Siapa yang tidak kenal dengan sosok bernama Lukman Sardi? Nama Lukman Sardi sangat terkenal dan familiar ditelinga pencinta film tanah air. Lukman adalah seorang aktor, produser dan sutradara. Ia telah berkontribusi dalam beragam film, dari komedi seperti Orang Kaya Baru (2019) hingga misteri seperti Paranoia (2021). Selain 2 film tersebut, Lukman juga berkontribusi dalam film yang mengangkat isu sosial, yaitu Di Balik 98.
Catatan:
Pembahasan selanjutnya berdasarkan dengan opini pribadi dan akan ada unsur spoiler film Di Balik 98. Ada baiknya, pembaca sudah menonton Di Balik 98 yang kini masih tersedia di Netflix. Terima kasih ^^
Film Di Balik 98 produksi MNC Pictures dan Affandi Abdul Rachman ini tayang perdana pada 2015. Film ini bercerita tentang kejadian sebelum, saat terjadi dan keadaan setelah kerusuhan tahun 1998 di Jakarta. Latar film ini mengangkat kejadian nyata yang terjadi di Indonesia pada 1998, yaitu Tragedi Trisakti. Kejadian tersebut menjadi kisah kelam bangsa Indonesia, tetapi Di Balik 98 berhasil mengemasnya dengan apik sebagai film.
Lukman menciptakan suasana film yang terkesan jadul (jaman dulu), dramatis dan seperti film aksi/laga. Hal ini terlihat dari permainan warna yang disajikan di layar, yaitu tone/kesamaran warna coklat dan kuning. Walau Di Balik 98 hanya beraliran drama, Lukman ingin memberi kesan aksi dari tone warna dan cara pengambilan gambarnya. Tujuannya agar ketegangan dalam film dapat dirasakan oleh penonton.
Walau berkesan sebagai film aksi, Lukman tidak ingin menampilkan kerusuhannya secara berlebihan. Kita sebagai penonton tidak diberikan sudut pandang pendemo atau perusuh. Kita diberikan sudut pandang sebagai masyarakat yang mengalami kejadian itu dan enggan untuk merusuh. Bahkan beberapa cuplikannya melibatkan penonton sebagai pihak korban dari kerusuhan tersebut.
Tidak hanya sampai disitu, Di Balik 98 menceritakan dari berbagai perspektif kalangan masyarakat. Lukman menceritakan perspektif itu melalui tokoh-tokohnya. Berikut para tokoh tersebut:
1. Diana (diperankan Chelsea Islan)
Diana adalah mahasiswi yang pintar dan berani untuk berpartisipasi dalam demo pada Mei 1998. Dari keseluruhan film, disimpulkan kalau Diana memberikan kita sudut pandang dari mahasiswa (pribumi) pendemo. Mereka murni menginginkan perubahan besar untuk perbaikan bangsa Indonesia.Â