagi pemirsa di Indonesia, maupun di dunia.
Yang tidak kalah pentingnya, hendaknya kualitas tayangan TV lokal diperbaiki. Bukan tidak mungkin, masyarakat dunia akan mengenal budaya Indonesia lewat TV lokal yang sudah mendunia, apalagi percaya akan kualitas kontennya. Satu hal lagi, hendaknya konten TV lokal yang ditayangkan benar-benar bermanfaat dan mendidik bagi masyarakat, tidak boleh sekedar mengejar rating dengan tayangan yang terkadang tidak sesuai aturan, yang berujung pada sanksi dari KPI.
Demikianlah, semoga bermanfaat. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H