Mohon tunggu...
Dewi Unani
Dewi Unani Mohon Tunggu... Guru - Guru Akuntansi di SMKN 1 Sukadana

Saya seorang Guru sekaligus pemilik situs blog ini. Saya mempunyai hobi menonton film, travelling, kuliner, menulis puisi dan kebetulan memiliki media blog sendiri untuk berbagi tulisan saya dengan pengguna internet.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Cerita Dibalik Pisang Goreng

12 September 2024   20:50 Diperbarui: 12 September 2024   20:59 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Dewi Unani

                                                                        

Siang ini, aku dan Ibu ku sedang menonton TV ditemani secangkir kopi hangat dan Pisang goreng yang di panen dikebun sendiri. Sedang Asik-asiknya menyantap pisang goreng tiba-tiba Ibu ku berkata:

Ibu : (mengambil pisang dan menyantapnya)

        "Masih ada dua tandan lagi pisang yang tua. Mungkin satu mingguan lagi sudah bisa di

          tebang." terangnya

Aku : " Tenang kalo masalah pisang dawi udah punya langganan yang mau beli. "

Ibu : "Kalo kamu ditempatkan di sekolah yang jauh, nanti siapa yang bakal nebang pisang

          sama jual pisangnya?”(Dengan suara lirih dan kepala sedikit menunduk)

 

Seketika suasana pun jadi hening. Sebenarnya Bukan perkara siapa yang akan menebang dan jual pisang, ada pesan tersirat yang tak mampu terucap oleh kata tetapi ada kekhawatiran lain yang lebih dari sekedar menebang pisang.

Aku: "Ibu jangan khawatir akan hal itu Bu, setiap dari kita sudah ditentukan jalan hidupnya

          masing-masing, dan salah satunya yaitu dimana kita akan bekerja. Yang terpenting kita

          ikhlas, sabar, sehat dan bersyukur."

Ibu: (sambil mengusap air mata dengan kain yang di lilitkan dipinggangnya)

       "Bukannya tidak ikhlas, Ibu hanya kesepian, semenjak Bapakmu meninggal, Ibu tidak ada

         teman untuk diskusi lagi, apalagi kalau kamu ditugaskan di tempat yang jauh!"

Aku : (menahan tangis) "Nanti kalo kondisinya sudah siap, kita pindah saja Bu biar kita bisa

         sama-sama."

Ibu : "Kalo kita pindah bagaimana dengan makam Bapakmu nanti tidak ada yang merawatnya,

         Ibu juga sudah betah disini. Kamu kerja saja yang rajin terus kalo libur nanti kamu

         pulang ya!"

Aku : (diam dan hanya bisa mengangguk)

Dan percakapan kami pun terhenti setelah azan ashar berkumandang yang menandakan waktu sudah mulai sore.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun